Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Putaran Tujuh, Sekolah Sastra HISKI Pusat Dalami Topik Sastra Feminis Sesi Dua

Putaran Tujuh, Sekolah Sastra HISKI Pusat Dalami Topik Sastra Feminis Sesi Dua



Berita Baru, Jakarta — Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) kembali gelar Sekolah Sastra putaran ketujuh. Acara disiarkan secara langsung di kanal Youtube HISKI dan Tribun Network, Sabtu (13/07).

Kegiatan Sekolah Sastra kali ini merupakan salah satu realisasi program kolaborasi Bantuan Pemerintah untuk Penguatan Komunitas Sastra 2024 dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Sama dengan pertemuan sebelumnya, Sekolah Sastra putaran tujuh mengangkat tema Sastra Feminis dengan narasumber Dipa Nugraha, Ph.D. (HISKI UMS) dan moderator Dr. Endah Imawati, M.Pd.

Dipa mengawali presentasinya dengan penyegaran terkait sejarah gerakan feminisme dan rangkuman-rangkuman materi sebelumnya.

Kritik sastra feminis, sebagaimana gerakan feminisme bersifat polifonik. “Disebabkan adanya perbedaan _worldview,_ situasi sosio-historis, sistem patriarki dan interseksionalitas dari perempuan dari belahan bumi berbeda.

Oleh karena itu, wajar apabila pandangan dari penyebab ketidakadilan atas perempuan dan solusinya serta cita-cita keperempuanan menjadi wajar bila berbeda,” jelas Dipa.

Dipa menambahkan, meski ada perbedaan, tidak menjadikan kritik sastra feminis, atau feminisme, kemudian tidak bisa mengadopsi beberapa poin dari kritik feminis di Barat, begitu pula sebaliknya.

Selanjutnya, Dipa memberikan pemahaman terkait tokoh-tokoh kritik sastra feminis dan lokus kajiannya masing-masing.

Putaran Tujuh, Sekolah Sastra HISKI Pusat Dalami Topik Sastra Feminis Sesi Dua

Dipa mencontohkan nama Elaine Showalter dengan ginokritiknya. Fokus pada peran perempuan konvensional, marginalisasi, dan eksploitasi mereka di dunia yang patriarkis dan didominasi laki-laki. Fokus lainnya adalah penciptaan sekaligus dukungan terhadap lahirnya tradisi teks perempuan (kesadaran, pengalaman, sudut pandang perempuan).

“Ada Gayatri Spivak yang fokus pada dekonstruksi dan subalternitas dalam membicarakan isu poskolonialisme, sistem patriarki sekaligus representasi-agresi suara dan perlawanan untuk menghasilkan perubahan,” jelasnya.

Tak lupa, Dipa juga menjelaskan historisitas kritik sastra feminis di Indonesia. Ia mengatakan, Kartini adalah feminis pertama di Indonesia.

“Lepas dari fakta perihal ketokohan Kartini diciptakan oleh Belanda, dalam perjalanannya tulisan-tulisan Kartini harus diakui telah memengaruhi diskursus feminisme di Indonesia,” ujarnya.

Selain Kartini, lanjut Dipa, ada nama lain misalkan Walidah Ahmad Dahlan, Rahmah Al Yunusiyah, dan Dewi Sartika

“Sastrawan feminis di Indonesia; menyuarakan perjuangan akan hak perempuan (bisa laki-
laki), menyuarakan dirinya sebagai perempuan (sastrawan perempuan), menyuarakan
ideologi feminisme tertentu (yang selaras dengan agenda arus utama/Barat),” pungkasnya.

Acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif antara narasumber dan audiens. Sampai akhir acara, Sekolah Sastra kali ini diikuti sekitar 362 peserta di Zoom Meeting dan telah ditonton sebanyak 150 kali di kanal Youtube, hingga berita ini dirilis.

Sebagai informasi, Sekolah Sastra merupakan salah satu program kegiatan HISKI Pusat untuk meningkatkan kompetensi dan bekal para anggota HISKI yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Sekolah Sastra ini rutin digelar setiap bulan di minggu pertama dan kedua. Sementara itu, untuk minggu ketiga digelar agenda Tukar Tutur Sastra.

Putaran Tujuh, Sekolah Sastra HISKI Pusat Dalami Topik Sastra Feminis Sesi Dua

beras