Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Redesain Kurikulum Pesantren Menghadapi New Normal
Proses pembelajaran Madrasah Muadalah Pesantren Nurul Qarnain (Foto: Istimewa)

Redesain Kurikulum Pesantren Menghadapi New Normal




Redesain Kurikulum Pesantren Menghadapi New Normal

Mohammad Firmansyah


(Guru di Pondok Pesantren Nurul Qarnain Jember sekaligus Mahasiswa Pascasarjana Program Beasiswa Madin Prodi Pendidikan Agama Islam IAIN Jember)


Sempat berpikir bahwa selama saya hidup dan utamanya ketika bergumul di dunia pendidikan, nampaknya sekarang adalah tahun-tahun dengan kompleksitas permasalahan yang menimpa negeri ini bahkan dunia, khususnya di bidang pendidikan. Kehadiran Covid-19 cukup memporak-porandakan semua lini kehidupan bahkan membuat dunia berhenti sementara dari tatanan kehidupan yang telah berjalan selama ini. Di masa Pandemi ini, ada banyak sekali yang melihat dengan pandangan negatif, tapi juga ada yang masih bisa melihat sisi positif dari musibah ini.


Pada saat Hardiknas, 2 Mei 2020 bulan lalu, Mendikbud RI Bapak Nadiem Makarim dalam pidato virtualnya mengatakan bahwa untuk pertama kalinya dunia pendidikan hampir di seluruh lembaga pendidikan di Indonesia melakukan pembelajaran daring, dan masa Pandemi adalah waktu yang tepat bagi lembaga pendidikan, khususnya guru untuk berinovasi dan berkreasi. Hal senada disampaikan oleh Plt Direktur PD Pontren Kemenag RI, Bapak Imam Safe’i, bahwa pembelajaran tetap bisa dilakukan dimana pun, asal ada yang mau diajarkan dan yang mengajar. Dan para pakar pendidikan yang ada di negeri ini juga menyampaikan hal yang senada.


Bagi “mereka” yang berada di singgah sana, mungkin “seharusnya” turun gunung untuk melihat langsung kegaduhan dan keribetan para pengurus lembaga pendidikan, utamanya yang berada di lingkungan Pesantren. Ya, meski sudah menjadi rahasia umum bahwa apa yang disampaikan oleh mereka sekadar kata penenang agar keadaan tidak lebih runyam di masa Pandemi ini. Tapi, mau tidak mau para pengurus lembaga tetap harus memikirkan –dan tentunya disertai aksi- bagaimana nasib pendidikan yang dikelolanya –minimal- agar tetap eksis seperti biasa, dan berharap bisa lebih baik dari sebelumnya. Tentu ini tugas yang sangat amat berat bagi pengelola lembaga pendidikan, utamanya guru sebagai salah satu komponen inti dalam dunia pendidikan.


New normal telah diberlakukan, akan tetapi masih ada kecanggungan untuk berinovasi dan berkreasi dalam mendesain kembali kurikulum pendidikan di masa Pandemi ini. Dari pusat juga hanya sekadar mengabarkan bahwa pembelajaran di masa Pandemi ini harus dilaksanakan secara daring, terkait teknisnya diserahkan kepada masing-masing pengelola lembaga pendidikan.

Sekarang, bagaimana dengan pendidikan Pesantren? Pesantren, sejak tahun 2019 lalu sudah diakui sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang memiliki porsi yang sama dengan lembaga pendidikan non-pesantren sehingga tidak bisa hanya dilihat sebelah mata. Lebih-lebih jika di dalam Pesantren, ada lembaga-lembaga umum yang juga masih berinduk pada Kemendikbud dan Kemenag?.


Sebelum lebih jauh “ngalor-ngidul” membahas keamburadulan kurikulum saat ini, saya ingin lebih memfokuskan pada kesiapan pondok pesantren, khususnya lembaga-lembaga pendidikan yang berada di bawah naungannya, untuk menghadapi new normal ini. Bagaimana kesiapan pesantren dan kurikulum lembaga-lembaga pendidikan di dalamnya menghadapi kehidupan new normal?.


Pertama, perlu diketahui dan sudah bukan menjadi rahasia, jika teknologi di pesantren belum seutuhnya memiliki tempat yang aman dan nyaman. Bahasa gampangnya, banyak pesantren yang masih belum mau ‘menerima’ kedatangan teknologi secara utuh. Memang ini tidak bisa disalahkan, karena memang tradisi yang ada di pesantren, santri atau siswa tidak bebas menggunakan teknologi Handphone, Laptop dan semacamnya. Hal ini dilakukan sebagai tindakan preventif dari kekhawatiran merosotnya moral mereka. Ini tentu tujuan yang sangat baik. Namun demikian, jika dalam kondisi yang serba kritis sekarang ini, apakah Pesantren tetap akan ‘emmoh’ pada teknologi? Pembelajaran daring yang ditegaskan oleh Mendikbud nampaknya tidak akan terelasisasi. Atau pesantren sudah menyediakan fasilitas teknologi informasi yang –minimal- memadai dan cukup? Ini tentu PR bersama bagi para pengurus Pesantren, utamanya Pengasuh atau Kiai sebagai pemilik kebijakan tertinggi di pesantren. Jika memang demikian faktanya, maka bisa dikata bahwa Pesantren belum benar-benar siap menghadapi new normal khususnya di lembaga pendidikan mengingat teknologi untuk saat ini menjadi rukun dalam proses pembelajaran.


Kedua, mengubah tradisi kehidupan santri yang sudah mengakar kuat dan menjadi identitas “Oh ini loh santri, ini loh anak Pesantren” akan lebih sulit pastinya. Di masa new normal ini, kita tetap diharuskan untuk menjaga kesehatan diri dan orang lain, salah satunya dengan tidak bersalaman, tidak sering bersentuhan, dll. Tradisi sungkem dan nyabis kepada Kiai, Nyai, ustaz dan pengurus akan pudar, kalau tidak mau dikatakan hilang. Tradisi diskusi bersama, cangkruan ilmiah sambil ngopi, dan perkumpulan-perkumpulan lainnya akan sulit untuk dirubah untuk memenuhi syarat kehidupan new normal yang mengharuskan untuk tetap social distancing.


Belum lagi permasalahan kurikulum di lembaga-lembaga pendidikan yang berada di lingkungan pesantren. Para pakar pendidikan sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan secara daring dengan mengadakan webinar, diskusi daring, dan kegiatan-kegiatan virtual lainnya bagaimana para pengelola lembaga pendidikan harus bisa mendesain ulang kurikulum yang telah berjalan menjadi lebih relevan dengan kondisi Pandemi saat ini. Guru harus memutar otak untuk membuat pembelajaran lebih efektif dan efesien dengan metode dan model yang tentunya berbeda dengan yang telah diterapkan selama ini. Apalagi baru-baru ini ada isu mata pelajaran PAI akan dilebur dengan PKn. Duh, tentunya ini membuat para guru agama dan orang-orang Pesantren bakal gaduh dan semakin pusing.


Di sisi lain, pihak pengurus Pesantren juga disibukkan dengan persiapan sarana dan prasarana yang memadai sesuai protokol yang ditetapkan oleh Pemerintah, yang tentunya jika tidak ada koordinasi yang bagus antara pihak Pemerintah dan Pesantren semua ini akan terasa sangat sulit. Butuh keseriusan dan kerja esktra agar bisa hidup dengan aman, tenteram, selamat untuk diri sendiri dan menyelamatkan orang lain di masa new normal ini. ‘Ala kulli hal, seluruh pihak harus saling bahu-membahu, saling mendukung dan kompak untuk menghadapi bersama permasalahan ini.

beras