Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Resensi Novel Hati Suhita: Memaknai Ketulusan Cinta dan Pengabdian 
Sumber: iInstagram @bukuembu

Resensi Novel Hati Suhita: Memaknai Ketulusan Cinta dan Pengabdian 



Berita Baru, Surabaya – Hati Suhita merupakan sebuah novel best seller karya Khilma Anis, seorang novelis asal Jember, Jawa Timur.

Novel ini sudah diangkat menjadi sebuah film layar lebar dan dijadwalkan akan tayang di seluruh bioskop di Indonesia pada 25 Mei mendatang.

Novel Hati Suhita menceritakan tentang kehidupan Alina Suhita, seorang putri kiyai yang dijodohkan dengan Gus Birru, putra kiai lainnya yang tidak ia kenal sebelumnya.

Dikutip dari NU Online, berikut resensi novel Hati Suhita oleh Rahma Salsabila, pengurus Lembaga Jurnalistik PC IPPNU Kabupaten Pasuruan dan Mahasiswi PAI semester IV STAI Salahudin Pasuruan.

Cinta seperti tidak ada habisnya untuk dibicarakan. Seluruh aspek kehidupan selalu membutuhkan cinta, bahkan ruh dari keimanan adalah mahabbah atau cinta. 

Namun, cinta seringkali keluar dari fitrahnya saat manusia telah kehilangan cara untuk mengendalikannya. 

Khilma Anis dalam mahakaryanya ini menyajikan makna cinta bersama lekatnya iman, dalam upaya mempertahankan ruh cinta agar tidak berubah wujud menjadi kesalahan.

Novel Hati Suhita bercerita tentang budaya perjodohan, sebagaimana kerap dialami bagi kalangan pesantren.

Namun, kisah ini menjadi begitu menyayat hati pembaca karena salah satu di antara suami-istri tersebut belum selesai dengan masa lalunya.

Gus Birru, suami dari Alina Suhita hasil perjodohan itu bisa dibilang tidak memiliki ketertarikan untuk melanjutkan dinasti pesantren milik orang tuanya, meski ia adalah putra tunggal yang sangat diharapkan. 

Ia merupakan seorang mantan aktivis pergerakan yang selalu menyuarakan hak dan kebebasan setiap orang.

Namun, di bawah permintaan orang tua yang biasa dipanggilnya Umik, ia gagal mempertahankan kebebasannya sendiri.

Kemudian, hadirlah Suhita, seorang putri dari kiai besar yang sejak awal digadang-gadang dan dipersiapkan menjadi menantu tunggal Keluarga Pesantren Al-Anwar, milik keluarga Gus Birru. 

Suhita adalah perempuan yang sangat menanamkan nilai lakon wayang Jawa dalam dirinya. 

Pribadi yang rendah hati, serta memiliki tangan dingin untuk mengayomi dan mengembangkan pesantren milik keluarga Gus Birru tersebut.

Kendati demikian, seluruh kelebihannya tidak serta merta membuat Gus Birru dapat mencintainya, bahkan hingga tujuh bulan lamanya. 

Sebab, di hati dan kehidupan Gus Birru, tersimpan senyum dan banyak kenangan dengan seorang wanita bernama Ratna Rengganis. 

Suhita semakin kehilangan kekuatan saat dirinya bertemu dengan perempuan tersebut, Rengganis adalah perempuan yang cerdas, pandai bergaul dan menempatkan diri, serta layak untuk disebut sebagai ratu.

‘Mikul duwur mendem jeru’ mutlak diterima Suhita tanpa penolakan. Sebab baginya, menjadi wanita juga harus berani bertapa. 

Sebagaimana dalam bahsa Jawa, wani-ta, memiliki arti wani tapa atau berani bertapa. 

Namun, berkat kesabaran, keikhlasan, dan pengabdian yang begitu tulus, serta keimanannya pada Sang Kuasa, akhirnya ia berhasil mendapatkan cinta yang selama ini ia inginkan. Cinta Gus Birru.

Novel ini mampu menyajikan bacaan dengan berbagai sudut pandang. Mulai dari pandangan Suhita, Gus Birru, bahkan Rengganis. 

Sehingga pembaca dituntun untuk tidak menghakimi bahkan membenci salah satu tokoh di dalamnya. Tidak ada tokoh antoganis dalam novel ini. 

Justru, Hati Suhita menyadarkan kita bahwa manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, sama-sama tidak sempurna. 

Bahkan, membuat pembaca sadar, bahwa di balik perlakuan setiap orang selalu menyimpan sebuah alasan, yang jika memahaminya, maka hanya cinta kasih yang bisa dipersembahkan untuk sesama.

  • Identitas Buku:
  • Judul: Hati Suhita
  • Penulis: Khilma Anis
  • Penerbit: Telaga Aksara ft Mazaya Media
  • Tahun Terbit: 2019
  • Tebal: 405 Halaman
  • ISBN: 978-602-51017-4-8
  • Peresensi: Rahma Salsabila, pengurus Lembaga Jurnalistik PC IPPNU Kabupaten Pasuruan dan Mahasiswi PAI semester IV STAI Salahudin Pasuruan.

beras