Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ruang Desa, dari Aksara Menuju Aksi Nyata di Kabupaten Ponorogo

Ruang Desa, dari Aksara Menuju Aksi Nyata di Kabupaten Ponorogo




Berita Baru, Ponorogo – Tak semua gerakan perubahan lahir dari ruang-ruang mewah dan megah. Beberapa justru tumbuh dari teras rumah, dari rak kayu sederhana berisi buku-buku sumbangan, dan dari obrolan hangat tentang mimpi masa depan. Di sanalah Ruang Desa menemukan bentuknya. sebuah komunitas literasi yang digagas oleh Samsul Hadi, sosok muda yang percaya bahwa literasi bukan semata kumpulan aksara, tapi juga pijakan untuk perubahan sosial.

Samsul Hadi, guru Pendidikan Agama Islam di SDN 1 Krebet Jambon yang juga merupakan mahasiswa pascasarjana IAIN Ponorogo, adalah motor penggerak komunitas Ruang Desa. Ia dikenal sebagai pegiat literasi yang konsisten menyebarkan semangat membaca dan berpikir kritis, terutama di wilayah-wilayah yang jarang tersentuh gerakan literasi.

“Kami tidak ingin hanya menjadi tempat meminjam buku. Kami ingin menciptakan ruang—tempat orang bisa bertanya, berdiskusi, dan menggugat kenyataan lewat bacaan,” ujar Samsul Hadi saat ditemui di basecamp komunitas, yang sekaligus berfungsi sebagai perpustakaan desa.

Ruang Desa bukan sekadar taman bacaan masyarakat. Komunitas ini rutin mengadakan diskusi literasi, pendampingan, pengarsipan sejarah lokal, hingga pelatihan menulis esai dan puisi. Semua programnya dirancang untuk menjembatani antara teori dan realitas masyarakat.

“Kami ingin aksara tidak berhenti di kertas. Ia harus menjelma jadi tindakan. Jadi penggerak,” katanya.

Ruang Desa dirintis pada awal 2022, ketika pandemi mulai reda dan aktivitas sosial mulai pulih. Samsul dan beberapa kawan-kawan yang peduli pada pendidikan informal mulai mengumpulkan buku, menyusun rak, lalu membuka ruang kecil yang kini tumbuh menjadi komunitas literasi aktif.

“Kami hanya punya satu rak dan 100 buku. Tapi semangat teman-teman di desa luar biasa. Dari situ, Ruang Desa tumbuh jadi tempat yang hidup,” kenang Samsul Hadi.

Komunitas ini berbasis di Dusun Medang, Desa Sampung, Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo. Daerah ini cukup jauh dari pusat kota, namun kaya dengan semangat pemuda yang ingin maju melalui pendidikan dan kebudayaan.

“Kami tidak menunggu bantuan besar. Kami bergerak dengan yang kami punya. Dan ternyata, itu cukup untuk memulai perubahan,” imbuhnya.

Kegelisahan Samsul hadi berawal dari minimnya akses terhadap bahan bacaan dan ruang diskusi di desa. Ia melihat literasi terlalu sering menjadi kegiatan elit berjarak dari realitas warga. Maka ia ingin menghadirkan literasi yang membumi, yang bisa tumbuh di warung kopi, dan di rumah-rumah warga.

“Kalau literasi hanya untuk segelintir orang, maka ia gagal. Literasi sejati adalah yang hadir di tengah masyarakat, menyapa, dan mengajak berpikir bersama,” tegasnya.

Melalui gerakan kolektif, partisipasi pemuda-pemudi, dan pendekatan kontekstual. Ruang Desa bekerja dengan cara mendekati masyarakat, mendengar kebutuhan mereka, dan menghadirkan kegiatan literasi yang relevan seperti menulis sejarah desa, membaca atau berdiskusi tentang isu lingkungan lokal.

“Kami tidak datang dengan teori besar. Kami datang untuk mendengar. Karena dari sana, literasi jadi punya arti,” tutup Samsul sambil tersenyum.

Di tengah gempuran digital dan melemahnya minat baca, Ruang Desa hadir sebagai oase. Sebuah ruang yang dibangun dengan kesadaran bahwa setiap warga berhak untuk paham, bertanya, dan belajar. Sebuah ruang yang membuktikan bahwa perubahan bisa dimulai dari aksara asal diiringi tekad untuk bergerak bersama.

beras