Saat Brigadir Yosua Berlutut di Depan Ferdy Sambo, Bharada E Diperintah Menembak
Berita Baru, Jakarta – Ada pengakuan menarik dari penegasan pengacara Richard Eliezer Pudihang Lumbu atau Bharada E terkait kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Menurut Deolipa Yumara, pengacara Bharada E, ada cerita atas kematian almarhum Brigadir J di rumah dinas Fredy Sambo di Duren Tiga Utara, Komplek Perumahan Polri, Jakarta Selatan.
Menurut Deolipa Yumara, ceritanya saat berada di rumah dinas Irjen Fredy Sambo, ketika itu Brigadir J disuruh naik ke lantai atas bersama Bharada E. Almarhum Brigadir J tiba-tiba sudah berlutut di depan Fredy Sambo. Bharada E ketika itu memegang pistol dan Ferdy Sambo juga memegang pistol tapi pakai sarung tangan.
Dikatakan Deolipa Yumara, saat Brigadir J berlutut di depan Fredy Sambo, ada perintah kepada Richard, untuk menembak Brigadir J. Karena ini perintah (atasan) ya ketakutan. “Akhirnya karena atas perintah, ya ditembak lah,” ujar pengacara berambut gondrong ini, sebagaimana dikutip tvone Kamis 11 Agustus 2022.
Menurut Deolipa Yumara, kalau si Richard tidak menembak (Joshua), “Ya si Richard yang ditembak,” imbuh pengacara yang pernah mengajukan perlindungan dan pertolongan ke Presiden Joko Widodo.
Tetapi yang ditembak ini adalah teman dekat, dimana Richard tidak punya motif membunuh dan disuruh membunuh teman dekatnya sendiri.
”Ini sama saja seperti membunuh Ibu kita,” tegas Deolipa. Tapi, lanjutnya, karena yang diperintah sama atasannya, tembak e, tembak, tembak, dimana ini Richard atas perintah atasan, dan apa kata komandan dan masih muda, ya ditembak. “Empat sampai lima kali, ya mati,” tegas Deolipa Yumara sebagaimana pengakuan Bharada E.
Menurut Deolipa Yumara, jika akhirnya bicara dimana ada seorang Kadiv Propam bintang dua dan berani membunuh polisi. Maka, bagaimana ke depannya jika tidak ketahuan dan terus menjadi polisi.”Bagaimana coba polisi se Indonesia,” ujarnya.
Menurut Deolipa Yimara, secara kejiwaan mental Richard ya kena. Karena begitu ditembak, darah muncrat, jaraknya cuma 2 meter. “Mungkin dia belum pernah lihat darah ya. Ya gitu kalua lihat darah, jiwa langsung berubah. Aduh, saya gak bisa mikir nih.”
Dikatakan Deolipa Yumaram, semua itu karena situasional. Karena ada perintah dengan hitungan detik. Karena detik tidak bisa membuat orang berfikir jernih. Tapi dia (Bharada E) bisa berfikir jernih kalau tidak bisa menjalankan perintah, bisa saja dia ditembak mati. Dan Richard jadi saksi. Jadi kalau keduanya ditembak mati, tentu saja Sambo bisa membuat cerita, keduanya sama-sama menembak.
“Jadi harusnya lebih mudah seperti itu.”
Jadi, lanjut Deolipa Yumara, kalau dua-duanya mati, dengan membuat cerita rebutan pacaran, itu lebih mudah dan Sambo bilang keduanya baku tembak. Itu lebih mudah sebenarnya. “Tapi ya itulah, Richard tidak mati sehingga ceritanya jadi beda,” tandasnya.