Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sarung Bantal untuk Bapak

Sarung Bantal untuk Bapak



/1/

“15 Juni, langit berkabung mengisyaratkan kehadiran duka dibilik kuasa,

Jiwa-jiwa lama terpekur mengundang riuh para petapa dilobang goa.

Sayup-sayup “Laailaahailallah” diseberang surau mengincar kematian,

Untuk itu, jauhkan dari segala yang gelap walau hanya sebatas lelap.

Mata terkatup rapat saat air mata menganak sungai merupa darah. Manyun di bibirnya serta deru napas senggal mengartikan lalah pada sebuah doa. Bau anyir pada mulutpun mengubah isi kepala seperti wewangian misik di waktu subuh, perlahan-lahan mengais fajar yang merebah di ubun-ubun Bapak.

Tubuh lunglai. Sarung menempel. Kaus kutang apek. Celana dalam robek. Kulit hitam pucat. Kepalan tangan. Dada kembang kempis. Seperti melihat peristiwa yang gusar sengaja diciptakan Tuhan untuk menuai kesepakatan baru. Permintaan umur yang panjang.

Dingin. Deru napasnya menggigil seketika mengobrak-abrik seisi dada. Aku tau, ia tak kuasa melihat raut wajah para manusia yang mengasihaninya dengan mata sembab. Pesakitan itu adalah miliknya, milik ia, milik bapakku. Harapan lebam pada sebuah gelas kosong akan terisi penuh dengan doa-doa keselamatan, kesembuhan, dan kebahagiaan lain yang menanti di ujung penghidupan. Sungguh, itu lebih berarti daripada mulut robek yang memuntahkan cibiran seperti sampah. 

 /2/

    Jendela. Rahasia seperti angin yang menguar dari punggungnya.

Pintu. Kami berpulang mengganti seprei usang dan mencuci bercak darah. Berbalik dan membuka kenop pintu yang berkarat. Sarung bantal terjatuh. Tangis pecah membikin suasana haru dan harapan baru memenuhi isi rumah. Semoga keabadian benar hanya milik yang kuasa dan kami tetaplah sebuah manusia yang berornamen kesedihan. Pemilik senyum langgam jawa. 

Selamat menua Pak. Sarung bantalmu masih tersisa satu. Di almari.

Lumajang, Juni 2020

*Puisi terpilih antologi puisi Harapan oleh Penerbit Jendela Sastra Indonesia 2020

beras