Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Sawala Tajam Perempuan, Lingkungan, dan HAM

Sawala Tajam Perempuan, Lingkungan, dan HAM



Berita Baru, Trenggalek – Pembahasan Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup dalam debat kandidat putaran kedua calon Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) dan Ketua Kopri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berlangsung hangat. Silang pendapat, adu argumen, wawasan, dan intelektualitas mewarnai kegiatan sawala tersebut.

Dua calon Ketua Kopri PKC PMII Jawa Timur itu pun saling bertanya satu sama lain. Kandidat nomor urut 1, Zumrotun Nafisah, menanggapi lebih dulu. Ia membangun pondasi dasar argumentative pertanyaan yang hendak diajukan. Menurutnya PMII dan Kopri sebagai organisasi yang berbasis nilai, salah satunya tertuang dalam Nilai Dasar Pergerakan.

Perempuan yang kerap disapa Icha ini menilai bahwa Environmental Ethics harus selaras dengan Environmental Justice. “Nah Justice yang seperti apakah yang nantinya perlu ditanamkan kepada sahabat-sahabat yang ada di PMII yang khususnya Kopri ?” tanya perempuan Mantan Ketua Kopri PMII Pasuruan. Icha melanjutkan bahwa apakah menanam pohon sebagai manifestasi dari kepedulian terhadap lingkungan.

“Nah Justice yang seperti apakah yang perlu kita tanamkan sebagai bagian dari pembangunan sumber daya manusia,” kata Icha. Sebab ia menilai bahwa pembangunan sumber daya manusia yang unggul itu juga akan berpengaruh terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang terkandung dalam wilayah-wilayah tertentu.

Nur Hidayah menanggapi dengan tegas. Ia melihat bahwa kader-kader Kopri melihat isu-isu lingkungan hidup dan HAM itu penting. Sebab, menurutnya, kerusakan lingkungan itu berdampak serius terhadap perempuan. Nur menilai di titik itu, Kopri PMII Jatim harus hadir untuk menjawab problem-problem tersebut.

Ia juga menyikapi argumentasi Icha tentang penguatan sumber daya manusia. Nur mencontohkan dalam kasus stunting. Menurutnya meningkatnya kasus stunting disebabkan oleh kurangnya gizi sang anak. Itu sebabnya pemenuhan gizi menjadi penting. Namun Nur tak menampik bahwa kekurangan gizi itu merupakan dampak negatif dari kerusakan lingkungan.

“Menjaga keseimbangan ekosistem alam itu adalah menjadi target kita, entah itu mendatangkan pakar pakar terkait yang ahli terhadap bidang pertanian dan segala macam menjadikan nilai tambah ekonomis terhadap perusakan lingkungan terkait masalah pengolahan sampah dan segala macam,” jelas Nur.

Ia pun melempar pertanyaan kepada Icha. Nur mengutip presentasi Icha di sesi pertama, yakni hak asasi manusia itu adalah anugerah Tuhan. Nur menilai sebagai manusia yang menjadi subjek utama menjaga lingkungan hidup dan menjaga keseimbangan alam. Bagi Nur pengrusakan lingkungan itu mesti dilawan. Hanya saja bentuk menolak itu akan berhadap-hadapan dengan kepentingan pemerintah. Nur menanyakan strategi dan pola yang tepat untuk menjaga stabilitas gerakan.

Icha menanggapi bahwa dalam sebuah pendirian negara tentu ada yang namanya sumberdaya. Pembangunan suatu negara itu, kata Icha, dipengaruhi oleh sumber daya manusia. Jika sumber daya manusia sudah diberdayakan dengan baik, maka diharapkan bisa mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam itu juga dengan baik pula.

“Nah ke depan yang nantinya harus kita garisbawahi yang menjadi ikhtiar saya ketika nantinya terpilih menjadi Kopri PKC Jawa Timur yang pertama adalah menyiapkan infrastruktur. Bagaimana infrastruktur ini nantinya melalui rumusan kaderisasi yang tentu kita tahu banyak sekali materi materi ideologisasi yang ada di kaderisasi PMII,” jelas Icha. Icha merefleksikan saat ia menjabat sebagai Ketua Kopri PMII Pasuruan.

Menurutnya ke depan PMII perlu adaptif dan inovatif. Salah satunya merumuskan sebuah materi-materi kaderisasi yang berbasis tematik. Ia berharap ke depan perlu menciptakan perempuan-perempuan yang berani berbicara tentang lingkungan, perempuan-perempuan yang berbicara tentang HAM, tentang geopolitik, tentang pertahanan dan keamanan.

Sehingga saat infrastruktur itu sudah tercapai dan sudah terbentuk, maka ke depan akan fokus pada pemberdayaan advokasi sesuai dengan kearifan lokal. Ia menilai kondisi itu penting agar gerakan-gerakan yang dilakukan tidak absurd. “Tapi juga gerakan-gerakan yang berbasis nilai. Gerakannya juga memiliki nilai-nilai ideologisasi sesuai dengan nilai dasar pergerakan kita,” tegas Icha.

beras