Sesi Kedua Putaran 9 Sekolah Sastra, HISKI Dalami Kajian Sastra Didaktik
Berita Baru, Jakarta – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) kembali gelar Sekolah Sastra putaran ke-9. Acara digelar via Zoom Meeting serta disiarkan secara langsung di kanal Youtube Hiski dan Tribun Network, Sabtu (14/09).
Kegiatan Sekolah Sastra difasilitasi oleh Bantuan Pemerintah untuk Penguatan Komunitas Sastra yang dikelola Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Pada putaran 9 kali ini, topik Sastra Didaktik yang awalnya diisi oleh Prof. Dr. Farida Nugrahani, M.Hum. (HISKI Universitas Veteran Sukoharjo) diganti oleh Prof. Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf, M.Hum sebab ada suatu halangan.
Acara tetap berlangsung dengan moderator yang sama dengan sesi sebelumnya, yakni Dr. Endah Imawati, M.Pd. (Tribun Network).
Acara dibuka langsung oleh Ketua Umum HISKI, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. Novi dengan mengungkapkan hasil kegiatan Sekolah Sastra Minggu lalu bahwa karya sastra selain berfungsi untuk memberikan hiburan bagi pembaca/penikmatnya juga memberi pendidikan atau pesan-pesan moral.
“Kelebihan sastra menunjukkan bahwa pendidikan/pesan-pesan moral yang diberikan tidak menggurui melainkan langsung merasuk dalam sanubari dan memperkaya khasanah batin bagi penikmatnya,” ujarnya.
Novi melanjutkan hasil Sekolah Sastra minggu lalu, bahwa ungkapan kedidaktisan merujuk pada konten atau muatan didaktis yang ada di dalam cerita, misalnya beberapa dimensi pengetahuan, ilmu pengetahuan, atau konten budaya tertentu.
“Mengapa perlu pendekatan didaktis dalam sastra? Pendekatan penting untuk mengurai makna nilai keindahan dan kebermanfaatan didaktis yang terkandung di dalamnya,” terangnya.
Tak hanya itu, Novi juga menjelaskan, ada beberapa pertimbangan dalam pengembangan sastra dan kajian sastra didaktik. Pertama, sastra didaktik memiliki beberapa kemungkinan pemaknaan. Kedua, dari sisi kajiannya.
Ketiga, perkembangan teknologi digital membuka berbagai peluang pengembangan model sastra didaktik dengan memanfaatkan berbagai fitur yang tersedia melalui ruang siber.
“Bagaimana fokus masing-masing kajian atau yang menjadi tren yang berkembang saat ini. Mari kita ikuti pemaparan yang disampaikan oleh Prof. Dr. Farida Nugrahani, M.Hum. dari HISKI Universitas Veteran Sukoharjo.dan Prof. Ali Imron Al-Ma’ruf dari HISKI UMS,” akhirnya.
Acara berlanjut ke pemaparan inti. Ali Imron membawakan presentasi berjudul “Sastra Didaktik”. Di awal presentasi, Imron menjelaskan, drama moralitas adalah drama teater yang banyak menggunakan didaktikisme.
“Drama ini bermula di Eropa Abad Pertengahan, yang berkembang dari penafsiran cerita Alkitab yang dipentaskan, disebut drama misteri,” jelasnya.
Ali Imron menerangkan, oleh karena Sastra Didaktis mempunyai ciri-ciri dan jenis tersendiri, maka ada pendapat bahwa Sastra Didaktis memiliki beberapa tingkatan.
“Mengandung unsur didaktis (ada masalah atau fenomena didaktis), bagian yang mengandung ungkapan didaktis (ada masalah dan ada solusi didaktis), dan desain sastra didaktis (cara pengungkapan dan ungkapannya sangat didaktis),” jelasnya.
Karya sastra, lanjut Ali Imron, terlebih sastra didaktis, dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk meningkatkan pengetahuan, kepekaan pembaca sebagai pengkajian terhadap nilai-nilai kehidupan dan kearifan dalam menghadapi lingkungan, realita kehidupan, dan sikap pendewasaan.
“Dengan demikian, sastra didaktis berpotensi besar sebagai media untuk menyampaikan pendidikan karakter bangsa melalui pembelajaran sastra di samping pengetahuan bidang tertentu,” tambah Ali Imron.
Ali Imron menambahkan, berbeda dengan Sastra Didaktik, sastra dengan muatan didaktik adalah sastra yang mengandung konten didaktik atau pendidikan (pesan moral, hikmah, ajaran spiritual). Artinya, muatan didaktik bukan merupakan unsur utama melainkan sebagai unsur tambahan
“Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa,” pungkasnya.
Selain menjelaskan teori dan definisi Sastra Didaktis, Al-Ma’ruf juga memberikan contoh penerapan nilai didaktis dalam karya sastra dan proses Ekranisasi.
Acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif antara narasumber dan audiens. Sampai akhir acara, Sekolah Sastra kali ini diikuti sekitar 115 peserta di Zoom Meeting dan 50 peserta di akun Youtube.
Sekolah Sastra merupakan salah satu program kegiatan HISKI Pusat untuk meningkatkan kompetensi dan bekal para anggota HISKI yang tersebar dari Aceh hingga Papua.
Sekolah Sastra ini rutin digelar setiap bulan di minggu pertama dan kedua. Sementara itu, untuk minggu ketiga digelar agenda Tukar Tutur Sastra.