Siluet
Kadang aku melihat matahari terbakar di wajahmu
Dan kelopak bunga² layu begitu saja
Tampak duri² yang menjalar di sepasang pipimu
Kadang aku melihat langit cerah yang begitu agung di wajahmu
Awan² putih berarakan dan burung² berkicau
Musim semi tiba dan terbit dari sepasang alismu
Kadang pula aku melihat hujan di wajahmu
Satu persatu gerimis basahi bunga² di sudut bibirmu
Ritmis dan romantis
Kadang aku melihat petang di wajahmu
Bintang² musim tanggal
para pelaut mengangkat jangkar
Menempuh riak gelombang
Hilang dan tenggelam dalam tualang
Kadang aku merasakan kesepian di wajahmu
Terbentuk dari nyanyian dingin di sudut malam
Bunga² sepatu yang berjejer di dinding petang
Lalu sinar lampu perlahan muncul dan tenggelam
Kadang aku melihat mimpiku di wajahmu
Sebuah roman singkat
Yang belum sempat disalin ke meja ketik
Dan berahir disajak ini
Pujon, 31 Juli 2021
Rekam
Kurekam hujan dalam sajak²ku
Kutulis hujan dalam catatan panjang surat²ku untukmu;antara bahasa yang riuh dan rindu yang gemuruh menjadi satu
Kekasih, kau adalah perempuan
Alamat bagi kasrah
Alamat bagi yak layyinah
Bahasa diciptakan untuk menuliskan
Detail² tentang lekuk senyumu itu
Tapi tak pernah persis sama.
Sebentar umur kita akan usai.
Seperti pertemuan yang sebentar
Lalu selesai
Hati menjadikannya tuan
Lalu ingatan memperpanjang perbudakan
Hujan sebentar gemuruh
Dan sajak²ku penuh dengan keramaian
Sebentar hujan tiada
Lalu sajak²ku menemukan jeda
Apakah hujan menemuimu juga?
Atau hanya bahasaku yang mendahului?
Kekasih, kata seorang penyair
Jangan percaya omong kosong dirinya
Sebab penyair tak pernah berbuat apa²
Dia hanya merekam kejadian yang sia²
Tapi tanpanya, yang sia² tidak pernah menemukan makna
Saat hujan reda di hadapan jendela
--Pohon cemara basah dalam diamnya
Bunga² trembesi kuyup di balut sisa² kedinginan yang niscaya--
Aku bertanya² "apakah rindu itu dilahirkan oleh langit yang diasuh manusia?"
4, Maret 2021
Malang
Desember hujan mengguyur di tanah airku
Air rebah di antara ilalang.
Meretas celah-celah tanah dan batuan
Subur makmur
tanah ibuku.
Hujan jatuh dari langit yang muram
darah berkeciprak dari tanah ibundaku sayang
Padi dituai oleh para tuan sekalian
Rakyat bertanya-tanya?
Kami yang tanam
Kenapa kau yang ambil
Kami mau makan, anak² kami lapar. Dapur kami raib: tikus² mencuri pangan
Kembalikan beras² kami
Tuan bersabda
"Kalian harus diam, ini demi pemerataan dan kesejahteraan"
Ini lah tanah ibundaku yang makmur. Kesejahteraan di tegakkan di langit² istana: kelaparan di bumi manusia dibiarkan
Tak ada protes. Berani protes nyawa melayang. "Demi stabilitas dan kesejahteraan"
Begitu lah kata sang Tuan.
Di tanah ibundaku sayang
Tongkat dan peluru jadi tanaman tumbuh menjulang
menjadi ingatan kengerian.
suburuan gemah lipah roh jenawi:
menghasilkan
macam² gaya diksi
Revolusi adalah diksi yang akrab ditemui
Di dinding² toilet, kota² dan di hati para pejuang yang resah.
'98 hujan di seantero negeri
Langit mengguyur tanah kami
dan darah berkiciprak di bumi
'18 Desember
Hujan kembali mengguyur bumi
Darah berkeciprak
Atas nama revolusi
Di ujung timur, sanak saudara kami mengelorakan revolusi
Dari Saudara Sabby kami mendengar
"Serangan kami berlanjut hingga revolusi Total" ujarnya!
Sontak kami terjaga
Mata melelek
Hati bergumam
"Revolusi belum mati di jagad ini"
Nyawa anak² asuhan tuan melayang guyuran hujan dari balik rimba hutan menembus 24 dada aparat
HUJAN PELURU REVOLUSI memusnahkan pasukan pengintai.
Ini lah tanah kami yang subur makmur
Langit muram menghujam dengan hujan
Bumi gemah ripah loh jenawi menumbuhkan revolusi
Catatan singkat memoar Desember
07 Desember 2018
Tags: Berita Baru Berita Baru Jatim Berita Jatim Beritabaru.co jatim.beritabaru.co Puisi