
Sinergi Seni dan Teknologi: Lokakarya HISKI di Palangka Raya Hadirkan Inovasi Pelestarian Budaya
Berita Baru, Palangka Raya — Seusai sesi pertama, dilanjutkan sesi kedua Kamis, (12/06/2025). Lokakarya yang merupakan bagian dari program Dana Indonesiana Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) ini difokuskan pada penciptaan produk kreatif berbasis tradisi lisan dan manuskrip.
Sesi kedua ini dimoderatori oleh Sudartomo Macaryus, M.Hum., menghadirkan narasumber Benny M. Tundan, S.H. (Wakil Ketua II Bidang Riset, Hukum dan Advokasi Dewan Kesenian Palangka Raya) dan Dr. Imam Qalyubi, M.Hum (HISKI Pusat, Akademisi UIN Palangka Raya).
Narasumber pertama, Benny, membawakan presentasi berjudul “Dari Gagasan ke Panggung: Produksi Naskah dan Alih Wahana Sastra”. Ia memaparkan proses penting dari gagasan kreatif hingga pementasan atau penayangan karya sastra. Ditekankan bahwa sebuah cerita, yang bermula dari ide sederhana, dapat diwujudkan menjadi karya yang memukau. Ia menggarisbawahi bahwa setiap individu memiliki imajinasi, namun tidak semua dapat menikmatinya, sehingga proses alih wahana menjadi krusial untuk membawa cerita ke khalayak yang lebih luas.
“Proses pengembangan naskah dimulai dengan identifikasi sumber ide, diikuti dengan pengembangan konsep untuk membentuk ide menjadi gagasan yang solid. Selanjutnya, penentuan tema sentral cerita adalah tahap penting, dan kemudian pengembangan premis yang kuat, yang merupakan kalimat inti menjabarkan keseluruhan cerita, termasuk karakter, konflik, dan kesimpulan. Premis ini menjadi patokan utama bagi penulis untuk menyusun plot tanpa kebingungan,” terangnya.
Setelah premis terbentuk, lanjut Benny, proses berlanjut ke pengembangan alur cerita dan adegan secara rinci. Tahap ini mencakup penciptaan karakter dan dialog yang mendalam. Deskripsi visual juga penting untuk menjelaskan latar dan suasana cerita, serta memberikan petunjuk yang jelas kepada tim produksi untuk memvisualisasikan karya.
Melalui pendekatan ini, Benny menyoroti bagaimana ide-ide sastra dapat ditransformasikan menjadi bentuk-bentuk yang lebih nyata dan dinikmati publik, baik melalui pementasan drama, film, atau adaptasi media lainnya.
“Proses ini tidak hanya tentang menulis, tetapi juga tentang seni merangkai elemen-elemen cerita untuk menciptakan pengalaman yang berkesan bagi penonton,” sambungnya.
Benny menekankan, adaptasi tak hanya mengubah medium dari tulisan ke gerak, visual, dan musik, tetapi juga mengintegrasikan Artificial Intelligence (AI) dengan kearifan leluhur. Tantangannya meliputi menjaga keseimbangan tradisi-inovasi, memvisualisasikan konsep abstrak, dan mengatasi batasan teknis AI.
“Namun, “Rubui Manawang” sukses besar, meraih apresiasi pemerintah dan komunitas seni. Sendratari ini secara inovatif melestarikan budaya lokal, meningkatkan apresiasi seni di Kalimantan Tengah, dan memperkuat kolaborasi,” pungkasnya.

Narasumber kedua, Imam Qalyubi, mempresentasikan materi berjudul “Menjejak Tradisi Tutur dan Manuskrip Lokal Kalimantan Tengah Melalui Ekspresi Budaya Kontemporer”. Qalyubi menyoroti kekayaan tradisi lisan dan manuskrip di Kalimantan Tengah yang melimpah, khususnya dari dua entitas kebudayaan besar, Dayak dan Melayu, yang direpresentasikan dalam konsepsi Ngaju Ngawa dan Ngambu Liwa.
“Meskipun demikian, informasi mengenai khazanah budaya ini belum tersebar luas, tidak sebanding dengan kuantitasnya. Kehadiran media digital telah mengubah cara komunikasi, pembelajaran, dan pemikiran, namun warisan budaya ini perlu diadaptasi agar tetap relevan di era modern. Loka Karya ini bertujuan mengamati, mengevaluasi, menyusun strategi, dan menerapkan alih wahana tradisi lisan dan manuskrip agar selaras dengan perkembangan zaman,” terangnya.
Qalyubi menambahkan, Kalimantan Tengah memiliki potensi besar dalam tradisi lisan dan manuskrip yang belum tergarap optimal, terutama mengingat wilayahnya yang luas dan banyaknya khazanah budaya. Provinsi ini kaya akan tradisi lisan yang tersebar di 11 sungai besar yang menjadi pusat peradaban, dengan 23 bahasa dan belasan dialek yang menyebar melalui jalur sungai.
“Contoh tradisi lisan sungai meliputi Mandi Safar di Mentaya, Festival Batang Arut di Arut, Babukung di Lamandau, serta Karungut di Kapuas Murung,” urainya.
Selain tradisi lisan, lanjut Qalyubi, manuskrip juga menjadi fokus, khususnya di Kotawaringin Barat yang kaya akan budaya Melayu, termasuk pantun, syair, dan cerita rakyat. Akan tetapi, digitalisasi dan distribusi manuskrip masih minim.
“Untuk mengatasi tantangan ini, strategi alih wahana diusulkan melalui berbagai media digital seperti video, animasi, podcast, buku, dan komik edukatif, serta aplikasi budaya lokal. Transformasi ini juga dapat diwujudkan dalam bentuk produk budaya seperti batik Dayak, fasyen, suvenir, serta festival dan pertunjukan teatrikal,” paparnya.

Qalyubi memberikan beberapa contoh implementasi alih wahana yang telah dilakukannya, antara lain adalah antologi folklor “The Curse of Naga and Buaya of Pulau Mintin” dan “Patih Nan Sebatang & Awal Mula Kampung Kudangan di Kalimantan Tengah” yang dialihwahanakan dari lisan ke teks tertulis.
Selain itu, sambung Qalyubi, ada juga pertunjukan drama kolosal “Gugurnya Raja Air Barito” yang merupakan alih wahana dari genre naratif (novel) ke genre dramatik (drama). Alih wahana berbasis digital juga telah dilakukan melalui berbagai platform seperti YouTube dan Instagram oleh kreator seperti Folks of Dayak dan Andrew Kalaweit.
“Upaya ini menunjukkan bahwa ketika cerita lama dikisahkan kembali dengan cara baru, kita bukan hanya menyelamatkan warisan, tapi juga menghidupkan jiwa kolektif sebuah bangsa,” tandasnya.
Lokakarya ini menjadi medium kolaboratif bagi akademisi, peneliti, serta pelaku budaya untuk menggali potensi tradisi lisan dan manuskrip sebagai fondasi dalam penulisan dan penciptaan produk kreatif.
Dengan semangat kolaboratif dan komitmen pelestarian budaya, HISKI berharap lokakarya ini mampu membangun kesadaran kolektif akan pentingnya tradisi sebagai sumber kekuatan kreatif dan berkontribusi nyata bagi pembangunan berkelanjutan.
Acara ini diikuti oleh 30 peserta luring di lokasi, Universitas Palangka Raya, 167 partisipan di Zoom Meeting dan ditonton sebanyak 150 kali secara akumulatif di tayangan Youtube HISKI Pusat, Harian Surya dan Tribun Jatim Official.
