Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Slintat Slintut Penyusunan RTRW Jember, Ada Apa?

Slintat Slintut Penyusunan RTRW Jember, Ada Apa?




oleh: Muhammad Rizal (Sekretaris Eksternal PC PMII Jember)


Salah satu filsuf Yunani Aristoteles menyatakan bahwa, manusia adalah zoon politic. Hal ini berarti bahwa manusia sebagai makhluk sosial selalu memiliki hubungan satu dengan yang lainnya. Sebagai makhluk sosial juga manusia tidak dapat dihindarkan untuk selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).

Dalam hubungan hukum ini, sering kali antara hak dan kewajiban masyarakat satu dengan yang lainnya berbeda. Adanya hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan sebagai subyek hukum. Lebih jauh lagi subjek hukum menurut pakar hukum Fakultas Hukum Universitas Jember Utrecht adalah pendukung hak. Yaitu manusia atau badan yang menurut hukum mempunyai kekuatan untuk menjadi pendukung hak.

Selanjutnya menurut pakar hukum perdata dari UGM Sudikno Mertokusumo, subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Subekti mantan ketua MA 1968-1974 yang menyatakan bahwa, subjek hukum adalah pembawa hak yaitu rakyat.

Namun sisi idealis dari pelaksanaan hukum semakin terpotong dewasa ini. Salah satunya dalam proses pembentukan hukum utamanya dalam lingkup daerah kabupaten/kota, masyarakat sebagai subyek hukum terlewatkan peranannya. Sementara, secara leterlijk posisi masyarakat sebagai subyek hukum memiliki tempat yang mutlak. Artinya, masyarakat sebagai pembentuk dan pelaksana dari produk hukum tersebut dalam hal ini adalah Peraturan Daerah.

Kejadian lancung ini terjadi di Kabupaten Jember. Dimana, saat ini masyarakat ramai memperbincangkan proses revisi dan/atau peninjauan kembali pada Perda Nomor 1 Tahun 2015 Tentang RTRW Jember. Namun proses revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW tersebut dinilai cacat secara procedural. Dimana peran serta masyarakat kecil atau bahkan dihilangkan. Secara jelas, prosedur revisi dan/atau peninjauan kembali telah melampaui apa yang didasarkan dalam aturan Permen ATR/BPN Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, Dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, Dan Rencana Detail Tata Ruang.

Mengenai proses revisi dan/atau peninjauan kembali pada Pasal 35 ayat (1) Revisi RTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5) huruf b, dilaksanakan menggunakan prosedur penyusunan dan penetapan RTR. Dan salah satu unsur dalam prosedur penyusunannya harus melibatkan peran serta masyarakat dalam Pasal 4 huruf b yang berbunyi “pelibatan peran masyarakat dalam penyusunan”.

Lebih lanjut lagi, berdasarkan aturan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah pada Pasal 2 ayat (1) “Masyarakat berhak berpartisipasi dalam penyusunan Peraturan Daerah dan kebijakan daerah yang mengatur dan membebani Masyarakat”. Serta Pasal 2 ayat (2) Peraturan Daerah dan kebijakan daerah yang mengatur dan membebani Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi huruf a rencana tata ruang.

Ketentuan bahwa proses pembuatan kebijakan daerah merupakan hal yang harus diungkap kepada publik (masyarakat secara luas) sesuai dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Yaitu pada Pasal 3 huruf a menyatakan bahwa “menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik”. Yang artinya, Negara memberikan legitimasi secara mutlak serta jaminan bagi warganegaranya untuk mengetahui tentang kebijakan publik termasuk tentang progres penyusunan sebuah Perda, dimana Perda tersebut merupakan dokumen publik.

Temuan, bukti bahwa pemotongan atas keterlibatan masyarakat dan keterbukaan publik
Tidak terbukanya informasi kepada publik dan minimnya peran serta masyarakat dalam proses penyusunan revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW Jember terlihat jelas. Rapat-rapat yang dilakukan pemerintah Kabupaten Jember tentang proses penyusunan RTRW dilaksanakan tertutup. Diskusi penyusunan revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW Jember dilakukan melalui pihak ketiga dalam hal ini pihak konsultan yang ditunjuk Pemkab Jember pada tanggal 22 Oktober 2021. Kemudian, pada tanggal 11 November 2021 dilakukan seminar laporan dan konsultasi publik yang dilaksanakan juga oleh konsultan.

Untuk diketahui, pelibatan pihak ketiga sebagai pelaksana analisis penataan ruang dan wilayah menuju revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW, juga tidak melalui tahapan ideal. Dalam sistem Pemerintah Kabupaten Jember, proses penunjukan langsung atau lelang pengadaan jasa mengenai pihak ketiga yang diberikan kewenangan melakukan proses analisis penataan ruang dan wilayah ini tidak dibuka kepada publik. Artinya saat ditelusuri melalui website LPSE Kabupaten Jember tidak ditemukan kegiatan ini. Sementara setiap kegiatan dan program yang menggunakan APBD wajib tercantum dalam LPSE.

Kegiatan dan program konsultansi penataan ruang dan wilayah menuju revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW melalui pihak ketiga diketahui berjumlah 600 juta. Padahal kegiatan dan program penataan ruang dan wilayah menuju revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW ini berdasarkan fakta-fakta yang ada; tiba-tiba ada konsultan yang ditunjuk, tiba-tiba ada diskusi yang seolah-olah diskusi publik, laporan antara dll. Hal ini kemudian menumbuhkan asumsi bahwa para konsultan tersebut ditunjuk langsung.

Sementara, pasal 1 angka 41 Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menyatakan bahwa; “Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”. Jika Pemkab Jember masih bersikukuh pada proses penunjukan langsung, tindakan tersebut akan bertentangan dengan peraturan yang ada. Tepatnya Pasal 38 ayat 3 Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang berbunyi “Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”. Artinya, jika nilai anggaran yang digunakan untuk jasa konsultansi lebih dari Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), wajib memakai metode tender dan hal tersebut (tender) harus dibuka kepada publik.

Persoalan revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW Jember ini bukan hanya konsumsi segelintir orang. Namun, revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW Jember berakibat luas bagi masyarakat Jember. Sehingga masyarakat berhak dan wajib terlibat. Apalagi, persoalan ini menyangkut hajat hidup masyarakat luas. Namun, hal tersebut sama sekali tidak dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Jember, yang dengan berani mengesampingkan serta tidak mengindahkan aspirasi masyarakatnya.

Langkah ceroboh sekali lagi dilakukan oleh Pemkab Jember. Tiba-tiba keluar pemberitahuan mengenai adanya kegiatan seminar laporan Akhir Penyusunan RTRW. Hal ini sangat menggelikan, karena proses awal penyusunan revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW Jember tanpa partisipasi masyarakat secara luas dan aktif. Dengan adanya seminar Laporan Akhir Penyusunan RTRW bisa dikatakan masyarakat dipaksa untuk mengamini apapun hasil dari penyusunan tersebut. Sehingga hal tersebut tidak ideal karena telah memutus proses dialektika masyarakat atas haknya untuk turut terlibat dalam penyusunan sisi substansial penyusunan revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW Jember.

Undangan Pemerintah Kabupaten Jember pada hari Senin, 22 November 2021 tentang seminar laporan Akhir Penyusunan RTRW tersebut hanya menyisakan ruang terbatas kepada publik. Jadi pertanyaan besar, pertama dimana proses laporan awal penyusunan RTRW Kabupaten Jember.

Kedua, bagaimana posisi masyarakat untuk mendapatkan haknya yaitu mengetahui hasil kegiatan konsultasi diawal. Ketiga, apakah Pemkab Jember terus-menerus abai dan meninggalkan masyarakatnya sendiri. Keempat, akankah persoalan masyarakat Jember secara luas ini hanya jadi bahasan segelintir orang. Kelima, bagaimana revisi dan/atau peninjauan kembali Perda RTRW Jember ini menyelesaikan persoalan substansi bagi masyarakat yaitu keadilan terhadap tata ruang dan kehidupan masyarakat ???.

beras