Tim Riset Universitas Negeri Jakarta Selengarakan FGD “Revitalisasi dan Pewarisan Seni Tradisi Gandrung Berbasis Kearifan Lokal”
Berita Baru, Banyuwangi – FGD berlangsung Sabtu (5 November 2022) bertempat di Rumah Makan Batu Semar Kecamatan Licin Banyuwangi.
Kegiatan dihadiri tim riset Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. dan Sudartomo Macaryus, M.Hum. serta Choliqul Ridho (Sekretaris Disbudpar Banyuwangi), Aekanu Hariyono (budayawan), Purwadi (Pemerhati seni tradisi), Hasan Basri (Ketua DKB), Samsudin Adlawi (Direktur Jawa Pos Radar Banyuwangi), dan Dedy dari Banyuwangi Youth Creative Network (BYVN). Para Gandrung senior yang hadir, Gandrung Siti, Gandrung Darti, Gandrung Mudaiyah, dan Gandrung Sunasih.
Dalam sambutan pembuka, Novi menyampaikan keprihatinannya mengenai jumlah penari Gandrung Terop yang semakin berkurang dan tidak banyak penari muda yang berminat menggantikan. Oleh karena itu, ia bermaksud merevitalisasi gandrung melalui pewarisan dan pengembangan industri kreatif.
Banyuwangi telah berpengalaman menyelenggarakan pelatihan Gandrung profesional pada masa Bupati Samsul Hadi. Kebijakan dilanjutkan pada masa Bupati Ratna Ani Lestari yang fokus pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Pelatihan ini menargetkan lahirnya gandrung-gandrung profesional yang berasal dari kalangan muda Banyuwangi dan mendapat dukungan dari keluarga, negara, masyarakat, pengusaha, dan akademisi,” ujar Novi.
Pada FGD sebelumnya, 15 Agustus 2022 telah disepakati, model pelatihan yang diterapkan adalah dengan cara nyantrik kepada Gandrung senior selama tiga bulan.
“Pelatihan diakhiri dengan target pentas gandrung terop sekitar bulan Mei atau Juni,” lanjut Novi.
Paparan selanjutnya, disampaikan Choliqul Ridho yang menyambut baik pelatihan gandrung profesional dengan cara nyantrik.
“Tahun ini ada mata acara “Festival Gandrung Terop” yang akan berlangsung 13 Desember 2022, dengan menggelar pertunjukan gandrung profesional,” ujar Ridho.
Ridho menyampaikan untuk tahun 2023 akan dijadwalkan “Festival Gandrung Terop” pada bulan Mei atau Juni, sebagai ajang untuk menyosialisasikan dan mempromosikan hasil pewarisan dan pelatihan dari riset ini.
Dedy yang tergabung dalam BYCN menyampaikan bahwa Banyuwangi pernah memprogramkan kegiatan “Maestro Mengajar” yang melibatkan peserta dari Kecamatan Wongsorejo, Kabat, Muncar, dan Singojuruh sebagai salah satu realisasi dari upaya pemertahanan kebudayaan seperti yang diamanatkan UU nomor 5/2017.
“Untuk kontinyuitas program, ada baiknya para peserta pelatihan ini direkrut dari siswa hasil “Maestro Mengajar” dari 4 Kecamatan, misalnya masing-masing 2 peserta,” ujar Dedy.
Aekanu Hariyono yang telah mendampingi berbagai kegiatan budaya menyampaikan bahwa seni tradisi gandrung terus berkembang sejalan dengan kepedulian dan kepiawaian para gandrung senior ditunjukkan dengan kesanggupannya menjadi pengajar di sanggar mereka masing-masing.
“Mak Temu, sempat memukau penari kreatif Didik Nini Thowok, saat berlangsung kegiatan Maestro Mengajar Nusantra,” ujar Aekanu.
Fenomena tersebut menjadi salah satu jaminan bahwa bila dipercaya, mereka akan menghasilkan gandrung terop muda yang berkualitas.
Selanjutnya Purwadi yang menaruh perhatian besar terhadap permasalahan seni budaya di Banyuwangi dan sekaligus sebagai pelaku seni budaya menjelaskan maksud penelitian dengan target dihasilkannya gandrung profesional kepada para Gandrung senior.
Penjelasan tersebut dapat dipahami dan para gandrung senior memiliki pemahaman dan kesanggupan merealisasi harapan, yaitu melahirkan gandrung rofesional baru dengan cara mengader penari muda.
“Model pelatihan ini menjadikan Gandrung senior yang menjadi gurunya merasa bangga bila muridnya berkibar,” ujar Purwadi.
Para gandrung yang hadir dalam FGD mengisahkan perjuangan dan keinginan kerasnya berprofesi sebagai penari gandrung. Dalam hal pewarisan, mereka memiliki naluri melatih dan keikhlasan untuk meluangkan waktu dan tenaga guna mewariskan profesinya kepada penari-penari muda.
Hasan Basri sebagai ketua DKB sepakat dengan target pelatihan untuk melahirkan gandrung profesional baru. Akan tetapi, mengingat ekosistem seni gandrung juga ada panjak dan penonton, kiranya semua unsur ekosistem gandrung tersebut perlu mendapat perhatian.
Samsudin melihat peluang pelatihan gandrung ini berpotensi sebagai sumber inspirasi melakukan inovasi utamanya dalam pengembangan industri kreatif berbasis seni tradisi gandrung dan teoknologi digital.
Ajakan menghidupi gandrung ini ada baiknya dikemas dalam satu wadah yang menarik dan menjadi gerakan khas, misalnya dengan tagline “Ayo Gandrungan!” untuk menarik minat penonton milenial.