Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tips Selesaikan Konflik dalam Fiqih
Dok. Foto : NU Online

Tips Selesaikan Konflik dalam Fiqih



Berita Baru, Surabaya – Dalam kehidupan tentu setiap orang diiringi perseteruan,  konflik, dan perselisihan yang mana hal tersebut menyebabkan perpecahan jika tidak ada jalan tengah sebagai solusinya. Penyelesaian dari permasalahan ini disebut rekonsiliasi yang dalam fiqih dikenal dengan istilah akad suluh.

Dalam kitab Fathul Qarib dijelaskan bahwa:

‎وَهُوَ لُغَةً قَطْعُ الْمُنَازَعَةِ وَشَرْعًا عَقْدٌ يَحْصُلُ بِهِ قَطْعُهَا

Artinya: Suluh secara bahasa menyelesaikan perselisihan. Sedangkan secara terminologi artinya sebuah akad yang menjadi bagian penyelesaian masalah.

Dalam akad suluh diharuskan terdapat pengakuan dari pihak yang tertuduh,  bahwa ia mengakui apa yang dituduhkan.

Akad suluh dilakukan pada wilayah materi berupa harta. Materi juga dapat diartikan sebagai persoalan tanggungan. Misalnya orang dari keluarga yang dibunuh tidak menuntut qishash akan tetapi menuntut harta, maka harta tanggungan tersebut dapat dilakukan akad suluh. Jika penggunaan suluh diganti dengan kata “saya beli”, maka akad suluh tersebut tidak sah.

Akad suluh dalam kitab Fathul Qarib terdapat 2 bagian, yakni:

  1. Suluh Ibra’ artinya membebaskan sebagian dari harta yang seharusnya ditanggung, misal seorang pembunuh yang memiliki tanggungan sejumlah 100.000.000 kepada keluarga yang terbunuh,  keluarga yang terbunuh meminta untuk membayar setengah atau sebagian sebesar 50.000.000, maka hal ini diperbolehkan karena dengan dasar (بعض/ sebagian saja). 
     
  2. Suluh Mu’awadhah artinya mengganti tanggungan dengan sesuatu yang lain. Suluh ini berlaku hukumnya seperti hukum jual beli.

Dalam suluh mu’awadhah ini ketentuan barang sama seperti halnya barang yang dijual, seperti tidak boleh ada aib,  namun ketika ada aib, boleh ditukar, Orang yang melakukan suluh adalah orang yang berhak mentasarufkan hartanya.

Contoh akad suluh, misalnya terdapat jalan tembus yang mengeluarkan bagian seperti kayu, jendela yang di atas dinding. Maka hal ini perlu diperkirakan agar sekiranya daun jendela tersebut tidak mengganggu pengguna jalan yang melintas.
 
Di antara pengguna jalan dan yang memiliki hak diperbolehkan memiliki kesepakatan (suluh) untuk mengeluarkan pintu jendelanya ke jalan berdasarkan izinnya. Jika hal terebut diizinkan maka tidak masalah.

Sedangkan jika jalannya adalah buntu, maka boleh mengeluarkan pintu jendelanya menjorok ke kanan atau ke depan, tidak boleh menjorok ke kiri maupun ke belakang. 

beras