Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Tuai Polemik, RKUHP Bentuk Superioritas Pemerintah terhadap Masyarakat
(Keterangan Foto: Ketua DPC GMNI Jombang, Kelvin Arisudin)

Tuai Polemik, RKUHP Bentuk Superioritas Pemerintah terhadap Masyarakat



Berita Baru, Jombang – Menyikapi terkait Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) Pengurus Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Jombang buka suara. GMNI Jombang tidak ingin proses pembahasan RKHUP ini minim partisipasi dari masyarakat.

Oleh karenanya, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) didorong untuk membuka kran partisipasi semua elemen masyarakat pada pembahasan RKHUP.

“Perlu adanya transparansi kepada masyarakat. Kami sudah melakukan penolakan yang demonya berjilid-jilid hingga akhirnya pengesahan RKUHP ditunda,” kata Ketua GMNI Jombang, Kelvin Arisudin, Selasa sore (09/08).

Pihaknya tidak ingin proses pembuatan undang-undang yang minim partisipasi masyarakat, DPR harus mengajak semua elemen masyarakat, karena ini negara demokrasi.

Sehingga , ia meminta keterbukaan dari dewan, Secara formal, Pasal 96 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan telah memberikan jaminan bagi warga negara untuk terlibat dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan di legislatif.

Namun demikian, political will DPR merupakan kunci penting terwujudnya partisipasi dalam proses penyusunan perundang-undangan. Apabila DPR membuka kunci partisipasi ini, maka partisipasi warga negara bukan suatu hal yang tidak mungkin.

“Jika tetap disahkan dengan proses yang minim partisipan dan tidak ada keterlibatan masyarakat maka ini bisa dikatakan produk superioritas dari pemerintah. ” tambahnya.

Terkait RKHUP ini lanjut dia, pihaknya juga telah melakukan kajian-kajian pasal-pasal di dalam RKUHP. Di antaranya yakni tentang pasal penghinaan terhadap pemerintah.

Kelvin arisudin menilai, jika pasal tersebut nantinya masih bisa menjadi pasal karet seperti halnya UU ITE, mahasiswa bakal melakukan perlawanan.

“Yang paling memberatkan, soal kebebasan berpendapat. Padahal hak berpendapat adalah sesuatu yang fundamental dari implementasi HAM,” tegasnya.

Kelvin arisudin juga menilai, pembahasan RKHUP tidak tepat dilakukan pada tahun-tahun politik menjelang Pemilu 2024 seperti saat ini.

“Idealnya dibahas setelah Pemilu,” pungkasnya.

beras