UGM Gelar Pidato Kesusastraan 2024: Sastra sebagai Representasi Sejarah dan Realitas Sosial
Berita Baru, Yogyakarta – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) bekerja sama dengan HISKI Komisariat Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Pidato Kesusastraan 2024 dengan tema “Sastra, Sejarah, dan Realitas Sosial”. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Ruang 709, Gedung Soegondo, Fakultas Ilmu Budaya, UGM, dan menghadirkan sejumlah pakar terkemuka dalam bidang kesusastraan.
Acara dibuka dengan pengantar oleh pewara, Heru Marwata, M.Hum., dilanjutkan menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, doa, dan sambutan-sambutan. Sambutan pertama disampaikan Ketua HISKI Komisariat UGM, Dr. Sudibyo, M.Hum.
Sudibyo mengatakan, setelah penerbitan kwartet Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, penulisan karya sastra dengan latar sejarah semakin berkembang.
“Tanpa referensi sejarah, pembaca mungkin akan kesulitan memahami sebuah karya sastra secara utuh. Sebut saja Kura-kura Berjanggut (2018) karya Azhari Ayub. Akan kurang menarik jika penulis tidak menyertakan konteks sejarah Aceh dan kolonialisme pra-VOC,” terangnya.
Meskipun tidak ada tuntutan untuk memverifikasi data sejarah yang digunakan, lanjut Sudibyo, tak terelakkan jika sesekali muncul pertanyaan kritis tentang kemiripan-kemiripan dan konteks karya sastra.
“Pernyataan bahwa perbedaan sastra dan sejarah terletak pada keharusan verifikasi ‒ seperti yang pernah disampaikan Prof Kuntowijoyo ‒ perlahan kemudian menjadi kabur. Sebab ternyata sastra kadang-kadang perlu sekali untuk diverifikasi, terutama karya-karya sastra yang agak ‘kacau’,” tegasnya.
Sambutan kedua disampaikan oleh Ketua Umum HISKI Pusat, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. Novi menyampaikan capaian-capaian dari kegiatan HISKI yang telah terselenggara, yaitu Sekolah Sastra, Tukar Tutur Sastra, peluncuran buku Sastra Horor, HISKI Bersama Komunitas, Merespons Program “Sastra Masuk Kurikulum”, Penulisan buku Seratus Tahun A.A. Navis, kerja sama Dana Indonesiana, dan KIK XXXIII di Palembang. Berita yang juga menggembirakan adalah HISKI mendapatkan kembali tempat untuk sekretariat di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan.
Novi menjelaskan tema “Sastra, Sejarah, dan Realitas Sosial” menjadi fokus pembahasan karena kedekatan sastra dengan sejarah telah disadari dan menjadi permasalahan sejak zaman klasik, menjadi refleksi, dan kontemplasi para filsuf kenamaan dunia, seperti Aristoteles.
“Dinamika selanjutnya, saat ini, yaitu adanya pengembangan industri kreatif dan inovatif berbasis sastra. Hal tersebut kembali mengaitkan antara sastra dengan realitas,” ujar Novi.
Acara dilanjutkan penyerahan buku 100 Tahun A.A. Navis oleh Ketua Umum HISKI Pusat kepada Dekan FIB UGM, Prof. Dr. Setiadi, M.Si., sebagai tuan rumah. Selanjutnya, Setiadi menyampaikan bahwa tradisi keilmuan yang sangat baik ini harus diteruskan.
“Semoga departemen lain juga ada refleksi akhir tahun seperti ini. Yang menjadi penting adalah apa yang telah dihasilkan,” terangnya.
Agenda dilanjutkan pada acara inti, pidato utama disampaikan oleh Prof. Dr. Faruk, S.U., akademisi UGM yang dikenal luas atas kontribusinya dalam kajian sastra dan budaya dengan judul “Sastra, Sejarah dan Realitas”. Dalam pidatonya, Prof. Faruk membahas bagaimana karya sastra merefleksikan perjalanan sejarah sekaligus menjadi medium untuk memahami dinamika sosial kontemporer.
“Perkembangan konsep mengenai realitas memengaruhi hubungan antara sastra dengan sejarah, sejak zaman klasik hingga sekarang. Sastra dan sejarah terkadang menjadi terpisah, terkadang dianggap bertumpang-tindih,” urainya dalam salah satu paragraf pidatonya.
Faruk melanjutkan, konsep mengenai kenyataan mutakhir yang menghapuskan perbedaan antara keduanya, membuatnya bertumpang-tindih, sebagai wacana subjektif yang saling bertalian, baik secara positif maupun negatif.
“Karya-karya sastra merupakan aktualisasi dari konvergensi dan divergensi antara keduanya,” pungkasnya.
Diskusi ini diperkaya oleh pembahas Prof. Diah Ariani Arimbi, M.A., Ph.D., dari Universitas Airlangga, dengan moderator Dr. Cahyaningrum Dewojati, M.Hum.
Diah menerangkan bahwa sejarah adalah studi tentang peristiwa masa lalu, sedangkan realitas merujuk pada apa yang terjadi di masa kini. Sama seperti sejarah memengaruhi realitas, realitas juga memengaruhi sejarah dengan membantu membentuk peristiwa dunia.
“Semua dinamika tersebut direpresentasikan dalam sastra. Sastra, realitas, dan sejarah memiliki keterkaitan yang erat, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiganya adalah satu kesatuan,” ujar Diah.
Sebagai seorang pemerhati gender, terutama kajian perempuan, lanjut Diah, bagaimana masa sekarang melihat masa lalu menjadi sangat penting, termasuk juga dalam perspektif kritik sastra feminis.
“Kritik sastra feminis memang tidak seperti kritik sastra lainnya karena bersifat multidisipliner dan erat kaitannya dengan kondisi sosial, budaya, politik dan sejarah yang ada. Akan tetapi, seperti gerakan perempuan lainnya, kritik ini juga bertujuan melihat bagaimana aturan dan kungkungan patriarchal ada dalam dunia imajinasi yang dibuat pengarang,” paparnya.
Sebagai informasi, Pidato Kesusastraan merupakan agenda tahunan yang diinisiasi Novi Anoegrajekti, Ketua Umum HISKI periode 2023‒2027. Hingga saat ini, Pidato Kesusastraan telah digelar dua kali: pada 21 Desember 2023 oleh Martin Suryajaya dengan judul “Digital dan Masa Depan Sastra Indonesia” di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, dan tahun ini, 23 Desember 2024 oleh Prof. Dr. Faruk, S.U.
Acara yang digelar secara hybrid tersebut diikuti 90 peserta luring, 208 audiens melalui Zoom Meeting, dan ditonton sebanyak 220 kali sejak berita ini dirilis. Kegiatan juga dihadiri Dewan Pakar HISKI, Dewan Etik, Pengurus Pusat, Ketua HISKI Komisariat dari berbagai universitas/komisariat, serta para akademisi dan mahasiswa. Dalam sesi diskusi, peserta berinteraksi aktif, membahas isu-isu strategis terkait pengembangan kajian sastra di Indonesia.
Pidato Kesusastraan 2024 tidak hanya menjadi wadah bertukar gagasan, tetapi juga menunjukkan komitmen HISKI dalam memajukan studi sastra di Indonesia. Dengan tema yang relevan dan pembahasan yang mendalam, acara ini berkontribusi signifikan terhadap perkembangan kesusastraan nasional.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, HISKI juga menggelar bincang-bincang antara Ketua Umum HISKI, Ketua dan anggota HISKI Komisariat, dan panitia untuk mempererat kolaborasi lintas institusi dan program HISKI ke depan.