Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ilustrasi tv digital

Ujian Janji Manis TV Digital Era Jokowi di 2022



Berita Baru, Jakarta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) secara gamblang telah berani menghitung mundur suntik mati TV analog atau analog switch off (ASO) usai RUU Cipta Kerja Omnibus Law disahkan DPR RI.

Seluruh siaran analog di Indonesia akan dimatikan dalam waktu 2 tahun ke depan sesuai dalam ayat 2 pasal 60 ketika Presiden Joko Widodo menandatangani Omnibus Law.

Meski terlambat dibandingkan negara lain bahkan negara di ASEAN, siaran digital ini akan mendukung perkembangan ekonomi digital karena membebaskan berbagai frekuensi yang bisa digunakan untuk kepentingan ekonomi digital.

Singkatnya, kecepatan internet juga semakin cepat karena pembebasan frekuensi yang dipakai boros oleh TV analog. Dengan siaran digital, masyarakat tak perlu lagi khawatir dengan daerah blank spot atau sinyal siaran lemah yang membuat gambar menjadi buruk dan berbayang.

Televisi digital terus menyiarkan gambar dan suara dengan jernih selama televisi digital menerima sinyal Gambar akan terus bagus sampai pada titik di mana sinyal tidak dapat diterima lagi, di sini gambar dan suara tidak akan muncul.

Di sisi lain, masyarakat yang masih menggunakan TV analog membutuhkan alat bantu bernama set top box (STB). STB adalah alat penerima siaran televisi digital yang dapat dikoneksikan ke pesawat televisi lama.

Sementara itu TV digital juga harus didukung oleh Digital Video Broadcasting – Terrestrial second generation (DVB-T2) yang merupakan pengembangan dari standar digital DVB-T yang sebelumnya ditetapkan pada tahun 2007.

Muncul pertanyaan apakah masyarakat yang tergolong tak mampu akan membeli STB atau beralih ke TV digital demi pemerataan penerapan TV digital.

Pengamat TIK, Hasnil Fajri mengatakan untuk mendukung penerapan ini, pemerintah akan menyediakan 6,7 juta STB bagi warga miskin.

“Infonya memang Ada 6,7 Juta STB untuk Rumah tangga / Keluarga tidak mampu yang akan diberikan oleh Pemerintah yang masih menggunakan TV analog,” kata Hasnil (di kutip dari CNNIndonesia.com), Jumat (23/10).

Pengamat TIK lainnya, Nonot Harsono meminta agar pemerintah terlebih dahulu mendata atau melakukan survey warga kurang mampu yang membutuhkan STB atau langsung mengganti TV analog.

Dari segi transisi ke TV digital maupun STB, seluruh toko elektronik sudah siap mendukung penerapan TV digital. Jadi tidak perlu khawatir minimnya pasokan TV digital atau STB ketika TV analog dimatikan sepenuhnya.

Nonot melihat seluruh toko elektronik sudah hampir satu dekade hanya menjual TV digital seperti , tak lagi TV analog. Namun, Nonot mengatakan pemerintah harus fokus ke masyarakat yang masih menggunakan TV analog sehingga membutuhkan STB.

“Perangkat pemancar Digital sudah lama siap; pesawat TV digital di toko-toko elektronik juga sudah siap,” tutur Nonot.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio menyatakan Komisi I DPR bersama KPI pusat meminta STB agar didistribusikan secara merata.

Pengadaan STB ini penting karena hak warga menerima informasi akan dilanggar apabila ada warga yang tak bisa mengakses siaran TV digital, sementara TV analog telah diputus total.

Sebab berdasarkan pasal 28 ayat f UUD 1945, informasi adalah hak warga negara. Jadi karena itu adalah hak, maka negara berkewajiban mengirimkan informasi itu kepada warga.

“Kalau ada pemutusan siaran analog maka TV yang masih tabung dan analog tidak akan dapat menerima informasi. Artinya ada hak-hak warga tidak terpenuhi,” ujar Agung.

Lebih lanjut, Hasnil mengatakan yakin dengan kesiapan pemerintah dan para penyelenggara siaran televisi dalam penyelenggaraan TV digital. Hasnil mengatakan migrasi ini telah dicanangkan sejak 2004 silam.

Akan tetapi, penerapan ini berlarut-larut dan mentok di sektor legislasi. Padahal baik pemerintah dan media televisi telah siap untuk melakukan migrasi digital.

Kendala dalam sektor legislasi ini bisa terselesaikan dengan pengesahan UU Omnibus Law.

“TV digital hanya memang semua menunggu Revisi UU Penyiaran yang sudah lama tidak rampung-rampung karena tarik ulur sebab adanya kepentingan banyak pihak, yang pada akhirnya dimasukkan ke dalam Omnibus Law,” kata Hasnil

Hasnil yakin pembangunan infrastruktur TV digital di 22 provinsi bisa berjalan dengan lancar dalam waktu 2 tahun. Pembangunan di 22 Provinsi ini dilakukan karena belum ada partisipasi dari swasta

Sebelumnya pada Januari 2020, pemerintah telah menjalankan proses simulcast atau siaran bersama antara digital dan analog di 12 provinsi di Indonesia.

Kedua belas provinsi ini adalah Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Banten, Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

Kementerian Komunikasi dan Informatika menargetkan penyiaran televisi terrestrial secara simulcast atau analog dan digital bersamaan dapat terlaksana di seluruh Indonesia paling lambat di tahun 2021.

“Tenggat waktu 2 tahun yang diberikan bagi TV Broadcaster untuk migrasi dari penyiaran TV terestrial, dari Teknologi analog ke teknologi digital dan Analog Switch Off (ASO) lebih dari cukup,” ujar Hasnil.

Hasnil juga menyinggung, dalam roadmap implementasi penyiaran televisi digital, pemerintah merencanakan bahwa tahun 2018 akan dilakukan ASO secara nasional.

Hasnil mengatakan nantinya pemerintah jua akan menyiapkan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden turunan dari Omnibus Law yang akan mengakur ketentuan teknis pelaksanaan ASO.

“Saya yakin pembangunan Infrastruktur di 22 provinsi yang belum terdapat Penyiaran TV Digital Ini akan rampung tahun 2022 atau 2 tahun sejak UU Omnibus Law diundangkan,” kata Hasnil.

Dihubungi terpisah, Pengamat TIK dari ICT Institute Heru Sutadi mengingatkan pemerintah harus mempersiapkan skema multiplexer (mux) untuk penguasaan frekuensi TV digital, apakah akan digunakan single mux atau multi mux.

Mux dapat memancarkan enam hingga delapan kanal sekaligus dengan lebar pita yang sama dengan satu kanal TV analog. Hal ini membuat spektrum radio lebih efisien.

Dengan single mux, penyelenggara mux nanti memancarkan sinyal frekuensi TV nya. Sementara lembaga penyiaran tinggal menyambungkan kabel ke penyedia mux untuk dapat menyiarkan programnya.

Tentu si lembaga penyiaran ini akan membayarkan upah penggunaan mux ke penyelenggara mux. Dalam konteks demokrasi, single mux yang membutuhkan operator tunggal milik negara seperti TVRI atau Badan Layanan Umum (BLU) bakal punya wewenang yang luas.

Potensi penyalahgunaan atau intervensi negara ke operator tunggal ini yang jadi ketakutan dari sistem ini. Single mux nantinya akan ada satu regulator untuk semua stasiun tv sehingga unit-unit transmisi milik tv swasta yang ada di berbagai kota akan hilang hingga tutup.

Sementara model multi mux adalah penguasaan frekuensi dipegang oleh banyak pemegang lisensi, meliputi perusahaan-perusahaan penyiaran swasta dan pihak pemerintah.

“Multi mux atau jika penyelenggara multiplexernya banyak,” ujar,” kata Heru.

beras