
Ulas Penelitian Sastra Lokal dan Cerita Rakyat, HISKI Gelar Tukar Tutur Sastra ke-15
Berita Baru, Jakarta – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) usai gelar Tukar Tutur Sastra edisi ke-15 pada Sabtu, (24/05/2025), melalui Zoom Meeting serta disiarkan secara langsung di kanal Youtube HISKI dan Tribun Network.
Acara yang berlangsung dari pukul 10.00 hingga 12.00 WIB ini dimoderatori Dr. Endah Imawati, M.Pd, dan memghadirkan tiga narasumber: Dr. Venus Khasanah, M.Pd. (HISKI Universitas Negeri Jakarta), Nurul Ludfia Rochmah, M.Pd. (HISKI Komisariat Banyuwangi), dan Alifiah Nurachmana, S.S., M.Pd. (HISKI Komisariat Kalimantan Tengah).
Sebelum paparan ketiga narasumber, acara dibuka dengan sambutan pengurus HISKI Pusat, Dr. Ari Ambarwati, M.Pd. Dalam sambutannya, Ari menekankan bahwa terselenggaranya Tukar Tutur Sastra ke-15 menjadi bukti HISKI terus berupaya menyediakan ruang diskursus dengan isu-isu mutakhir di bidang yang relevan dengan kesusastraan.
“Ada tiga narasumber yang membahas tema seputar kesusastraan dan topik-topik yang beragam. Saya kira acara pada hari ini sangat relevan dengan kerja HISKI mengenai kesusastraan. Selama ini HISKI sudah mencoba mengakomodasi berbagai topik di tanah air dan bidang kesusastraan yang bersifat interdisipliner dan multidisipliner,” ujarnya.

Dengan berbagai topik yang dibicarakan, lanjut Ari, menjadikan HISKI menjadi terus berperan penting dalam kancah pengajian kesusastraan dan juga hal-hal yang berkaitan dengannya.
“Kami mewakili pengurus HISKI, berterima kasih. Semoga acaranya dapat membawa manfaat bagi kita semua,” harapnya.
Buhun, Huma Betang, dan Mocoan Qosidah Burdah
Narasumber pertama, Venus Khasanah membawakan materi “Pantun Sunda Buhun sebagai Objek Kajian Penelitian Sastra”. Dalam presentasinya, Venus menyoroti nilai-nilai lokal yang terkandung dalam pantun tradisional serta bagaimana pelestariannya yang memperkaya khazanah akademik dan budaya.
“Pantun Sunda Buhun merupakan salah satu bentuk sastra lisan Nusantara yang kaya akan nilai kultural, spiritual, hingga ekologis. Berbeda dari pantun Melayu yang berbentuk kuatrain, Pantun Sunda Buhun tampil dalam bentuk narasi panjang yang biasanya dilantunkan dengan iringan kecapi lisung, sebuah tradisi yang kini telah punah,” urainya.
Venus mengatakan bahwa dengan pendekatan stilistika, keindahan dan kedalaman nilai dalam Pantun Buhun dapat diuraikan secara lebih rinci dan sistematis.
“Pantun Sunda Buhun berpotensi besar sebagai objek kajian sastra dan sebagai instrumen edukatif dalam memperkuat nilai-nilai lokal, ekologis, dan spiritual dalam masyarakat modern,” bebernya.

Berlanjut ke narasumber kedua, Alifiah Nurachmana,, membawakan materi berjudul “Representasi Filosofi Huma Betang pada Cerita Rakyat Kalimantan Tengah di Era Digital”.
Alfiah menerangkan, Huma Betang adalah rumah adat suku Dayak Kalimantan Tengah yang melambangkan kehidupan bersama, kesetaraan, dan musyawarah. Rumah panjang ini tak hanya fungsional, tapi juga sarat nilai seperti hampahari (persaudaraan) dan handep (tolong-menolong).
“Nilai-nilai Huma Betang hidup dalam cerita rakyat Kalimantan Tengah, seperti kisah Asal Usul Pulau Nusa. Dalam cerita ini, tercermin semangat gotong royong dan mufakat yang menjadi inti filosofi masyarakat Dayak,” katanya.
Kini, tambah Alfiah, cerita-cerita rakyat tersebut mulai dikemas dalam bentuk film animasi untuk media pembelajaran. Upaya ini membantu pelestarian budaya sekaligus membuat generasi muda lebih mudah memahami nilai-nilai lokal.
“Filosofi Huma Betang menjadi penting sebagai fondasi pendidikan karakter. Dengan dukungan teknologi digital, kearifan lokal Dayak berpeluang terus hidup dan relevan di era modern,” pungkasnya.

Narasumber ketiga, Nurul Ludfia yang membawakan paparan berjudul “Mengenal Mocoan Gambrung Mondoluko Banyuwangi, Tantangan dan Peluang Revitalisasinya”.
“Mocoan Qosidah Burdah (MQB) merupakan seni vokal religius khas Mondoluko, Banyuwangi, yang memadukan syair dari kitab Barzanji dengan cengkok khas gandrungan atau laik-laik. Tradisi ini dulunya rutin dilantunkan dalam forum keagamaan dan sosial, namun kini hanya tersisa sedikit pelaku dan jarang dipentaskan,” terangnya.
Ludfia melanjutkan, MQB menjadi media penghayatan spiritual sekaligus hiburan rakyat. Namun, pelestariannya menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal regenerasi.
“Mayoritas pelaku MQB saat ini adalah generasi senior berusia 50 tahun ke atas, sementara minat generasi muda masih sangat rendah. Kurangnya metode pembelajaran yang relevan, dominasi pelaku senior, dan ‘budaya segan’ membuat generasi muda enggan terlibat secara aktif,” tambahnya.
Pelestarian MQB, lanjut Ludfia, kombinasi antara tradisi dan inovasi. Tanpa terobosan digital, pelatihan yang adaptif, dan partisipasi generasi muda, MQB berisiko kehilangan relevansi dan terputus dari akar budayanya.
Seusai pemaparan narasumber, acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif antara audiens dengan narasumber yang dipandu oleh moderator. Sampai akhir acara, webinar ini diikuti oleh 210 peserta dan ditonton sebanyak 350 kali di kanal Youtube HISKI dan Tribun Jatim secara akumulatif.
Sebagai informasi tambahan, acara Tukar Tutur Sastra ke-15 kali ini merupakan agenda HISKI Pusat yang dinakhodai oleh Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. Di sepanjang tahun 2024, Tukar Tutur Sastra terselenggara setiap bulan sekali pada minggu ketiga. Di tahun 2025, Tukar Tutur Sastra diselenggarakan dua bulan sekali.
Melalui program Tukar Tutur Sastra, HISKI terus berkomitmen membuka ruang diskusi ilmiah dan publik untuk mendalami keberagaman serta kekayaan sastra daerah. Diskusi ini menjadi wadah bertukar gagasan antarakademisi dengan pegiat sastra dan memperkuat narasi kebudayaan Indonesia yang berakar kuat namun adaptif terhadap perkembangan zaman.
