UMK Jawa Timur 2022, Surabaya Tertinggi dan Sampang Terendah
Berita Baru, Surabaya – Upah minimum Indonesia di setiap daerah berbeda-beda. Perjalanan waktu yang menyangkut metode penghitungan upah minimum atau kebijakan penentuan upah minimum mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Hal tersebut berdasarkan Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), berubah menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dan terakhir menjadi Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Penentuan upah tersebut berdasarkan Permenkertrans No 7 Tahun 2003 dan keputusan Mentri Tenaga Kerja No 13 Tahun 2012 tentang komponen dan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak. Angka upah minimum didapatkan pada saat survei hidup layak.
Upah minimum di tingkat Provinsi ataupun Kabupaten atau Kota setiap tahunnya ditentukan oleh Dewan Pengupah yang hasilnya akan direkomendasikan ke Gubernur untuk di tetapkannya upah minimum di setiap daerah. Terdapat beberapa Anggota Dewan Pengupah di antaranya, pemerintah, serikat buruh atau pekerja dan pengusaha.
Di Jawa Timur sendiri upah minimum di tiap-tiap Kabupaten atau Kota berbeda. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur telah menetapkan upah minimum tahun 2022 di 38 Kota atau Kabupaten. Hal itu terdapat di dalam keputusan No. 188/803/KPTS/013/2021 yang akan berlaku 1 Januari mendatang.
Dari keputusan tersebut tercatat UMK Kabupaten Sampang terendah sedangkan Surabaya masih tertingi di Jawa Timur.
Berikut daftar besaran UMK di 38 Kabupaten dan Kota Jawa Timur 2022 :
- Kota Surabaya: Rp 4.375.479,19
- Kabupaten Gresik: Rp 4.372.030,51
- Kabupaten Sidoarjo: Rp 4.368.581,85
- Kabupaten Pasuruan: Rp 4.365.133,19
- Kabupaten Mojokerto: Rp 4.354.787,17
- Kabupaten Malang: Rp 3.068.275,36
- Kota Malang: Rp 2.994.143,98
- Kota Pasuruan: Rp 2.838.837,64
- Kota Batu: Rp 2.830.367,09
- Kabupaten Jombang: Rp 2.654.095,88
- Kabupaten Probolinggo: Rp 2.553.265,95
- Kabupaten Tuban: Rp 2.539.224,88
- Kota Mojokerto: Rp 2.510.452,36
- Kabupaten Lamongan: Rp 2.501.977,27
- Kota Probolinggo: Rp 2.376.240,63
- Kabupaten Jember: Rp 2.355.662,91
- Kabupaten Banyuwangi: Rp 2.328.899,12
- Kota Kediri: Rp 2.118.116,63
- Kabupaten Bojonegoro: Rp 2.079.568,07
- Kabupaten Kediri: Rp 2.043.422,93
- Kota Blitar: Rp 2.039.024,44
- Kabupaten Tulungagung: Rp 2.029.358,67
- Kabupaten Blitar: Rp 2.015.071,18
- Kabupaten Lumajang: Rp 2.000.607,20
- Kota Madiun: Rp 1.991.105,79
- Kabupaten Sumenep: Rp 1.978.927,22
- Kabupaten Nganjuk: Rp 1.970.006,41
- Kabupaten Ngawi: Rp 1.962.585,99
- Kabupaten Pacitan: Rp 1.961.154,77
- Kabupaten Bondowoso: Rp 1.958.640,12
- Kabupaten Madiun: Rp 1.958.410,31
- Kabupaten Magetan: Rp 1.957.329,43
- Kabupaten Bangkalan: Rp 1.956.773,48
- Kabupaten Ponorogo: Rp 1.954.281,32
- Kabupaten Trenggalek: Rp 1.944.932,74
- Kabupaten Situbondo: Rp 1.942.750,77
- Kabupaten Pamekasan: Rp 1.939.686,39
- Kabupaten Sampang: Rp 1.922.122,97
Namun disisi lain, sebenarnya penentuan upah hingga saat ini masih menimbulkan polemik pro dan kontra terutama dari kalangan pekerja yang belum menerima gaji yang layak. Sementara pengusaha cenderung menerima pemerintah sebagai penengah dari problem tersebut. Sehingga penentuan upah belum dapat memenuhi kedua bela pihak.
Tuntutan upah minimum provinsi akan berdampak pada berpikirnya pemilik modal untuk mobilitas sosial dan ekonomi, dengan cara memindahkan perusahaannya ke tenaga kerja upah yang lebih murah. Hal itu dapat menimbulkan PHK bagi pekerja di daerah tersebut. Ditambah menimbulkan konflik antara pekerja dan pengusaha bahkan dengan pemerintah.
Terlepas dari itu semua, relokasi yang dilakukan di daerah Indonesia, berdampak siginifikan terhadap ekonomi secara nasional bahkan internasional. Dilain sisi dapat menyebabkan pemerataan ekonomi secara kedaerahan.
Oleh sebab itu, untuk tetap memenuhi tuntutan kenaikan upah yang terjadi di tiap tahunnya perlu diimbangi dengan kenaikan produktivitas pekerja guna keberlangsungan perusahaan dapat di jaga.