Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Ketua Bidang Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, Wahyu Eka Setiawan. (Dok. Foto: Suara Indonesia)
Manajer Bidang Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur, Wahyu Eka Setiawan. (Dok. Foto: Suara Indonesia)

WALHI Jatim: Tidak Ada Kompromi dalam Pelestarian Kawasan Pesisir Selatan Kepanjen, Jember



Berita Baru Jatim, Jember – Maraknya tambak skala besar dan menengah di Pesisir Selatan Kabupaten Jember menjadi ancaman yang cukup serius bagi keanekaragaman hayati dan sumber-sumber penghidupan warga.

Di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember terdapat alih fungsi masif perubahan kawasan pesisir, dari peruntukan kawasan perlindungan pesisir menjadi industri tambak udang.

Menurut data dari LPR KuaSA total di sepanjang Desa Kepanjen dan Mayangan terdapat sepuluh usaha pertambakan, yakni ada tiga berbentuk perseroan terbatas yaitu PT. Delta Guna Sukses dengan konsesi seluas 71,3 ha, Anugrah Tanjung Gumukmas 17,4 ha dan Windu Marina Sukses 13 ha. Sementara berbentuk CV dan perorangan ada Sejahtera Anugrah Jaya, PaZi Udang, Tambak Nawawi, Tambak Anton/Gun, Tambak remon dan Tambak Jatmiko, serta Tambak Kasmuri jika ditotal semuanya 12,1 hektar.

“Keberadaan tambak tersebut telah memakan ruang-ruang perlindungan pesisir setempat dengan mengisi area yang seharusnya dijadikan kawasan pelestarian. Sehingga keberadaan tambak secara kenampakan akan mengakibatkan kerentanan dan keterancaman daya pulih pesisir ketika mengalami bencana. Hal ini dapat dikaitkan dengan peta Kawasan Rawan Bencana Jember yang menandai wilayah pesisir Kepanjen sebagai kawasan rentan bencana dengan skala menengah,” kata Manajer Kampanye WALHI Jatim Wahyu Eka, kepada Beritabaru.co, pada Selasa (11/05/2021) sore.

Selain persoalan menambah beban pesisir karena memakan ruang perlindungan setempat, juga merugikan warga. Dari penuturan warga Dusun Jeni, mereka mengalami kerugian yang cukup tinggi setelah adanya tambak skala besar dan menengah tersebut. Salah satunya pencemaran tambak.

Warga menuturkan selain mereka kehilangan ruang terbuka, juga merasakan dampak langsung dari adanya usaha tersebut. Seperti penurunan hasil pertanian dan budidaya ikan tradisional mereka. Selain itu mereka yang biasa mencari udang sungai kita juga mengalami kesusahan. Dampak lainnya adalah rusaknya sumur warga dari tawar menjadi payau.

“Kondisi tersebut memperentan perekonomian dan kesehatan warga. Perubahan masif selama sepuluh tahun terakhir menyebabkan kerusakan pesisir semakin parah, dan dengan mulai masifnya eksploitasi pesisir, tidak mungkin kawasan-kawasan pesisir ini akan hancur dan menyebabkan kerugian yang besar bagi masyarakat, terutama potensi hilangnya keanekaragaman hayati yang berimplikasi langsung dengan perekonomian warga,” terang Wahyu.

Hasil penelusuran dari WALHI Jatim, mengenai sertifikat ramah lingkungan oleh salah satu perusahaan, yakni PT. DGS, tidak menjamin bahwa praktiknya akan membawa keamanan bagi lingkungan sekitar. Karena warga mengalami langsung dampak yang diakibatkan oleh praktik usaha tersebut dan ditambah dengan praktik usaha lainnya.

Pasalnya klaim ramah lingkungan dari pemegang sertifikasi tidak sejalan dengan kenyataan. PT DGS memiliki sertifikat karena berhubungan dengan PT. Mega Marine Pride yang telah memiliki sertifikat Aquaculture Stewardship Council di Pasuruan, sebagai pemasok udang. Faktanya PT MMP yang dipasok udangnya oleh PT. DGS pernah dipersoalkan oleh warga Desa Gunung Gangsir, Beji, Pasuruan karena melakukan pencemaran di sungai. Jadi sertifikasi bukan jaminan utama.

Wahyu menambahkan, pada dasarnya tidak ada kompromi terhadap perusakan dan privatisasi pesisir, karena mengancam keanekaragaman hayati dan penghidupan berkelanjutan warga. Karena seharusnya kawasan pesisir dijadikan kawasan pelestarian dengan ekonomi hijau yang tidak mencemari dan mengubah kawasan pesisir. Seperti ekoswisata dan pemanfatan untuk budidaya tanaman buah yang ia menjaga pesisir dan mengikat karbon, sehingga selain menambah perekonomian juga sebagai upaya untuk melawan perubahan iklim, sebagai bagian adaptasi dan mitigasi iklim.

“Pemerintah Kabupaten Jember wajib mereview ulang izin di kawasan pesisir dan menghentikan aneka eksploitasi tersebut. Jika dibiarkan maka kehidupan warga dan lingkungan alam sekitarnya menjadi taruhannya. Ada alternatif ekonomi berkelanjutan yang bisa dipilih, serta fokus dipenguatan ekonomi rakyat dengan mendukung usaha-usaha pertanian serta budidaya tradisional warga. Selain mendukung kelestarian juga mendukung peningkatan ekonomi lokal yang berkelanjutan,” ujar Wahyu di akhir sesi wawancara.

beras