Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Webinar HISKI Jember Diskusikan Fenomena Puisi dalam Perkembangan Media Digital

Webinar HISKI Jember Diskusikan Fenomena Puisi dalam Perkembangan Media Digital



Berita Baru, Jember – Perkembangan teknologi akan berimplikasi pada perubahan, termasuk dalam dunia sastra. Tinggal kita sebagai pencipta dan penikmat sastra, terutama puisi, apakah mau berakrab-akrab dengan teknologi atau tidak. Hal ini menegaskan bahwa “setiap masyarakat lain seninya, setiap waktu lain seninya”. Fenomena yang juga berkembang, dengan media digital, penyair bukan lagi menulis, melainkan mempresentasikan puisi.

Demikian rangkuman webinar rutin bulanan melalui zoom meeting yang diselenggarakan atas kerja sama HISKI Jember dengan Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember (FIB UNEJ), Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Jurnal Semiotika, Kelompok Riset Pertelaahan Sastra Konteks Budaya (KeRis PERSADA), Teen and Children’s Literature Research Group (TCLRG), dan Kelompok Riset Tadisi Lisan dan Kearifan Lokal (KeRis TERKELOK), Sabtu (8/4/2023).

Pembicara yang menjadi narasumber adalah Dr. Ibnu Wahyudi, M.A. (FIB Universitas Indonesia) dan Isnadi, S.S., M.Pd. (UIN KHAS Jember), dipandu oleh moderator Fitri Nura Murti, S.Pd., M.Pd., anggota HISKI Jember sekaligus dosen FKIP UNEJ, pewara Muhammad Rizqi Hasan dan host Novianti Pratiwi, keduanya mahasiswa FIB UNEJ. Kegiatan webinar dibuka secara resmi oleh Dekan FTIK UIN KHAS Jember, Prof. Dr. Mukni’ah, M.Pd.I.

Dalam sambutannya, Mukni’ah menyampaikan terima kasih kepada semua mitra kerja yang telah mendukung penyelenggaraan Webinar NGONTRAS. Diungkapkannya bahwa UIN KHAS Jember senantiasa turut ambil bagian dalam kerja akademik semacam ini. 

Disampaikan pula pentingnya kegiatan ini dalam menambah wawasan bersastra, sehingga diharapkan bermanfaat bagi semua pihak. “Perkembangan peradaban berpengaruh terhadap kehidupan kita. Termasuk berpengaruh terhadap perkembangan perpuisian kita,” tandas Mukni’ah.

Ibnu Wahyudi ([email protected]), yang menjadi narasumber pertama dengan materi berjudul “Puisi dalam Media Digital” mengawali presentasinya dengan menyampaikan fenomena tentang perubahan. Ditekankannya bahwa perkembangan teknologi berimplikasi pada perubahan, termasuk dalam dunia sastra. Dengan mengutip sastrawan Armijn Pane, Ibnu menegaskan bahwa “setiap masyarakat lain seninya, setiap waktu lain seninya”. 

Lelaki kelahiran Boyolali, 24 Juni 1958, ini kemudian menekankan, “Tinggal kita sebagai pencipta dan penikmat sastra, terutama puisi, apakah mau berakrab-akrab dengan teknologi atau tidak?” tandas Ibnu, yang memiliki pengalaman menjadi pengajar tamu di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul, 1997-2000.

Lebih lanjut, Ibnu menjelaskan bahwa sejak tahun 1960 komputer telah menciptakan puisi dalam bentuk haiku dalam bahasa Inggris. Satu program mengambil dari halaman elektronik New York Times. Namun, di sisi lain, dirinya juga mengungkapkan bahwa pengaruh teknologi digital terhadap perilaku dan standar dalam kehidupan, dirasakan secara lebih nyata sejak 1980-an. 

“Sejak saat itu, teknologi digital merasuk pada semua aspek kehidupan, termasuk dunia perpuisian kita,” kata Ibnu, yang telah menulis 20 buku kumpulan puisi.

Ibnu menekankan bahwa perkembangan media digital tidak dapat dihindari. Bahkan disebutkan bahwa dengan media digital maka penyair dan pengarang memiliki ruang kreatif yang lebih leluasa dan massif. Mereka dapat berimprovisasi sesuai dengan fasilitas yang ada dalam media digital. Meskipun demikian, Ibnu juga mengingatkan bahwa setiap platform digital memiliki karakteristik yang berbeda, termasuk jumlah karakter yang dapat dituangkan dalam media tersebut. 

Dengan maraknya media digital, kata Ibnu, sejumlah subgenre sastra yang berkelindan teknologi digital bermunculan, di antaranya twitteraturefan fictionwattpadflash fictionwebtoon, dan generators.

Dalam merespons audiens, Ibnu menjelaskan bahwa selain dampak positif, juga muncul dampak negatif dari perkembangan media digital, di antaranya persoalan otentisitas. 

Media digital dan media sosial memiliki potensi besar untuk disalahgunakan dalam berkarya, di antaranya dengan plagiarisme. Selain itu, lanjut Ibnu, dengan teknologi artificial intelligence (AI) yang kini marak, seorang penyair dapat memesan puisi tertentu kepada platform tersebut. Disebutkannya bahwa “penyair AI” saat ini benar-benar dapat menghasilkan teks, bukan hanya mengambilnya. Terkait puisi plagiarisme atau puisi yang diciptakan oleh AI, kemudian Ibnu berpesan.

“Saat ini belum ada mesin yang dapat mendeteksi keaslian puisi, sebagaimana turnitin. Yang bisa mendeteksi hanya kita, para peneliti, pengamat, dan penikmat puisi yang benar-benar menghayati puisi-puisi tersebut,” tandas Ibnu, yang juga menjadi dosen-terbang di SIM University (sekarang SUSS), Singapura sejak 2011.

Isnadi ([email protected]), yang menjadi narasumber kedua, memaparkan materi berjudul “Sastra + Media”. Diungkapkannya bahwa perkembangan media digital berimplikasi pada semua aspek kehidupan, termasuk kehidupan perpuisian Indonesia. Menurut lelaki kelahiran Nganjuk, 10 Juni 1971, ini perbedaan media membawa konsekuensi yang berbeda-beda pula terkait sarana berekspresi. Setiap media mempengaruhi strategi penciptaan, bahasa yang digunakan, dan model interaksinya dengan pembaca. Bahkan ditekankannya bahwa medium is the message.

“Dengan media digital, penyair bukan lagi menulis, melainkan mempresentasikan puisi,” jelas Isnadi, yang aktif menulis puisi, sekaligus penerjemah karya sastra, di antaranya karya-karya Toni Morison, Sidney Rosen, dan Lewis Carrol.

Lebih lanjut, Isnadi menjelaskan tentang evolusi sastra, mulai dari sastra buku, sastra majalah, sastra koran, sastra panggung, hingga sastra digital. Sementara itu, evolusi dalam perpuisian Indonesia, jelas Isnadi, diawali dengan puisi kata dan perangkat kebahasaan, sebagaimana melahirkan penyait Chairil Anwar, Sapardi Joko Damono, Joko Pinurbo, dan masih banyak lagi. Kemudian puisi menihilkan kata sebagai perangkat pokok puisi, muncul dalam puisi tipografis dan puisi mantra Sutarji Calzoum Bachri. Puisi konkret muncul pada puisi “Kotak Sembilan” karya Danarto. 

Sementara itu, puisi multi media yakni puisi dengan nalar rupa dengan tetap menggunakan kata untuk menghidupkan benda-benda, sedangkan puisi kolaboratif dengan seni video, rupa, dan instalasi, muncul dalam karya-karya Afrizal Malna.  

Isnadi juga menekankan bahwa sastra atau puisi digital berproses melalui penciptaan dan publikasi sastra dengan menggunakan perangkat dan bahasa yang ada di komputer dan atau alat teknologi lain. Unsur bahasa yang digunakan berupa kata, gambar, bunyi, suara, emotikon, dan kode program. Sementara itu, proses pembacaannya dengan cara ditonton, dioperasikan, dan dialami secara serentak. Dalam konteks yang demikian, Isnadi menekankan bahwa penyair bukan hanya menulis, melainkan menggunakan modus mempresentasikan karyanya.

Webinar NGONTRAS#21 yang dihadiri 250-an partisipan, dilanjutkan dengan berdiskusi interaktif hingga acara berakhir. Acara ditutup oleh pewara dengan pantun. Ke Pasar Tanjung membeli baju, tak perlu banyak cukuplah dua. Tak terasa waktu berlalu, sampai bertemu di NGONTRAS#22. Disambung dengan: Jangan pedulikan apa merknya, yang penting bisa membalut batin. Jumpa lagi pasca-hari raya, mohon maaf lahir dan batin.

Bagi yang berhalangan bergabung, rekaman zoom dapat disimak ulang melalui HISKI JEMBER OFFICIAL, https://bit.ly/YoutubeHISKIJember.

Webinar HISKI Jember Diskusikan Fenomena Puisi dalam Perkembangan Media Digital

beras