Webinar HISKI Jember Diskusikan Film Pendek “Sekar” Karya M. Zamroni
Berita Baru, Jember – HISKI Jember kembali selenggarakan webinar secara nasional ke-18 dengan tajuk NGONTRAS#18 (Ngobrol Nasional Metasastra ke-18). Webinar diskusikan film pendek “Sekar” karya M. Zamroni.
Film “Sekar” berkisah tentang jalinan cinta antara Sekar dan Galang, yang dijodohkan oleh orang tua. Sebelumnya, Sekar telah menjalin asmara dengan Widhi. Perjalanan rumah tangga Sekar dan Galang selama dua tahun memunculkan konflik antara perasaan dan logika, antara rasa dan rasio. Asmara Sekar yang dikendalikan oleh perasaan, berbenturan dengan asmara Galang yang didominasi oleh logika. Akhirnya hubungan keduanya tidak dapat dipertahankan.
Demikian rangkuman film yang ditonton bersama ketika memulai webinar. Webinar rutin bulanan melalui zoom meeting tersebut diselenggarakan atas kerja sama HISKI Jember dengan Jurusan Sastra Indonesia & Program Studi Televisi dan Film Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Jember (FIB UNEJ), Jurnal Semiotika, dan Kelompok Riset Film Studies, Sabtu (28/1/2023).
Pembicara yang menjadi narasumber adalah Dr. (C) Deddy Setyawan, S.Sn., M.Sn. (Institut Seni Indonesia Yogyakarta) dan Muhammad Zamroni, S.Sn., M.Sn. (FIB Universitas Jember, yang juga penulis skenario dan sutradara film “Sekar”). Diskusi dipandu oleh moderator Dr. Bambang Aris Kartika, S.S., M.A., anggota HISKI Jember sekaligus dosen PSTF, pewara Sherin Fardarisa dan host Novianti Pratiwi, keduanya mahasiswa FIB UNEJ.
Dalam sambutannya, Dekan FIB UNEJ, Prof. Dr. Sukarno, M.Litt., merasa senang mengingat masa liburan kuliah tetap ada kegiatan akademik berupa webinar. Apalagi tema yang diangkat lain dari biasanya, yakni membahas film. Beliau berharap, pembahasan tentang film dapat menjadi inspirasi untuk kegiatan akademik serupa. Diinformasikan pula bahwa FIB UNEJ juga akan menyelenggarakan seminar internasional.
Muhammad Zamroni, S.Sn., M.Sn., sebagai penulis skenario dan sutradara, menceritakan proses kreatif pembuatan film “Sekar”. Dijelaskannya bahwa film pendek 40 menit tersebut separo merupakan pengalaman hidupnya, separo lagi imajinasi. Film yang mampu mempertemukan dosen, mahasiswa, dan alumni Program Studi Televisi dan FIlm (PSTF) FIB UNEJ tersebut, menurut Zamroni, merepresentasikan tiga hal dalam pergulatan pada dirinya, yakni perasaan, rasionalitas, dan nurani. Perasaan menjelma dalam tokoh Sekar dan Widhi, rasionalitas mewujud dalam diri Galang, sedangkan nurani muncul pada tokoh Yu Sinto.
Meskipun film dengan tema cinta, tetapi Zamroni memberi sentuhan dalam perspektif yang berbeda. Film ini didominasi pergulatan antara rasa dan rasio, perasaan dan rasionalitas. Perasaan menguasai hati Sekar, sedangkan rasionalitas mendominasi pikiran Galang. Hingga dua tahun berkeluarga, rasa dan rasio tidak lagi dapat dipertahankan. “Bagi saya keduanya menjadi pemenang. Sekar menang dengan hatinya, Galang menang dengan pikirannya, meskipun keduanya harus berpisah,” jelas Zamroni, yang juga Koprodi PSTF dan telah menghasilkan dua film dokumenter, yakni film Java Teak dan film Bhante Dhammasubho.
Dr. (C) Deddy Setyawan, S.Sn., M.Sn., dalam mengawali paparannya memberi apresiasi yang setinggi-tingginya terhadap film “Sekar” dan pembuatnya, karena di tengah-tengah kesibukan mengajar, ternyata Zamroni mampu memproduksi film fiksi dengan baik. Pembuatan film fiksi lebih menyita waktu dan tenaga dibandingkan film dokumenter. Deddy menyebutkan bahwa film “Sekar” merupakan film yang menarik dan keren. Para aktornya berperan dan akting secara natural. Bagian awal film juga berhasil sebagai pancingan rasa penasaran penonton.
Lebih lanjut, Deddy mengungkapkan bahwa film “Sekar” yang bergenre fiksi drama keluarga, membangun alur cerita dengan keren. Dari bagian awal, klimaks, hingga konklusi, tampak natural dan tidak menggurui penonton. Disebutkan pula bahwa banyak adegan dan dialog yang sifatnya simbolik. Adegan yang ditampilkan cenderung mengalir. Framing dalam film ini juga dimainkan, mulai dari adu ekspresi aktor hingga komposisi. “Tujuan framing itu untuk mengacak-acak perasaan penonton,” kata Deddy, yang telah menulis buku Manajemen Penyiaran (2013) dan Manajemen Produksi Televisi (2017).
Deddy juga menyebutkan bahwa banyak simbol yang juga dimainkan, mulai dari main piano, menyanyi, lukisan di dinding, patung di meja, koper, hingga hubungan suami-istri. Menurutnya, film ini memberi keleluasaan kepada penonton untuk mengapresiasi sesuai dengan penilaian yang ada pada masing-masing pikiran penonton. Dialog yang muncul bersifat ringan tetapi berbobot. Sinematografinya shot-shot simple, sederhana, tetapi bermakna. “Sampai akhir cerita pun masih simbolik. Artinya, menimbulkan penafsiran yang beragam, karena visual film tidak benar-benar selesai,” jelas Deddy.
Acara NGONTRAS#18 dilanjutkan dengan berdiskusi interaktif hingga acara berakhir. Bagi yang berhalangan bergabung, rekaman zoom dapat disimak ulang melalui HISKI JEMBER OFFICIAL, https://bit.ly/YoutubeHISKIJember.***