Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

ICW: Dana Hibah Pilkada Rawan Dikorupsi

ICW: Dana Hibah Pilkada Rawan Dikorupsi



MARAKNYA berita korupsi di Indonesia, termasuk kasus perampokan dana hibah pilkada, telah menjadi perhatian serius bagi semua lapisan masyarakat. Kerugian negara yang signifikan dalam kasus ini sering kali disebabkan berbagai faktor. Seperti kurangnya pengawasan ketat, kelalaian pihak terkait, dan lemahnya sistem pengelolaan dana. 

Untuk mengatasi praktik korup, diperlukan pembenahan sistem pengelolaan dan pengawasan yang lebih efektif. Tujuannya ialah guna mencegah penyalahgunaan dan memastikan transparansi serta akuntabilitas dalam penggunaan dana publik.

Catatan ICW Soal Dana Hibah Pilkada

Pada tahun 2023, Indonesia Corruption Watch (ICW) memantau 17 kasus korupsi, termasuk kasus dana hibah pemilihan kepala daerah. ICW, sebagai organisasi non-pemerintah, memiliki visi untuk mengawasi serta melaporkan aksi korupsi di Indonesia kepada publik. 

Aparat penegak hukum bertugas menangani tindak pidana korupsi yang terdeteksi. Termasuk kasus-kasus besar seperti dana hibah pilkada, guna memastikan proses hukum yang adil dan akuntabel.

Anggaran untuk pilkada 2024 diperkirakan mencapai sekitar Rp41 triliun untuk calon pimpinan baru di 541 daerah di Indonesia. Dana ini hampir dua kali lipat dari anggaran pilkada sebelumnya: Rp20,4 triliun pada 2020, Rp15,15 triliun pada 2018, dan Rp5,9 triliun pada 2017.

Pengalokasian dana hibah pilkada umumnya dilakukan melalui APBD di masing-masing daerah, sesuai dengan Undang-UndangNomor 10 Tahun 2016 Pasal 166 ayat (1), yang menyatakanbahwa pendanaan pilkada menjadi beban APBD dan dapat didukung oleh APBN. 

Dana hibah pemilihan kepala daerah diatur dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), dengan alokasi dari anggaran tahun 2023 (40%) dan tahun 2024 (60%).

Dana hibah pilkada disalurkan melalui KPU dan Bawaslu Lrovinsi untuk pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, sertakepada KPU dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, realisasi NPHD antara Pemda dan KPUD telah mencapai 76,9% dari 541 daerah, dengan total dana senilai Rp22,11 triliun.

Sementara itu, realisasi hibah pilkada untuk Bawaslu Daerah mencapai Rp6,31 triliun. Dana hibah dari Pemda untuk TNI sudah tersalur sebesar Rp567,43 miliar, dan untuk Polri sebesar Rp1,71 triliun. Proses realisasi NPHD ini masih berlanjut dan diperkirakan akan terus berjalan hingga pertengahan Juli 2024.

Adanya penyalahgunaan anggaran publik, termasuk hibah pilkada, melibatkan berbagai oknum yang berpotensi merugikan kepentingan umum. Pendistribusian anggaran negara membuka peluang terjadinya konflik kepentingan di kalangan pejabat berwenang yang mungkin akan merekayasa anggaran untuk keuntungan pribadi atau mendukung pihak tertentu dalam pilkada.

Korupsi dana hibah pilkada mengancam kepercayaan publik terhadap pejabat yang terlibat dan dapat menjadi awal dari rangkaian korupsi lainnya. Untuk mencegah korupsi ini, penting bagi berbagai pihak, baik ICW, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), aparat penegak hukum, serta masyarakat untuk berperan aktif. Pengawasan dan pelaporan yang ketat. Sehingga bisa membantu memastikan bahwa dana hibah digunakan secara transparan dan sesuai dengan peruntukannya.

beras