Melly Ajak Korban Kekerasan Seksual Online Berani Speak Up!
Berita Baru Jatim, Surabaya – “Pelaku mengedit fotoku ditempel di foto perempuan telanjang,” ungkap Mellyana Rahmaningtyas menceritakan saat dirinya menjadi penyintas kekerasan seksual berbasis online dalam Program JATIM TALK #13 bertajuk “Kekerasan Seksual Berbasis Online di Tengah Krisis Pandemi”. Minggu (27/6) malam.
Dipandu host acara Annisa Nuril Deanty, perempuan yang akrab disapa Melly mengatakan bahwa kerentanan Kekerasan Gender Berbasis Online (KBGO) dialami perempuan dalam hubungan pacaran.
“Kalau kamu sayang aku, kirim fotonya dong,” kata Melly menjelaskan modus-modus yang kerap terjadi dalam relasi pacaran. Menurutnya, foto tersebut tak jarang justru menjadi senjata laki-laki ketika hubungan tersebut putus.
Ia melihat bahwa hal itu merupakan kekerasan gender berbasis online. “Kalau gak mau balikan, fotomu aku share,” lanjutnya mencontohkan bentuk KGBO.
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini, mengatakan pelaku kekerasan seksual justru dilakukan oleh orang-orang terdekat.
Selain itu, meningkatnya jumlah kasus KGBO hari ini, Melly mengajak korban untuk berani speak up. Hal tersebut, bagi Melley guna mencegah semakin banyaknya korban.
“Ketika berani speak up tidak menutup kemungkinan banyak orang baik yang mensuportnya,” terangnya.
Akan tetapi, Melly menyayangkan masih banyak kasus KGBO belum ditangani serius oleh penegak hukum bahkan tidak mendapat perlindungan hukum. “Kasus KGBO justru dianggap lumrah oleh masyarakat hari ini,” imbuhnya.
Berdasarkan data Komnas Perempuan mencatat Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) sebanyak 354 kasus sepanjang Januari-Mei 2020 di semua ranah. Jumlah ini meningkat ketimbang tahun 2019 dengan 281 kasus.
Lebih-lebih kondisi pandemi hari ini, lanjut Melly, tak heran jika akhir-akhir ini banyak ditemukan kekerasan seksual. “Pelakunya beragam mulai dari publik figur, dosen, guru ngaji hingga aparatur negara.”
Hal itu, Melly menilai, merupakan buntut dari lambannya pengesahan terhadap Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Selain itu, dampaknya justru korban-korban tidak mendapatkan perlindungan hukum.
“Malah bukan tidak mungkin justru korban yang dijerat hukum dengan UU ITE,” jelasnya.
Sedangkan, pengesahan RUU PKS pun masih menjadi mimpi bagi penyintas kekerasan seksual. Namun tidak bisa dipungkiri, bagi Melly cepat lambatnya proses pengesahan RUU ini tergantung pada eksekutif dan legislatif yang memiliki wewenang membahas peraturan tersebut.
Melly mengajak untuk terus melawan kekerasan seksual. “Mari kaum perempuan kita tegakkan bahu, kita berdidiri bersama dan lawan kekerasan seksual bersama-sama,” ajaknya.