
Laut, Nyawa Anak Cucu
Cerita Seorang Nelayan
Dahulu kala saat mencari ikan
Ketika masih sekolah
Tatkala sudah sampai di tengah laut
Perahu melambai-lambai oleh terpaan ombak
Dan nelayan
Segera menghidupkan lampu tâlempèknya di atas perahu
Menjadi tanda bahwa ada nelayan sedang beraktifitas
Menjadi penerang menuju jalan pulang
Agar tidak tersesat di lubang kematian
Karena bisa saja diendus oleh perahu besar pengangkut batu bara
Saat aktivitas mencari ikan sedang asik-asiknya
Dahulu kala
Sering terjadi tabrakan-tabrakan kecil dengan sesama nelayan
Tapi tidak sampai kecelakaan, dan
Nelayan menutup ceritanya
Ketika mengingat saudara seperjuangannya
Yang kecelakaan di laut.
Hidup yang Tergadaikan
Tiada lagi harapan yang masih bisa dibayangkan
Semua pada sela waktu akan berubah menjadi; selusin gelas, piring, mangkok, termos, panci, kalung, gelang, anting, cincin, sepetak selimut, surat motor, surat tanah, dan satu nyawa
Untuk melanjutkan kehidupan disaat mengaburnya bau amis ikan di tangan.
Di Matamu
Sumber mata air di tengah tanah tandus
Tempat anak istrimu menghilangkan haus
Di matamu
Kail pancing berkarat bersemayam
Di matamu
Jaring ikan menjadi alis
Melengkung sepanjang hari
Di matamu
Ikan-ikan kecil maupun besar bersarang
Di matamu
Kecibak air mata begadang
Di matamu
Keranda kecil menuju fana
Di matamu
Adalah perahu-perahu yang mengulur jangkarnya
Di matamu
Adalah malam dan siang yang dihabiskan di tengah lautan
Biografi Penulis
Muhammad Sufyan, lelaki yang lahir disaat percik cahaya matahari baru saja muncul pada tgl. 17 Agustus 1996. Ia menamatkan sekolah dasarnya di desa Wonoboyo kabupaten Bondowoso (kampung halamannya), kemudian setelah lulus SD, Ia melanjutkan belajarnya di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, disana Ia sekolah MTS, dan lalu lanjut MA Nurul Jadid. Selama enam tahun Ia belajar di Pesantren. Setelah Lulus, kemudian Ia melanjutkan studinya di Perguruan Tinggi di Jember, mengambil jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember.