KontraS Mengecam Keras Praktik Perbudakan Modern Bupati Langkat
Berita Baru, Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras praktik perbudakan modern yang yang terjadi di Rumah Bupati Langkat non aktif, Terbit Rencana Perangin Angin.
“Praktik semacam ini dapat dipastikan sebagai bentuk perbudakan modern (modern slavery) yang merupakan kejahatan lintas batas dan sangat memprihatinkan,” kata Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti lewat keterangan tertulis, Selasa (25/1).
Fatia mengatakan selain perbudakan, para korban juga mengalami bentuk pelanggaran HAM dan tindakan tidak manusiawi lainnya seperti tempat tinggal yang tidak layak, pembatasan ruang gerak, perampasan kemerdekaan seseorang, tindakan penyiksaan, upah yang tidak layak, makanan yang tidak layak dan dihalanginya akses informasi dengan pihak luar.
“Kami menilai bahwa kejahatan ini tidak hanya dilakukan oleh Bupati Langkat, melainkan melibatkan banyak pihak baik yang dilakukan secara sengaja maupun dalam bentuk pembiaran,” terangnya.
Sehingga kuat dugaan, lanjut Fatia bahwa praktik ini dilakukan secara terencana mengingat jumlah korban cukup banyak yakni sebanyak 40 orang.
KontraS juga menyayangkan sikap institusi lainnya seperti Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Langkat yang seakan mendukung praktik kerangkeng walaupun sudah mengetahui sejak lama. Padahal, bagi Fatia, Bupati jelas tidak memiliki otoritas melakukan pembinaan atau rehabilitasi terhadap pengguna narkotika.
“Hal ini menandakan bahwa institusi lain yang membiarkan praktik tersebut tidak mengerti konsep dasar hak asasi manusia,” tegasnya. Tidak hanya itu, KontraS juga menyoroti kinerja Kepolisian yang tidak berhasil membongkar praktik perbudakan tersebut selama lebih dari 10 tahun.
Padahal, menurut Fatia locus dari perbudakan merupakan tempat yang sangat mudah diakses oleh aparat keamanan. Tindakan perbudakan ini juga tentu saja telah memenuhi unsur delik mengenai perampasan kemerdekaan sebagaimana diatur dalam Pasal 333 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
“Gagalnya pembongkaran praktik perbudakan tersebut juga membuktikan lemahnya perlindungan negara terhadap hak asasi para pekerja di Kabupaten Langkat, negara telah mengabaikan hak asasi warga Kabupaten Langkat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak,” pungkasnya.