Al-Fayyadl: Gerakan Boikot Produk Perancis Hanya Reaksi Kemarahan Sesaat
Berita Baru Jatim, Probolinggo — Penggambaran Emmanuel Macron dalam pidatonya yang menyebut Islam sebagai agama “dalam krisis” di seluruh dunia dan juga mendukung majalah Charlie Hebdo untuk menerbitkan kembali karikatur Nabi Muhammad, telah menyebabkan kampanye media sosial, gerakan-gerakan, reaksi amarah umat Islam di seluruh dunia.
Akibat pidato Presiden Perancis itu, lahir gerakan boikot produk-produk Perancis, hingga respon politik dari beberapa pemerintahan, termasuk Indonesia, yang notabene mayoritas umat Islam.
Namun, dalam konteks boikot produk Perancis, Muhammad Al-Fayyadl, pengajar di Ponpes Nurul Jadid, Probolinggo. Penggiat Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), dan alumnus Universite de Paris VIII, Prancis menolak hal itu.
Dalam keterangan di status WhatsAppnya pada Minggu (1/11), pria yang akrab dipanggil Gus Fayyadl ini mengatakan bahwa pemboikotan terhadap produk-produk Perancis tidak akan menyelesaikan akar masalah: kesalahpahaman tentang Islam akibat kurangnya pendidikan agama islam di negeri Perancis.
“Mestinya bukan boikot produk Perancis, tapi tuntutan pecat Emmanuel Macron dan para pejabat yang rasis-islamfobi. Pecat, gantikan pejabat-pejabat yang melindungi toleransi agama dan menjamin keselamatan pemeluk-pemeluk agama,” tegasnya.
Pria yang menyelesaikan studi di Perancis dengan mengkaji teori Dekonstruksi Derrida ini juga menerangkan bahwa boikot akan merugikan ekonomi Perancis. Jika ekonomi negeri Perancis krisis, 8 juta umat islam warga Perancis akan ikut merugi. Mereka akan di-PHK dan kerusuhan akan terjadi di mana-mana.
“Al-Faqir tidak setuju dengan gerakan boikot produk Perancis tersebut, itu cuma reaksi kemarahan sesaat. Doakan agar Perancis, negeri yang dihuni jutaan umat Islam saat ini menjadi negeri yang Darus Salam bagi umat islam yang lebih damai dan toleran. Serta mendukung Islam rahmatan lil ‘alamin,” tandasnya.