Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Begini Sejarah Ketupat
(Dok. Foto: Envarto)

Begini Sejarah Ketupat



Berita Baru, Surabaya – Bagi masyarakat Muslim di Indonesia, momen lebaran atau Idul Fitri tidak bisa dilepaskan dari makanan khas bernama ketupat. Makanan yang berasal dari beras yang dibungkus dengan anyaman janur kuning ini biasa disajikan dengan berbagai menu, terutama dengan opor ayam.

Tidak hanya sebatas makanan khas, ketupat juga melahirkan sejumlah tradisi di antaranya lebaran ketupat. Momen yang kerap disebut sebagai “lebaran kecil” ini dilaksanakan sepekan setelah perayaan Idul Fitri.

Menurut Sejarawan Agus Sunyoto (2016), lebaran ketupat tradisi asli Indonesia. Itu sebetulnya diambil dari satu hadits, “man shoma ramadhana tsumma atba‘ahu syi’ta minsyawwalin fakaana shama kasiyaamidahron” (Barang siapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka seperti telah berpuasa selama setahun penuh).  

Orang yang berpuasa seperti itu disebut kaffah atau kafatan, artinya sempurna. Orang Indonesia menyebutnya kupat (ketupat) atau kupatan. Itu sebabnya orang Indonesia setelah berpuasa Syawal, ada hari raya ketupat, artinya hari raya sempurna.

Menurut H.J de Graaf dalam Malay Annal yang dikutip Historia, ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Kerajaan Demak yang dipimpin Raden Patah pada abad ke-15. Bungkus ketupat yang terbuat dari janur untuk menunjukkan identitas masyarakat pesisir yang banyak ditumbuhi pohon kelapa atau nyiur.

Masyarakat pesisir yang identik dengan makanan khas yang terbungkus dengan janur tersebut lalu mendorong Sunan Kalijaga menggunakan ketupat sebagai media dakwah untuk menyebarkan Islam. Ketupat semakin popular di kalangan umat Islam sendiri ketika Sunan Kalijaga menggunakan ketupat sebagai simbol lebaran ketupat. Perayaan yang dilakukan pada 8 Syawal atau seminggu setelah Idul Fitri dan setelah enam hari berpuasa syawal.

Dalam sejarah masyarakat Nusantara khususnya bagi masyarakat pesisir dan agraris, ketupat dijadikan makanan khas ketika para petani melakukan tradisi selametan yang ditujukan pada “Dewi Kemakmuran” bernama Dewi Sri. Biasanya tradisi tersebut dilakukan pasca-panen. Dewi Sri merupakan Dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris. Ia dimuliakan sejak masa kerajaan kuno seperti Majapahit dan Padjajaran.

Tradisi dengan menyajikan ketupat lalu berlanjut pada masa kerajaan Islam, yaitu pada masa Kerajaan Demak dan Mataram Islam. Pemandangan tersebut terlihat ketika masyarakat Keraton di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon melakukan upacara selametan yang disebut sekaten atau grebeg mulud yang dibarengi dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Ketupat menjadi bagian dari sajian penting dalam upacara tersebut.

Tradisi menyajikan ketupat hingga saat ini juga dilakukan oleh masyarakat keraton di Ubud, Bali. Dengan kata lain, ketupat sebagai makanan khas Nusantara masih tersaji pada upacara-upacara masyarakat Muslim, Hindu, maupun masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan lokal.

Tidak hanya di Jawa, ketupat sudah lama dikenal di sejumlah daerah di Indonesia. Hal ini terlihat dari sejumlah makanan khas daerah yang mengikutkan ketupat sebagai pelengkap hidangan. Di antaranya kupat tahu (Sunda), kupat glabet (Tegal), Coto Makassar, ketupat sayur (Padang), Sate Padang, Laksa (Cibinong), doclang (Cirebon), gado-gado, sate ayam, dan kadang disajikan dengan bakso.

beras