Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Focus Group Discussion (FGD) tentang "Pemajuan Kebudayaan Daerah Tahun 2020" (Foto: Beritabaru.co/Rizal Kurniawan)
Focus Group Discussion (FGD) tentang “Pemajuan Kebudayaan Daerah Tahun 2020” (Foto: Beritabaru.co/Rizal Kurniawan)

Dalam Rangka Pemajuan Kebudayaan, BAPEDDA Banyuwangi Adakan FGD



Berita Baru Jatim, Banyuwangi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPEDDA) Kabupaten Banyuwangi baru saja menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) tentang “Pemajuan Kebudayaan Daerah Tahun 2020” pada Kamis, (9/7) di Aula Kantor BAPEDDA Banyuwangi.

Menurut keterangan press release BAPEDDA Banyuwangi, salah satu agenda dalam acara FGD ini adalah memberi masukan rancangan penerbitan buku legenda Sri Tanjung karya Aekanu Hariyono. Legenda Sri Tanjung karya budayawan dan penulis Banyuwangi ini mengakhiri tragedi tokoh legendaris yang dikenal masyarakat Banyuwangi dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Menurut Dwi Marhon Yono, Kepala Bidang Kesra dan Pemerintahan BAPPEDA Banyuwangi, melalui wawancara online, menjelaskan bahwa Kabupaten Banyuwangi serius menjadikan pariwisata menjadi sektor unggulan sehingga perlu mengangkat budaya sebagai Atraksi Pariwisata.

“Teori dasar suatu daerah akan maju pariwisata kalau didukung okeh 3 A, yaitu; aksesibilitas, amenitas dan atraksi,” tuturnya.

Dalam Rangka Pemajuan Kebudayaan, BAPEDDA Banyuwangi Adakan FGD
Focus Group Discussion (FGD) tentang “Pemajuan Kebudayaan Daerah Tahun 2020” (Foto: Beritabaru.co/Rizal Kurniawan)

Acara ini juga dihadiri secara virtual oleh Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum., dari Universitas Jember, yang sekaligus menyampaikan ulasan mengenai buku tersebut. Dia mengatakan bahwa hadirnya buku ini menunjukkan adanya dinamika budaya di Banyuwangi. Kisah Sri Tanjung dikenal publik berakhir dengan kematian tragis dan diikuti penyesalan Patih Sidopekso. Namun jemari tangan Pak Aekanu menyimpan energi yang membangkitkan kembali Sri Tanjung sampai ke alam Kahyangan yang mempertemukan kembali Sri Tanjung dengan Patih Sidopekso. Pak Aekanu tidak rela kebahagiaan berakhir dengan kematian tragis.

Dia juga menambahkan, bahwa legenda Sri Tanjung telah menjadi sumber inspirasi kreator dan seniman Banyuwangi. Teater rakyat Janger mengangkat kisah Sri Tanjung sebagai lakon dalam pertunjukan Janger. Panitia penyelenggara Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) tahun 2016 telah mengangkat tema Legenda Sri Tanjung-Sidopekso. Selain itu, nama Sri Tanjung juga diabadikan sebagai nama ruang publik yang terletak di pusat kota Banyuwangi dengan nama Taman Sri Tanjung.

“Kami berharap semoga hadirnya versi Sri Tanjung Hidup Kembali menginspirasi para penulis untuk menggali mite dan legenda yang ada di Banyuwangi. Mite yang berkaitan dengan ritual Barong Kemiren, Seblang Olehsari, Seblang Bakungan, Puter Kayun Boyolangu, Gelar Pitu Kopen Kidul, Kebo-keboan Alasmalang, Keboan Aliyan, dan Petik Laut Muncar, karena legenda-legenda tersebut menyimpan harta karun berupa mite yang menanti sapaan dan uluran tangan terampil untuk menuangkan kembali secara verbal tulis,” harapnya.

Sementara itu, Aekanu Hariyono, ketika dimintai keterangan via whatsapp tentang inisiatif penulisan ulang legenda Sri Tanjung menjadi buku,

“Sri Tanjung bersedia dibunuh suaminya Sida Paksa untuk membuktikan kejujuran, kesetiaan, kebenaran. Tapi Sri Tanjung hidup kembali dan menerima permintaan maaf Sida Paksa. Keteladanan Sri Tanjung yang pemaaf tidak pendendam, rela berkorban bisa dijadikan tauladan dan memberi inspirasi generasi muda utamanya bagi perempuan. Sri Tanjung semangatnya tetap hidup hingga kini terlihat pada semangat Penari Gandrung Sewu, Gandrung maupun Seblang,” pungkasnya.

beras