Diduga Gegara Tak Netral, Aksi Massa Geruduk Bawaslu: Gerbang Roboh Karena Kemarahan Rakyat
Berita Baru, Jember – Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pilkada Jurdil menggelar demontrasi di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember.
Aksi tersebut mulanya berlangsung damai. Tuntutan disampaikan secara tertib. Demonstrasi ini dipicu oleh dugaan pelanggaran netralitas oleh penyelenggara pemilu yang mencuat ke publik.
Seusai berorasi di depan kantor DPRD Kabupaten Jember, massa aksi bergerak ke kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Suasana memanas hingga menyebabkan gerbang kantor roboh.
Kejadian itu bermula saat massa mulai kesal karena tidak kunjung ditemui oleh Ketua maupun Komisioner Bawaslu. Akhirnya mereka memaksa masuk ke dalam kantor Bawaslu Jember, untuk menyampaikan aspirasinya. Hal itu mengakibatkan, gerbang rusak parah termasuk besi penyangga gerbang.
“Bawaslu harusnya tegas. Jangan biarkan penghianat demokrasi dibiarkan begitu saja. Harus dipecat, harus disanksi tegas. Mana Sanda kok gak keluar?” ucap salah seorang orator aksi, Novi.
Seorang orator aksi dengan lantang menyuarakan bahwa peristiwa tersebut merupakan bentuk perlawanan rakyat.
“Gerbang Bawaslu roboh oleh gelombang masyarakat yang tidak percaya terhadap pengawas pemilu,” teriaknya.
Pernyataan itu menggambarkan luapan emosi massa yang merasa dikhianati oleh pihak yang seharusnya menjaga integritas pemilu.
“Pemberontakan rakyat yang muak atas keberpihakan penyelenggara dan pengawas pemilu,” teriaknya.
Sebelum insiden di Bawaslu terjadi, pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) sempat menemui massa aksi di depan kantornya.
Andi Wasis, perwakilan KPU, dengan tegas menyatakan kesiapan lembaganya untuk menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melanggar aturan.
“Kami akan menindaklanjuti setiap pelanggaran yang ditemukan, sesuai aturan,” ujarnya.
Namun, Andi juga mengingatkan bahwa KPU adalah lembaga kolektif kolegial. Keputusan tidak dapat diambil hanya oleh satu orang saja.
“Tidak hanya ditentukan oleh seorang Andi Wasis atau Desy Anggraini. Semua keputusan harus disepakati oleh lima anggota pemilu,” lanjutnya.
Pernyataan tersebut disampaikan untuk menegaskan bahwa setiap langkah dan kebijakan KPU harus melewati proses kolektif yang mencerminkan transparansi dan tanggung jawab.
Salah seorang penyelenggara Pemilu yang disebut oleh anggota aksi yakni Jovita, Panwascam Sumberbaru, yang secara terang-terangan melakukan pelanggaran.
“Kami minta panggil Jovita sekarang juga, karena dia bilang akan maju kalau ada apa-apa. Pecat sekarang juga. Kami ingin penghianat demokrasi diadili,” tegas Novi.
Usai menjebol gerbang, beberapa anggota aksi berhasil menemui Sanda dan menyampaikan detail pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah PPK maupun PPS.
“Ini sudah terang-terangan melanggar. Makanya kami minta telepon sekarang juga Jovita itu,” katanya.
Namun Ketua Bawaslu tidak langsung memenuhi permintaan mereka dengan dalih semua kebijakan yang harus dilakukan, termasuk pencopotan terhadap anggotanya, harus melalui berbagai tahapan.
“Ada prosesnya yang harus dilakukan,” ucap Sanda kepada peserta aksi.
Mendengar jawaban Sanda, peserta aksi nampaknya tidak puas dan akan menduduki kantor Bawaslu hingga Jovita benar-benar dipecat.
“Kita tidak akan pergi. Kita akan bertahan di sini sampai Jovita dipanggil oleh Bawaslu dan dipecat. Termasuk nanti Panwascam lainnya yang gak netral ” kata korlap aksi, Adil Satria Putra.
Hingga berita ini ditulis sekitar pukul 12.57 WIB, peserta aksi masih bertahan di halaman Bawaslu Jember, menunggu keputusan jatuhan sanksi pencopotan Terhadap Jovita.