HISKI Kembali Gelar Workshop Penulisan Kreatif Sastra Berbasis Kelokalan untuk Wilayah Yogyakarta
Berita Baru, Yogyakarta – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) usai gelar workshop “Penulisan Kreatif Sastra Berbasis Kelokalan”, Sabtu (24/08).
Acara digelar secara hibrid, di Ruang Ki Hadjar Dewantara, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, dan disiarkan secara langsung melalui akun Youtube HISKI Pusat, Tribun Network, dan Zoom Meeting.
Acara diawali dengan sambutan langsung oleh Ketua Umum HISKI Pusat, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. Anoegrajekti, mengatakan bahwa workshop penulisan kreatif sastra yang difokuskan pada puisi dan cerpen ini telah diselenggarakan tiga kali.
“Workshop pertama diselenggarakan di Banyuwangi, menggandeng mitra Dewan Kesenian Blambangan. Workshop kedua, diselenggarakan di Jakarta bersama komunitas sastra Atelir Ceremai. Ketiga diselenggarakan di Yogyakarta bermitra dengan Perkumpulan Seni Nusantara Baca. Jumlah peserta rata-rata adalah 20 orang,” terang Anoegrajekti.
Selain itu, Anoegrajekti melaporkan, bahwa workshop mendapat bantuan pendanaan dari Bantuan Pemerintah untuk Komunitas Sastra yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud. Hasil workshop dalam bentuk buku yang akan diterbitkan oleh Penerbit Kansius.
Sambutan kedua disampaikan oleh Landung Simatupang yang sekaligus membuka kegiatan workshop.
Workshop menghadirkan dua narasumber, yaitu Dr. Aprinus Salam, M.Hum. (Universitas Gadjah Mada), Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum (Universitas Sanata Dharma) dan Landung Simatupang (Budayawan/Seniman)
Narasumber pertama, Yapi Taum membawakan paparan berjudul “Penulisan Puisi Berbasis Kelokalan”. Ia menjelaskan puisi berbasis kelokalan adalah jenis puisi yang terinspirasi oleh unsur-unsur budaya, tradisi, lingkungan alam, dan kehidupan sehari-hari suatu daerah atau komunitas tertentu.
“Puisi mencerminkan kearifan lokal dan berfungsi sebagai upaya melestarikan dan memperkenalkan identitas budaya lokal kepada pembaca yang lebih luas,” jelasnya.
Yapi Taum menambahkan, bahwa dalam puisi berbasis kelokalan, penyair menggali pengalaman hidup, kepercayaan, mitos, bahasa, dan adat istiadat yang khas dari daerah tertentu dan mengangkatnya ke dalam bentuk puisi yang estetik dan reflektif.
“Setidaknya ada acuan lokalitas dalam puisi. Pertama, penggunaan bahasa dan dialek lokal. Kedua, referensi budaya dan tradisi lokal. Ketiga, lingkungan alam dan geografis. Keempat, penyampaian nilai dan kearifan lokal. Kelima, refleksi terhadap perubahan sosial dan budaya,” jelas Yapi Taum.
Pembicara kedua, Aprinus mempresentasikan materi berjudul “Seni, Energi Kreatif, dan Catatan Pribadi”. Ia mengawali paparannya dengan menjelaskan bahwa sebagai bagian dari seni juga ilmu pengetahuan, karya sastra membutuhkan energi kreatif.
“Energi kreatif menjadi poros inspirasi pemikiran yang berorientasi pada penciptaan, tidak ada preseden, tidak diketahui awal dan akhirnya, dan tidak ada faktor penyebabnya, kecuali oleh dirinya sendiri,” terangnya.
Selanjutnya, Aprinus mengatakan bahwa keterbukaan dunia global kerap membuat batas-batas lokal hari ini menjadi kabur. Namun, walaupun kabur, hal-hal pribadi adalah lokalitas kita sendiri, yang, biasanya, tidak banyak diketahui manusia lain.
“Dalam hal pribadi tersebutlah, sebenarnya, peluang kita untuk mengeksplorasi lebih jauh. Terutama untuk kebutuhan bagaimana mengembangkan cerita berbasis lokalitas. Prinsip umumnya lebih kurang sama, yakni bagaimana memasuki dunia berdasarkan pengalaman pribadi berhadapan dengan dunia yang di kandung dalam kata-kata,” pungkas Aprinus.
Acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif antara peserta dan narasumber dipandu moderator. Workshop ini diikuti oleh lebih 20 peserta di lokasi luring, dan ditonton sebanyak 105 audiens daring di channel Youtube Hiski Pusat dan Tribun Network.
Sebagai informasi, workshop ini adalah salah satu agenda kepengurusan HISKI Pusat yang dikomandoi Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. HISKI Pusat juga memiliki agenda rutin, yaitu Sekolah Sastra dan Tukar Tutur Sastra.