Pemicu Kekerasan di Lembaga Pendidikan, Pengamat: Defisit Kesejahteraan Psikologi Anak Didik
Berita Baru, Jakarta – Aksi kekerasan terjadi di sejumlah lembaga pendidikan baik formal maupun non formal seperti pesantren. Peristiwa ini jika dilihat dari sudut pandang psikologi disebabkan defisitnya kesejahteraan psikologi anak didik.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kesehatan Mental Indonesia (Puskestal Indonesia) Syukri Pulungan mengatakan pemicu munculnya aksi kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan disebabkan banyak faktor baik internal, eksternal maupun sosial. “Saat ini yang paling banyak disoroti soal faktor eksternal dan sosial. Satu hal yang perlu digarisbawahi, saat ini terjadi defisit kesejahteraan psikologi anak didik,” ujar Syukri di Jakarta, Sabtu (2/3/2024).
Kandidat Doktor Psikologi Islam di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta ini menguraikan kesejahteraan psikologi anak didik tersebut memiliki elemen seperti penciptaan lingkungan sekolah yang nyaman, pengawasan sekolah, hilangnya keteladanan, minimnya pengembangan karakter dan sarana pengembangan diri siswa. “Engagement guru dan anak didik makin menipis. Guru hanya berperan sebagai fasilitator transfer ilmu. Ini lampu merah bagi dunia pendidikan kita, ini persoalan yang sangat serius,” tegas Syukri.
Padahal, sambung pengajar Psikologi Islam ini, tenaga pengajar mestinya juga berperan sebagai role model bagi anak didik. Menurut dia, keteladanan tenaga pengajar menjadi penting di tengah defisitnya kesejahteraan psikologi anak didik. “Uswah atau contoh mestinya diunggulkan dalam kegiatan belajar mengajar,” tandas Syukri.
Namun yang tidak kalah penting adalah keterlibatan orang tua dalam membentuk karakter anak. Sebisa mungkin orangtua dapat berinteraksi dengan anak sehingga orangtua mengetahui kondisi psikologis anak tanpa membebankan sepenuhnya tugas orangtua kepada guru di sekolah. Tentu saja persoalan kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan menjadi tanggungjawab bersama, tanpa menyalahkan guru dan perangkat sekolah, namun mencarikan solusi terbaik untuk menciptakan kesejahteraan di lingkungan sekolah.
Sebagaimana maklum, sejumlah peristiwa kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan belakangan mencuat. Bahkan, akibat kekerasan tersebut mengakibatkan kematian seorang santri di Kediri, Jawa Timur. Aksi kekerasan ini menjadi catatan serius bagi lembaga pendidikan di Indonesia.