Prediksi Lebaran 2022 Menurut NU Jawa Timur
Berita Baru, Surabaya – Pengurus Wilayah Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (PW LFNU) Jawa Timur akan melaksanakan rukyatul hilal atau pemantauan anak bulan untuk menentukan 1 Syawal 1443 Hijriyah di sejumlah lokasi pada Ahad (01/04/2022). Ketinggian hilal, hasil pemantauan di Jatim diprediksi akan melebihi 4 derajat.
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada saat penentuan 1 Ramadhan, syarat untuk melakukan rukyatul hilal yaitu ketinggian anak bulan minimal tiga derajat dengan sudut elongasi minimal 6,4 derajat.
KH Shofiyulloh Ketua Lembaga Falakiyah PWNU Jawa Timur, mengatakan, saat hilal dipantau pada 1 Mei nanti ketinggiannya di atas empat derajat. Artinya memenuhi syarat minimal tiga derajat.
“Ketinggian hilal nanti semuanya di atas 4 derajat. Di Surabaya sendiri 4,3 derajat, begitu pula di Condrodipo (Gresik ketinggian hilal juga) 4,3 derajat,” katanya pada Rabu (27/04/2022).
Ia menerangkan yang berpotensi menimbulkan benih perbedaan pandangan, juga keputusan, ialah pada sudut elongasi hilal. Sudut elongasi, Gus Shofi melanjutkan, berkaitan dengan seberapa tebalnya hilal saat dipantau. Semakin tinggi derajat elongasi, maka semakin tebal penampakan hilal.
Masalahnya, papar Gus Shofi, terkait itu muncul dua pendapat. Ada yang mengusulkan berpatok pada sudut elongasi berbasis geosentris, ada pula yang mengusulkan menggunakan sudut elongasi berbasis toposentris. “Geosentris diukur dari titik pusat bumi, kalau toposentris dari permukaan bumi,” tandasnya.
Bila berbasis geosentris, kata Gus Shofi, maka sudut elongasi hilal, terutama bila dipantau dari Jawa Timur, sudah memenuhi syarat 6,4 derajat.
Di Surabaya sendiri sudah 6,5 derajat. Namun bila menggunakan usulan toposentris, maka sudut elongasi hilal di bawah 6,4 derajat, yang artinya itu tidak memenuhi kriteria yang disepakati.
PBNU sendiri, lanjut Gus Shofi, mendorong agar pemerintah menggunakan patokan sudut elongasi berbasis geosentris. Dengan begitu syarat minimal sudut elongasi dan ketinggian hilal akan terpenuhi.
Dengan begitu, apabila pada 1 Mei 2022 ada tim rukyat yang melihat hilal, maka 1 Syawal 1443 Hijriah jatuh pada keesokan harinya, 2 Mei 2022.
Potensi perpecahan justru akan terjadi apabila pemerintah menggunakan usulan sudut elongasi berbasis toposentris, karena tidak akan memenuhi syarat yang ditetapkan.
Bila itu yang dipakai, maka 1 Syawal 1443 Hijriyah akan jatuh pada 3 Mei 2022, kendati ada tim rukyat yang melihat hilal.
Nah, menggunakan usulan sudut elongasi berbasis toposentris menurut Gus Shofi rentan perpecahan. Apalagi, berdasarkan metode hisab wujudul hilal, Muhammadiyah sudah menetapkan bahwa 1 Syawal jatuh pada 2 Mei 2022.
“Jadi, kenapa PBNU mengusulkan sudut elongasi berbasis geosentris, sebenarnya untuk mencegah perpecahan,” tandasnya.