Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Presiden Boleh Kampanye dan Memihak? Ini Aturannya



Berita Baru, Jakarta – Peraturan presiden boleh kampanye dan memihak tengah menjadi sorotan publik. Hal itu bermula ketika Presiden Jokowi menyatakan bahwa presiden di masa jabatannya bisa ikut berkampanye atau memihak salah satu paslon. Pernyataan tersebut langsung gempar hingga menimbulkan pro-kontra di masyarakat.

Penjelasan Lengkap Aturan Presiden Boleh Kampanye dan Memihak

Seperti kita ketahui, pemilihan umum di Indonesia merupakan proses demokrasi yang mengutamakan prinsip kebebasan, kejujuran, serta keadilan. Aturan pemilu sendiri tertuang dalam Undang-Undang guna memberikan landasan bagi penyelenggaraan yang transparan.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bertanggung jawab memastikan adanya proses yang bebas dari intervensi. Dengan kata lain, mereka memberikan peluang setara bagi semua peserta. Sekaligus memastikan kejujuran selama tahapan pemilihan umum.

Melalui peraturan dan pengawasan ketat, Pemilu di Indonesia berusaha mencegah kecurangan serta memberikan kepercayaan kepada masyarakat. Begitu juga kaitannya dalam pelibatan pemilih, kampanye terbuka, serta audit perolehan suara untuk menjamin kredibilitas hasil.

Namun, bagaimana jika presiden yang masih menjabat turut menyuarakan suaranya dalam pemilu? Bahkan memihak salah satu paslon yang maju di pemilihan umum tersebut. Mungkinkah hal itu akan menjadi kecurangan karena mampu merusak kredibilitas hasil?

Teka-teki mengenai aturan presiden boleh kampanye dan memihak dalam pemilu memang tengah menjadi perbincangan hangat beberapa waktu belakangan. Ini bermula ketika Presiden Joko Widodo menyatakan dengan tegas bahwa pemimpin negara (presiden) boleh ikut kampanye sekaligus memihak.

“Presiden itu boleh kampanye, boleh juga memihak. Kita itu kan pejabat publik, sekaligus pejabat politik, masa nggak boleh.” Terangnya seusai menyerahkan pesawat tempur ke TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Rabu (24/01/2024).

Tuai Kritik Pedas

Pernyataan yang Jokowi sampaikan tentu saja mengundang kritik dari berbagai pihak. Tak sedikit yang mengklaim bahwa presiden dua periode itu menyalahi aturan hukum. Kendati demikian, kampanye yang menyertakan presiden atau pejabat negara ternyata sudah tertulis dalam sejumlah pasal diantaranya:

Pasal 281 ayat (1) “Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden/wakil presiden, menteri, gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, wali kota/wakil wali kota harus memenuhi berbagai syarat: A. Tidak memakai fasilitas dalam jabatannya, kecuali dalam hal pengamanan bagi pejabat negara. B. menjalani cuti di luar tugasnya.”

Keterangan lebih lanjut dalam pasal 281 ayat (3) “Ketentuan lebih lanjut tentang keikutsertaan pejabat negara sebagaimana tertuang pada ayat (l) juga diatur dengan Peraturan KPU.”

Dari kedua pasal di atas, memang tertera jelas bahwa presiden boleh kampanye dan memihak. Hanya saja tetap harus menjaga wibawa dalam urusan pemerintah. Selain itu, fasilitas-fasilitas yang menjadi haknya selama menjabat tidak diberikan. Adapun sejumlah fasilitas tersebut meliputi:

1. Sarana mobilitas (kendaraan dinas atau alat transportasi kedinasan lainnya).

2. Fasilitas dan sarana gedung (rumah dinas, rumah jabatan pemerintah pusat, pemprov, pemkab/pemkot, kecuali yang berada di daerah terpencil)

3. Sarana perkantoran (radio daerah, serta sandi/telekomunikasi dalam pemerintahan)

4. Fasilitas pendukung lainnya terutama yang bersumber dari pembiayaan APBN dan APBD.

Keberpihakan Jokowi dalam Pilpres 2024

Pasca memberikan pernyataan yang mengundang pro-kontra perihal aturan presiden boleh kampanye dan memihak. Kini, semakin banyak orang mempertanyakan keberpihakan Jokowi di Pilpres 2024 mendatang. Terlebih putra sulungnya, Gibran Rakabuming, ikut berkompetisi dalam pemilihan umum tersebut.

Sejauh ini, Presiden Jokowi memang belum pernah secara terang-terangan menyatakan dukungan terhadap salah satu paslon. Bahkan ketika mendapat pertanyaan dari awak media tentang keberpihakannya pada Pilpres 2024, Jokowi hanya tersenyum simpul sambil bertanya balik.

“Saya tanya, saya kelihatan memihak enggak?” Seolah menunjukkan makna tersirat yang mengundang rasa penasaran besar di mata publik.

Tanggapan Anies Baswedan dan Mahfud MD

Buntut dari pernyataan Jokowi ternyata turut mengundang atensi di kalangan elite politik. Tak terkecuali capres dan cawapres yang akan maju di pilpres besok. Salah satu yang mengomentari ucapan presiden tersebut adalah Anies Baswedan.

Capres nomor urut 1 itu tak segan-segan meminta para ahli hukum tata negara untuk mengambil tindakan. Terutama dalam mencari kebenaran apakah yang Jokowi ucapkan benar adanya.

“Monggo para ahli hukum tata negara mengemukakan penjelasan apakah yang bapak presiden sampaikan itu sudah sesuai ketentuan hukum kita atau belum. Karena kan negara kita diatur berdasarkan hukum sehingga kita rujuk pada aturan hukum yang berlaku.”

Di lain sisi, Mahfud MD tampak sungkan menanggapi pernyataan Jokowi tentang presiden boleh kampanye dan memihak. Ketika ditemui di Yogyakarta, cawapres dari nomor urut 3 itu justru meminta wartawan langsung bertanya ke Biro Hukum Sekretaris Negara. 

beras