Putri Gus Mus Minta Narasi Anti FPI Tidak Catut Nama Abahnya
Berita Baru Jatim, Surabaya – Putri KH. Ahmad Mustofa Bisri Ienas Tsuroiya, meminta agar pendukung Presiden Jokowi tidak mencatut nama ayahnya dalam narasi melawan Front Pembela Islam (FPI).
“Dear para pendukung fanatik Pak Jokowi, buzzer atau bukan. Kalau kalian ingin berkampanye melawan FPI, lakukanlah dengan cara yang baik. Jangan mencatut nama Abah saya, KH. Mustofa Bisri (Gus Mus),” kata Ienas dalam cuitan akun Twitter pribadinya, Senin (14/12).
Ienas mengatakan hoax yang mengatasnamakan Gus Mus itu telah terjadi kurang lebih selama tiga tahun.
Bahkan, kata dia, ada satu akun yang secara terang-terangan memasang foto Gus Mus dalam tulisan-tulisan yang mereka kampanyekan untuk melawan FPI, 2018. Padahal tulisan-tulisan itu bukan milik Gus Mus.
“Pasang foto beliau pula. Saya langsung komplain saat itu juga. Sempat ngeles, tapi ketika banyak yang mendukung saya, postingan hilang,” kata Ienas.
“Kasus lain, ada tulisan salah satu pendukung Pak Jokowi, namanya Iyyas Subiakto, surat terbuka kepada keturunan Arab. Di-posting di Facebook. Tapi kemudian ada OKNUM yang menambahkan nama Abah di atasnya. Langsung viral. Dan kami pun kerepotan membantahnya,” kata dia.
Tak hanya itu Ienas pun menyebut beberapa kali menerima pesan yang menanyakan perihal rekaman demo FPI dan memuat audio Gus Mus tengah membacakan puisi berjudul ‘Allahu Akbar’.
Padahal kata Ienas, Puisi yang ditulis Gus Mus pada 2015 lalu itu bersifat universal dan tidak menyerang kelompok tertentu.
“Seperti banyak puisi Abah yang lain, intinya mengajak introspeksi. Dakwah secara halus.
“Kalau menggabungkan suara beliau dengan video demo FPI, itu namanya mengadu-domba,” kata dia.
Ienas juga memastikan dirinya tak mendukung FPI, namun tak ingin ayahnya, Gus Mus, dikait-kaitkan dengan perlawanan para buzzer terhadap ormas tersebut.
“Apakah dengan menulis klarifikasi seperti ini, saya mendukung FPI? Oh, tentu tidak,” kata dia.
Ienas mengaku kerap resah dengan FPI, lantaran sepak terjang ormas yang digawangi Imam Besar Riezieq Shihab itu kerap melakukan kekerasan.
“Saya termasuk warga negara yang ikut resah menyaksikan sepak-terjang mereka selama ini, yang sering diwarnai kekerasan, meski dengan alasan ‘nahi mungkar’. Googling saja, banyak korbannya,” kata dia.
Ienas mengaku telah melihat secara langsung kelompok FPI yang bertindak dengan kekerasan pada 2012 saat dirinya menghadiri bedah buku di Salihara.
“Diskusi baru saja dimulai, ketika kemudian datang sekelompok massa berserban putih, meneriakkan takbir, sambil berusaha menjebol pagar depan Salihara. Situasi sungguh mencekam,” kata dia.
Bersyukur, saat itu Ienas bisa melarikan diri melalui pintu belakang dan selamat dari amukan para simpatisan FPI di acara tersebut. Meski peristiwa itu telah terjadi delapan tahun lalu. Namun Ienas mengaku masih trauma dan kerap ketakutan jika berpapasan dengan para simpatisan FPI.
“Yang jelas, meski kejadiannya sudah beberapa tahun lalu, tapi trauma itu masih ada. Sampai sekarang saya ketakutan jika bertemu orang-orang berseragam FPI. Wajah-wajah garang itu sangat membekas di benak saya,” tegas Ienas.