Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Respons “Horeg” Sastra Masuk Kurikulum, HISKI Adakan Dialog Sastra

Respons “Horeg” Sastra Masuk Kurikulum, HISKI Adakan Dialog Sastra



Berita Baru, Jakarta – Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia usai gelar diskusi dengan tema “Pembelajaran dan Apresiasi Sastra untuk Guru dan Siswa”, Kamis, (06/06/2024), diselenggarakan via Zoom Meeting dan disiarkan secara live streaming di Youtube HISKI dan Tribun Network.

Diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber, yaitu Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., (Dewan Pakar HISKI) Dr. Pujiharto. M.Hum., (Wakil Sekjend II HISKI Pusat), dan Zen Hae (Sastrawan dan Kurator Sastra) dengan moderator Dr. Sastri Sunarti, M.Hum.

Respons “Horeg” Sastra Masuk Kurikulum, HISKI Adakan Dialog Sastra

Acara diawali dengan sambutan Ketua Umum HISKI, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. yang menjelaskan bahwa diskusi ini digagas sebagai respons terhadap fenomena yang masih aktual berkaitan dengan kebijakan negara menempatkan sastra masuk kurikulum.

“Meskipun sudah ditarik dari peredaran, akan tetapi, HISKI yang didukung oleh para sarjana kesusastraan dari Aceh sampai Papua terpanggil untuk menyumbangkan pemikiran berkaitan dengan penentuan bahan bacaan sastra untuk keperluan pendidikan,” tutur Guru Besar Universitas Negeri Jakarta tersebut.

Novi menambahkan, “Sastra masuk kurikulum bukanlah fenomena baru, dalam dunia pendidikan”. Dikatakan juga bahwa penentuan bahan bacaan sastra perlu mempertimbangkan kondisi subjek didik yang memiliki keberagaman jenjang, lingkungan alam, bahasa lokal, adat istiadat, dan budaya.

“Oleh karena itu, penentuan bahan bacaan sastra untuk subjek didik jenjang SD, SMP, SMA/SMK memerlukan pertimbangan linguistis, literer, estetis,  psikologis, ideologis, edukatif, lingkungan, dan kultural,” terangnya.

Novi juga mengatakan bahwa kurikulum pendidikan akan terus berubah dan berkembang sejalan dengan paradigma perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebutuhan masyarakat pendukungnya.

Oleh karena itu, perlu adanya kejelasan konsep, pandangan, dan sikap dalam menentukan beragam hal yang berkaitan dengan pendidikan kesusastraan di Indonesia.

“Sebagai ketua umum HISKI saya berharap melalui pertemuan ini ada pencerahan dan rekomendasi dalam menyelesaikan permasalahan pendidikan kesusastraan di Indonesia,” pungkasnya.

Respons “Horeg” Sastra Masuk Kurikulum, HISKI Adakan Dialog Sastra

Acara dilanjutkan dengan diskusi inti. Narasumber pertama, Pujiharto mempresentasikan materi berjudul “Sastra Masuk Kurikulum: Pembelajaran dan Apresiasi bagi Guru dan Siswa”.

Pujiharto mengatakan bahwa karya sastra yang direkomendasikan dalam kurikulum haruslah dielaborasi kandungan potensinya, sehingga karya sastra dapat hadir utuh dan diterima oleh berbagai kalangan.

“Dengan demikian, apa yang diharapkan ‘Sastra Masuk Kurikulum’, yaitu berlangsungnya proses critical thingking dan literasi imajinasi dalam praktik pembelajaran dan apresiasi sastra oleh guru dan siswa mendapatkan urgensinya,” terangnya.

Sementara itu, narasumber kedua Zen Hae mempresentasikan materi berjudul “Apresiasi dari Mana dan Bagaimana Memulainya?”. Zen memaparkan bahwa apresiasi sastra hanya dapat berlangsung di tengah orang yang gemar membaca.

“Diktum tersebut berlaku untuk guru dan murid. Guru yang tak gemar membaca sastra tidak akan mampu menyelenggarakan pembelajaran sastra,” terang sastrawan Salihara tersebut.

Zen menambahkan bahwa ada atau tidaknya program “Sastra Masuk Kurikulum” tidak membebaskan sekolah dan guru dari kewajiban mengadakan buku-buku sastra yang baik.

“Yang juga penting, selain menambah pengadaan buku-buku sastra oleh sekolah, program gemar membaca sastra juga tentu menjadi program unggulan.” Selanjutnya disampaikan bahwa koleksi perpustakaan sekolah perlu dirancang dengan mengakomodasi buku-buku yang diminati siswa penggemar sastra. Perpustakaan sekolah tidak boleh dipenuhi buku-buku agama atau motivasi, tetapi juga dengan buku-buku sastra dan non-sastra yang bisa menjamin berkembangnya minat baca dan wawasan siswa,” pungkasnya.

Narasumber terakhir, Djoko Saryono, membawakan materi berjudul “Nasib Mata Pelajaran Bahasa (dan Sastra) Indonesia Pascakurikulum 2013: Di Antara Pusaran Kerentanan Kebijakan”.

Ia mengungkapkan bahwa desain dan konstruksi kurikulum mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia sering berubah-ubah atas nama inovasi. Akibatnya jadi tumpang tindih antara bahasa dan sastra serta selalu kurang lentur antarkompetensi.

“Terlalu bertumpu logika linier-positivistik dan kurang holistik. Terlalu detail yang menjadikan guru sebagai operator dan fasilitator semata, akibatnya buku sastra sangat kurang,” terangnya.

Saryono mengatakan bahwa implementasi kurikulum mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia sering tidak harmonis. Ia mencontohkan dalam konteks pembelengguan otonomi profesi guru bahasa.

“Selain itu, lingkungan dan suasana pendidikan bahasa dan sastra kerap kali dianggap kurang menguntungkan,” ujarnya.

Dalam dialog sastra ini muncul juga harapan dan ajakan untuk melakukan kerja sama dalam bidang riset, publikasi, dan dokumentasi antara HISKI dengan BRIN, Badan Bahasa, dan Pusat Dokumentasi HB Jassin.

Acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif antara peserta dengan narasumber dipandu oleh moderator. Hingga akhir acara, kegiatan dialog sastra diikuti oleh sekitar 480 partisipan di Zoom Meeting.

Respons “Horeg” Sastra Masuk Kurikulum, HISKI Adakan Dialog Sastra

 

beras