Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

Rezim Soekarno, Syahrir, Natsir, Hamka: Dipenjara Tanpa Proses Hukum

Rezim Soekarno, Syahrir, Natsir, Hamka: Dipenjara Tanpa Proses Hukum



Berita Baru, Surabaya – Rezim Soekarno tampak jelas dalam bentang sejarah Orde Lama. Soekarno merupakan salah satu pendiri bangsa namun menuai banyak kritikan karena kebijakan-kebijakannya. Bahkan ada sejumlah tokoh politik yang masuk penjara tanpa melalui proses hukum.

Rezim Soekarno di Orde Lama

Di Orde Lama, Presiden Soekarno pernah mengeluarkan keputusan yang berisikan tentang amnesti dan abolisi. Keputusan yang tertuang dalam nomor 449 tahun 1961 ini berkaitan dengan pihak-pihak yang memberontak.

Bersamaan dengan keluarnya keputusan tersebut, Mr. Sjafruddin Prawiranegara selaku Presiden Republik Persatuan Indonesia menyerukan untuk menghentikan perlawanan kepada pemerintahan Republik Indonesia. Seruan tersebut untuk petugas maupun pejuang Republik Persatuan Indonesia.

Dalam keputusan-keputusan tersebut, ada sejumlah tokoh politik yang turun gunung demi bangsa Indonesia. Hanya saja, beberapa tokoh politik tersebut masuk penjara tanpa proses hukum. Tokoh politik ini seperti halnya Syahrir, Natsir, dan Hamka.

Sutan Syahrir

Sebagaimana yang sudah kita singgung tadi bahwa Sutan Syahrir termasuk salah satu tokoh politik yang masuk penjara tanpa proses hukum saat rezim Presiden Soekarno. Sutan Syahrir sendiri memiliki peran penting dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Akan tetapi, Syahrir harus berakhir meninggal dunia akibat sakit. Sebelumnya, Syahrir ditangkap dan langsung dipenjara tanpa diadili terlebih dahulu.

Ketika ditahan, ia mengalami stres. Kondisi tersebut membuat tekanan darah tingginya jadi semakin memburuk. Pada akhirnya, ia mengalami stroke.

Kondisinya semakin memprihatinkan karena Syahrir ditempatkan di kamar yang lembab mirip kamar mandi. Negara menangkapnya karena Soekarno mempercayai informasi intel BPI yang menyebut Syahrir melakukan teror.

Syahrir sendiri termasuk pimpinan PSI yang mendukung Permesta/PRRI. Partai tersebut sudah Soekarno bubarkan dan menuntut Syahrir untuk ikut bertanggung jawab.

Hatta sendiri pernah menyakinkan presiden bahwa informasi dari dugaan BPI adalah salah. Syahrir tidak segan jadi oposisi saat berpolitik, namun tidak mungkin melakukan teror. Sayangnya, penjelasan tersebut tidak menemukan titik terang.

Sutan Syahrir akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di pengasingan dengan status tahanan politik pada masa pemerintahan Soekarno. Muhammad Hatta juga mundur dari kursi wakil presiden dan lantas mengkritik Soekarno walau tak sempat ditahan.

Mohammad Natsir

Selain Sutan Syahrir, Mohammad Natsir juga termasuk salah satu tokoh politik yang masuk penjara tanpa proses hukum selama rezim Soekarno. Ia adalah Ketua Masyumi yang juga bubar karena Presiden Soekarno.

Selain itu, ia pernah jadi Perdana Menteri Indonesia kelima. Akan tetapi, ia berselisih paham dengan Soekarno sehingga memutuskan untuk mengundurkan diri dari posisinya.

Setelah itu, ia jadi semakin aktif dalam menyuarakan peranan Islam yang ada di Indonesia. Lalu Natsir terlibat dalam pemberontakan PRRI. Akibatnya, ia sempat merasakan kehidupan di penjara.

Buya Hamka

Buya Hamka juga memiliki nasib pilu seperti halnya Sutan Syahrir dan Mohammad Natsir selama rezim Soekarno. Di tahun 1964, ia pernah masuk penjara karena tuduhan telah menggelar rapat gelap.

Di rapat gelap tersebut, ada perencanaan pembunuhan pada Presiden Soekarno dan Menteri Agama. Bukan hanya itu, rapat yang berlangsung di Tangerang ini juga merencanakan kudeta pada pemerintah karena dorongan Tengku Abdul Rahman selaku Perdana Menteri Malaysia.

Ia juga mendapatkan tuduhan telah menerima uang hingga 4 juta dari Perdana Menteri Malaysia. Bahkan ada tuduhan telah memberi kuliah yang sifatnya subversif dan melakukan berbagai kejahatan lainnya.

Tuduhan-tuduhan tersebut jelas ia bantah dengan tegas. Apalagi tanggal rapat gelapnya sama dengan waktu acara besar yang Buya Hamka hadiri. Karena hal itu, Hamka tidak mungkin menggelar rapat rahasia ini.

Dalam tuduhan tersebut, juga tidak ada bukti maupun saksi. Namun pihak-pihak yang menginterogasinya tidak ingin mencari kebenaran, namun membuat Hamka mengaku.

Karena lelah, Buya Hamka pun meminta penyidik untuk menulis semua tuduhan yang mengarah padanya. Ia lantas akan menandatanganinya.

Sosok ulama ini juga pernah sakit dalam masa penahanannya. Akibatnya, ia harus mendapatkan perawatan secara intensif di RS Persahabatan yang berlokasi di Jakarta Timur. Untungnya, Buya Hamka bisa cepat pulih.

Dalam rezim Soekarno yang berlangsung di Orde Lama, memperlihatkan sejumlah tokoh politik penting yang tidak mendapatkan keadilan. Hal tersebut jelas berbeda dengan karakteristik bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran.

beras