Untag Surabaya Rencanakan Bentuk Satgas PPKS
Berita Baru, Surabaya – Sejak pengesahan Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, beberapa kampus mulai membentuk Satuan Tugas.
Seperti, Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya. Mereka berkomitmen membentuk Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Pihak kampus saat ini telah membentuk Panitia Seleksi (pansel) untuk merekrut anggota Satgas.
Rencananya, pada Juni 2022 Satgas ini akan dikukuhkan Rektor Untag dan akan mulai memberikan edukasi dan pendampingan terhadap kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Ketua Pansel Satgas PPKS, AAI Prihandari Satvikadewi MMed Kom mengungkapkan pansel dibentuk untuk menyusun aturan terkait kekerasan seksual dan akan ditetapkan dalam keputusan rektor.
“Anggota panselnya ada 3, kami daftarnya dari panitia pembentukan pansel dan daftar ke Pusat Penguatan Karakter Kemendikbud RI dan mengikuti ujian online dan test juga,”urainya.
Anggota pansel ini, lanjut Vika sapaan akrabnya akan menyeleksi anggota satgas. Pasalnya anggota satgas tidak dapat dipilih berdasarkan penunjukan sesuai dengan Permendikbud, termasuk komposisi Satgas yang minimal lima orang yang merupakan mahasiswa, dosen, dan tenaga Pendidikan.
“Karena kekerasan seksual ini masalah yang sensitif. Sehingga yang paling diperlukan orang yang paham tentang pemahaman dan mengidentifikasi kekerasan seksual. Masa kerjanya satgas dua tahun dari sejak diangkat, jadi ada peluang bergantinya keanggotaan mahasiswa kalau mereka lulus,” lanjutnya.
Keanggotaan ini, dikatakan Vika rencananya akan diisi tujuh orang dan diakui secara akademik. Bagi dosen bisa masuk dalam kegiatan tridharma perguruan tinggi, sementara bagi mahasiswa bisa untuk MBKM.
“Kalau tendik kaitannya dengan kinerja. Dan ada wacana pejabat struktural sedapat mungkin tidak merangkap agar menghindari konflik kepentingan,” tegasnya.
Pengecualian pejabat struktural dikatakan Dosen Ilmu Komunikasi Untag Surabaya ini karena penanganan kekerasan seksual di kampus tidak hanya di lingkup perkuliahan saja namun bisa di spektrum yang lebih tinggi.
“Langkah pembentukan satgas nanti ada sosialisasi dan seleksi juga semacam fit and proper test juga. Karena memang ada kriteria, paling tidak mereka pernah mendampingi, kepedulian dan pernah terlibat dalam penyelesaian pada kekerasan seksual,” lanjutnya.
Dengan adanya Satgas, jika warga Untag Surabaya mengalami pelecehan seksual bisa langsung diakomodir oleh satgas. Berbeda dengan sebelum adanya satgas yang hanya dilakukan konseling baru diteliti.
“Tetapi nantinya saat udah ada satgas, maka laporan dan rekomendasi tindakan yang harus diambil perguruan tinggi dari satgas,” urainya. Perlindungan korban, menurut Vika menjadi bagian paling penting dalam tugas Satgas nantinya. Pasalnya, permasalahan ‘consent’ atau konsensus atau persetujuan sempat dijadikan polemik terkait Permen PPKS 30.
“Ini yang dipertegas di Permendikbud ini, konsensus ini dilihat dari pihak yang lemah, yang mau tidak mau harus setuju. Jadi begitu ada relasi kuasa Permen ini bisa gugur, dilihat korban yang merupakan yang lemah. Dan dia berhak dan bisa dijamin pendidikannya dengan aman dan nyaman,” urainya.
Ia mengungkapkan terdapat jenis-jenis pelecehan seksual dalam aturan yang dibuat untuk Satgas mengacu dalam RUU TPKS yang akan diturunkan dalam istilah di perguruan tinggi.
“Mulai dari mengancam sampai sifatnya langsung fisikal dijelaskan di sini. Yang menantang itu, kita berhadapan dengan budaya seperti catcalling yang masih dianggap biasa tapi bisa masuk kekerasan seksual juga,” ujarnya.
Dengan aturan yang diterapkan satgas dan sosialisasi di lingkungan perguruan tinggi, diharapkan pada akhirnya akan ada budaya baru dalam relasi antar manusia.