3 Hal Penting yang Perlu Diperhatikan Jika Hendak Menikah menurut Imam al Ghazali
Berita Baru, Surabaya – Pernikahan adalah peristiwa penting dan ditunggu setiap pasangan. Biasanya, pasangan yang hendak menikah, memiliki beragam angan dan harapan akan mendapatkan kebahagiaan usai akad nikah. Tetapi pada kenyataannya tidak sedikit pasangan yang malah mendapatkan kesulitan ketika menjalani kehidupan berumah tangga.
Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan mereka tidak mampu memprediksi bahwa dalam ikatan pernikahan tidak hanya terdapat sesuatu yang baik-baik saja, yang serba menyenangkan dan membahagiakan. Tetapi juga terdapat banyak hal yang tidak menyenangkan, bahkan beragam risiko yang bisa membuat pasangan jatuh pada permasalahan yang kompleks.
Sebenarnya para ulama sudah mengingatkan bahwa ada beberapa risiko yang perlu dipikirkan secara matang ketika hendak menikah. Seperti dikatakan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya-nya. Bahwa ada 3 risiko besar yang akan dihadapi seseorang ketika menikah. Ketika pasangan mampu menghadapi aneka risiko ini, maka akan mendapatkan kebahagiaan dalam ikatan pernikahan tersebut.
1. Nafkah Halal
أما آفات النكاح فثلاث الأولى وهي أقواها العجز عن طلب الحلال فإن ذلك لا يتيسر لكل أحد لا سيما في هذه الأوقات مع اضطراب المعايش فيكون النكاح سببا في التوسع للطلب والإطعام من الحرام
Artinya: Adapun bahaya atau risiko dari pernikahan ada 3. Yang pertama dan yang paling kuat adalah tidak mampu mencari nafkah yang halal. Sesungguhnya dalam hal mencari nafkah tidak dimudahkan bagi setiap orang, terlebih lagi pada zaman yang susah mencari pekerjaan, maka pernikahan bisa menjadi sebab kemudahan mencari nafkah dari perkara yang haram. (Ihya Ulumuddin, Dar Ibnu Hazam, halaman: 469-470).
Penjelasan Imam al-Ghazali tersebut, seakan sesuai dengan yang terjadi pada zaman modern. Mencari nafkah bisa dikatakan sebagai beban berat dalam sebuah keluarga, karena dalam realitanya banyak keluarga yang gagal dan akhirnya bercerai karena persoalan ekonomi.
Sebenarnya poin penting dari risiko pertama ini ada pada kemampuan mencari nafkah dengan jalan yang halal. Bisa jadi ada orang dimudahkan dalam mencari nafkah, tetapi melalui cara-cara yang tidak dibenarkan oleh agama, sehingga nafkah yang diberikan kepada keluarga bukan dari cara halal. Menjaga kehalalan nafkah ini yang berat menurut hujjatul Islam. Oleh karena itu pantas jika mengatakan bahwa mencari nafkah yang halal merupakan risiko terbesar yang harus dihadapi oleh setiap pasangan yang telah menikah.
الآفة الثانية القصور عن القيام بحقهن والصبر على أخلاقهن واحتمال الأذى منهن
Artinya: Risiko yang kedua adalah tidak mampu memberikan hak-hak istri, tidak bisa sabar atas perilakunya, dan berpotensi mendapatkan perlakuan tidak baik dari mereka.
Dalam penjelasannya, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa risiko yang kedua ini lebih ringan dibandingkan dengan yang pertama, yaitu mendidik akhlak seorang istri itu lebih ringan daripada mencari rizki yang halal. Tetapi risiko yang kedua ini juga harus diantisipasi. Seorang laki-laki suatu saat akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya.
Rasulullah bersabda:
كفى بالمرء إثما أن يضيع من يعول
Artinya: Cukuplah seseorang dikatakan berdosa ketika ia menyia-nyiakan keluarganya.
2. Kurang Dewasa
Risiko kedua ini mengarah pada kurangnya kematangan atau kedewasaan seseorang dalam menghadapi masalah khususnya pada sikap dan perilaku pasangan sendiri. Perbedaan karakter, latar belakang pendidikan, sosial dan budaya kerap kali membuka keran perselisihan dalam rumah tangga. Jika kedua pasangan memiliki kematangan berpikir dan mengendalikan emosi, maka risiko pertengkaran dalam rumah tangga akan dapat diminimalisir, sehingga bisa diselesaikan dan tidak menyebabkan terjadinya konflik yang lebih besar.
Dapat dilihat kasus perceraian di Indonesia, percekcokan menjadi salah satu dari dua alasan utama penyebab perceraian. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan menghadapi perilaku dan sikap pasangan juga menjadi bahaya besar bagi pasangan. Oleh karena itu untuk mengurangi risiko kedua ini, sebaiknya setiap pasangan yang hendak menikah memikirkan aspek psikologis dan mental. Hal tersebut agar siap dalam menghadapi berbagai kemungkinan konflik dengan pasangan yang akan muncul ketika menikah.
3. Lupa kepada Allah SWT
الآفة الثالثة وهي دون الأولى والثانية أن يكون الأهل والولد شاغلا له عن الله تعالى وجاذبا له إلى طلب الدنيا وحسن تدبير المعيشة للأولاد بكثرة جمع المال وادخاره لهم وطلب التفاخر والتكاثر بهم
Artinya: Risiko ketiga adalah keberadaan keluarga dan anak menjadikan ia sibuk dan lupa kepada Allah SWT. Adanya keluarga juga menuntut untuk mengumpulkan harta dunia, menyiapkan kebutuhan anak, dengan mengumpulkan banyak harta dan menyimpannya untuk mereka, mencari kebanggaan dan berlomba-lomba memperbanyak keturunan.
Yang terakhir merupakan risiko yang bersifat spiritual, yaitu melupakan Allah SWT karena terlalu sibuk mengurusi keluarga. Dengan adanya keluarga, seseorang pasti dituntut mencari dan mengumpulkan harta benda untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga.
Tidak bisa dipungkiri bahwa setiap orang pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk menafkahi keluarganya, khususnya untuk keperluan masa depan anaknya. Dalam usaha menyiapkan masa depan anak tersebut, seringkali membuat orang melupakan Allah SWT karena terlalu fokus pada pekerjaan sehari-hari.