4 Catatan Evaluasi Kinerja Penegakan Hukum Polresta Banyuwangi
Berita Baru Jatim, Banyuwangi – Timpangnya keadilan penegakan hukum, Pengurus Cabang PMII Banyuwangi mencatat empat evaluasi kinerja Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyuwangi.
Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diterapkan pemerintah justru menimbulkan polemik. Pasalnya, pemberlakuan tersebut hanya dialami oleh masyarakat kecil. “Tindakan diskriminatif itu menjadi catatan pertama kepolisian,” ungkap Syaifurrohman, Ketua Cabang PMII Banyuwangi, Jumat (23/7).
Ia mencontohkan kasus yang terjadi di Desa Temuguruh. Kepala Desa yang seharusnya mencontohkan justru menggelar hajatan resepsi disaat PPKM Darurat. “Ironisnya resepsi digelar di balai desa,” lanjut pria yang akrab disapa Rohman.
Tindakan tersebut, ia melanjutkan seperti dibiarkan oleh kepolisian setempat. Padahal jika merujuk pada KUHP Pasal 212, 216, dan 218 siapapun yang melanggar mesti dikenai sanksi. “Kalau masyarakat kecil paling sudah dibubarkan,” tegasnya.
Kedua, tindakan represif kepolisian menyikapi pelbagai aksi atau penyampaian aspirasi masyarakat. Seperti halnya tindakan represif aparat kepolisian terhadap warga Desa Wadas yang menolak sosialisasi dan pematokan tanah untuk pertambangan dalam bentuk penangkapan oleh kepolisian dan adanya indikasi aparat yang melakukan pelanggaran hukum.
“Padahal gerakan solidaritas penolakan tambang andesit di Desa Wadas dimulai aksi damai dengan mujahadah dan ber-sholawat di sepanjang jalan desa,” imbuhnya. Padahal di Peraturan Kapolri No 9 Tahun 2008 telah diatur harus mengedepankan prinsip dan standar hak asasi manusia.
Di samping itu, catatan evaluasi Ketiga yang juga tak kalah penting adalah penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh anggota kepolisian. “Seperti anggota Polsek Glagah,” ujarnya.
“Oknum polisi ini menggunakan narkotika berarti telah melanggar aturan disiplin dan kode etik. “Pasalnya setiap anggota kepolisian wajib menegakkan hukum serta menjaga kehormatan, reputasi, dan martabat Kepolisian Republik Indonesia. “Sebagaimana Pasal 5 huruf a PP 2/2003 JO. Pasal 6 dan Pasal 7 Perkapolri 14/2011,” ungkapnya.
Suburnya pungutan liar di lingkungan kepolisian menjadi poin Keempat. Penyakit akut yang telah lama menggerogoti tubuh kepolisian ini mesti disikapi serius. Rohman mengatakan bahwa kepolisian memiliki kode etif profesi. “Setiap anggota dilarang melakukan tindak korupsi, kolusi, nepotisme, dan gratifikasi,” kata Rohman menyebut potogan isi Etik kepolisian.
Berbagai permasalahan dalam kepolisian sudah semestinya menjadi evaluasi penting oleh pihak terkait demi optimalnya kinerja dan hasil yang dicapai.
Berkaca dari peristiwa yang telah lampau, kesadaran akan tugas dan fungsi dasar dari seluruh komponen kepolisian menjadi hal yang juga harus senantiasa diperbaiki kedepannya. Hal ini tentu dapat dilakukan melalui beberapa proses bertahap yang progresif.
Oleh karena itu, PC PMII Kabupaten Banyuwangi sebagai organisasi yang berpihak kepada kaum mustadh’afin dan memiliki komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan dalam hal agen kontrol sosial di akar rumput yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, menginisiasi aspirasi yang terserap menjadi sebuah analisis kritis dalam bentuk evaluasi, untuk mewanti-wanti agar tidak terulang dan terjadi kembali hal tersebut.
Sehingga bisa menjadi salah satu upaya Insitusi Polres Banyuwangi menjadi Penegak Hukum PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan).