Forum Sastra Timur Jawa Launching 2 Buku Sastra
Berita Baru Jatim, Jember — Forum Sastra Timur Jawa kembali adakan launching dan diskusi buku antologi puisi dan cerpen yang ketiga dengan judul buku antologi cerpen Selendang Biru Titisan Arwah Penari dan buku antologi puisi Risalah Tubuh di Ladang Kemarau, yang digelar pada Minggu (29/12) di Oase Kopi dan Literasi Jember.
Acara ini dihadiri para penyair Timur Jawa dan dimeriahkan oleh pembacaan puisi dari penyair Sastra Timur Jawa, Musikalisasi Puisi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Jember (Unej), Musik Jeje’ Studio Diksi Situbondo dan pembacaan puisi dari Teater Rayon Sastra (Teras) Fakultas Ilmu Budaya Unej.
Menurut Ketua LP3M Universitas Jember (periode kemarin) Akhmad Taufiq, acara tersebut merupakan salah satu bentuk ikhtiar dan apresiasi terhadap berkembangnya gerakan literasi di Timur Jawa, yang terbentang dari Kabupaten Pasuruan hingga Kabupaten Banyuwangi, yang semakin hari semakin menunjukkan eksistensi dan kontribusinya dalam mengembangkan kebudayaan di wilayahnya.
Akhmad Taufiq berharap dengan hadirnya penyair-penyair Sastra Timur Jawa mampu memberikan ruang bagi ekspresi puitik dan membuka tafsir estetik.
Sastra Timur Jawa Sebagai Jawaban Kondisi Alam, Mitos dan Sejarah
Sulung Lukman menyatakan bahwa sebagai kurator harus bertanggung jawab terhadap karya, mana yang cocok dan tidak, secara estetik dan tematik. “Kita dituntut untuk memahami lingkungan sekitar, kondisi geografis, bentang alam, mitos dan sejarah”, ungkapnya.
“Puisi-puisi yang ada dalam antologi puisi Sastra Timur Jawa tidak akan terlepas dari lingkungan penulis sebagai semangat apresiasi terhadap lingkungan lewat karya, baik cerpen maupun puisi,” paparnya.
Narasumber kedua Marlutfi Yoandinas menilai puisi-puisi dalam antologi puisi Sastra Timur Jawa sangat menakjubkan dari sisi diksi dan ungkapan yang sangat kuat, karena bukan hanya memotret peristiwa, namun juga mengarah pada ranah kebijakan dalam salah satu puisi.
“Apapun yang ditulis penyair itu merupakan sebuah gagasan, gagasan dunia, gagasan dunia penyair yang akan memandu kita untuk memahami dunia, apabila kita mau bercermin, ya bercermin kepada karya sastra, seperti apa masyarakat kita,” terang Yoandinas.
Menurutnya, banyak isu yang ditulis oleh penyair Timur Jawa antara lain isu tentang pertambangan, peristiwa 65, petani dan tembakau.
Disisi yang lain, Dwi Pranoto membedah dari sisi perkembangan sastra. Problem kesusatraan Sastra Timur Jawa tidak jauh beda dengan sastra Indonesia. Pada masa lalu puisi itu memakai bahasa lisan, sehingga penyair mendapatkan panggung untuk membacakannya, kemudian dalam perkembanganya beralih pada mesin cetak untuk memperluas distribusinya sehingga pada masa itu puisi tidak lagi dipanggungkan, namun sudah bisa dibaca di dalam kamar. Kemudian masuk dalam fase era internet.
Tidak hanya itu, Dwi Pranoto mengatakan bahwa bahasa selain menjadi medium sastra, juga sebagai alat komunikasi manusia, namun hari ini komputer juga bisa memahami bahasa dengan kecanggihan programnya.
Lebih jauh Dwi Pranoto mengatakan dalam konteks puisi, bahasa bukan hanya milik manusia, bahkan Afrizal Malna dalam kongres cerpen di Jembrana, “Jerman sudah bisa menggabung gaya puisi Sutarji, Rendra, Chairil dijadikan satu.” Jadi itu problemnya, yang menjadi pertanyaan apakah puisi masih mempunyai fungsi di masyarakat.
“Lantas apa yang harus kita lakukan, saya masih yakin bahwa puisi dari seorang penyair adalah cara mengomunikasikan apa yang mereka alami. Apabila masyarakat di lingkungan kita berubah, karya sastra juga berubah. Inilah tantangan kita semua, bagaimana mencari cara ucap baru dalam berpuisi” pungkasnya.