Angkat Tema Hoaks Dalam Berbagai Perspektif, Prodi Sastra Indonesia FIB UNDIP Gelar Diskusi Virtual
Berita Baru, Semarang – Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Diponegoro gelar Visiting Lecture atau diskusi virtual via Zoom Meeting pada Jumat, (6/8/2021).
Mengangkat tema “Hoaks dalam Perspektif Bahasa, Sastra, dan Budaya”, diskusi virtual ini menghadirkan pembicara antata lain; Prof. Dr. Sudaryono, S.U. (Universitas Diponegoro), Prof. Melani Budianta, M.A., Ph.D. (Universitas Indonesia) dan Prof. Dr. Novi Anoegrajekti M.Hum. (Universitas Negeri Jakarta) dan dimoderatori Fajrul Falah, S.Hum.M.Hum. (Universitas Diponegoro)
Ketua program Sastra Indonesia, Dr. Sukarjo Waluyo, M.Hum., mengatakan jika visiting Lecture adalah diskusi rutin FIB UNDIP.
“Kegiatan-kegiatan ilmiah semacam ini, seperti diskusi budaya dan lainnya. Semoga selalu dapat berjalan terus,” harapnya
Sukarjo juga menambahkan, jika Visiting Lecture kali ini sekaligus sebagai penghormatan kepada Prof. Sudaryono.
Seperti yang sudah disinggung Sukarjo, Dekan FIB UNDIP, Dr. Nurhayati, M.Hum., juga menegaskan jika Visiting Lecture ini didedikasikan pada kepada sesepuh kami, Prof. Sudaryono sebagai penghormatan akademik yang sudah purna tugas.
“Walaupun sudah purna tugas, seluruh tenaga pengajar dan akademisi yang telah mengajar dan mendedikasikan tetap menjadi keluarga besar FIB UNDIP,” jelasnya.
Pemateri pertama adalah Sudaryono, guru besar FIB Universitas Diponegoro. Sudaryono membahas hoaks dalam konteks iptek dan kebudayaan.
“Hoaks adalah bagian dari kehidupan manusia, setiap orang pernah berbohong dengan kualitas dan kuantitas yang berbeda-beda,” jelasnya.
Pemateri kedua adalah, Melani Budianta akademisi yang konsen pada gender, budaya, dan sastra bandingan.
Melani mempresentasikan materinya yang berjudul Sastra, Hoaks, dan Humaniora.
“Tugas humaniora adalah mempersoalkan kembali apa fungsi kemanusiaan,” jelasnya.
Melani juga menambahkan bahwa sastra dan hoaks sama-sama bersifat rekaan.
“Sastra adalah karya fiksi yang mengungkapkan kebenaran, sementara hoaks adalah rekaan yang ditujukan untuk memalsukan kebenaran,” tegasnya.
Terakhir, pembicara ketiga adalah Novi Anoegrajekti, salah satu akademisi perempuan yang sangat enerjik, produktif, serta banyak mengapresiasi kebudayaan Banyuwangi.
Novi mempresentasikan materinya yang berjudul “Hoax: dari Cerita Rakyat sampai Kampung Global”. Novi memberikan contoh kebohongan-kebohongan atau hoaks dalam cerita rakyat ataupun pewayangan.
“Dalam hikayat Sri Tanjung, Raden Banterang dan Ida Ayu Surati, Minak Jinggo, sampai lakon wayang Mahabarata,” paparnya.
Selain itu, Novi juga membahas hoaks dalam konteks akademik, utamanya plagiarisme yang merupakan dokumen abadi dan pada era digital, akan mudah dilacak.
“Hoaks adalah sebuah proses gerak kebudayaan. Bisa dominant, bisa residual, emergent yang baru,” pungkasnya.
Pencegahan hoaks berpotensi dilakukan dengan meningkatkan literasi berbasis komunitas seperti pelatihan pembuatan batik, cendera mata, film documenter, kuliner berbahan lokal, narasi seblang, dan cerita rakyat berbasis ritual dan seni tradisi.
Seusai pemaparan materi dari 3 pembicara, acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif. Sampai akhir acara, peserta dalam zoom berjualan 220 peserta lebih ditambah peserta via YouTube.