Benang Kusut Pendidikan Daring di Jember
Opini — Hidup di tengah krisis seperti ini sangatlah menguras tenaga. Hampir segala kegiatan di seluruh sektor mengalami kelumpuhan.
Penyebaran Covid-19 ini pada mulanya sangat dirasakan dampaknya pada sektor perekonomian yang mulai lesu, bahkan kini dampaknya juga dirasakan di dunia pendidikan. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan meniadakan seluruh aktivitas pendidikan, membuat pemerintah dan lembaga pendidikan harus menghadirkan alternatif untuk tetap menjalankan proses pendidikan bagi peserta didik.
Berbagai alternatif pendidikan telah dikeluarkan oleh pemerintah termasuk pelaksanaan kelas online. Berdasarkan informasi dari Kemendikbud RI turut menggandeng beberapa platform belajar online yakni Kelas Pintar, Sekolahmu, Zenius, Ruang Guru, Quipper, Google Indonesia dan Microsoft. Setiap platform akan memberikan fasilitas yang dapat diakses secara umum dan gratis.
Pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan untuk meliburkan seluruh lembaga pendidikan. Hal serupa juga diberlakukan pemerintah Jember, dengan dikeluarkannya surat edaran bupati bernomor 420/816/310/2020 tentang Kebijakan Pendidikan dalam Masa Penyebaran Covid-19, menetapkan perpanjangan kegiatan pembelajaran dari rumah.
Namun, apakah dengan diberlakukannya kelas Daring (Dalam Jaringan) dan belajar di rumah telah dirasa efektif sebagai upaya pelaksanaan kegiatan pembelajaran?
Menurut hasil survei Student Research Center (SRC) PW IPNU Jawa Timur, ternyata 81,46 persen dari pelajar di Jawa Timur tidak setuju bila belajar #dirumahaja itu lebih menyenangkan dari pada di sekolah. Bertatap muka secara langsung dengan guru menurut mereka lebih efektif. 88,75 persen menyatakan setuju bahwa belajar di rumah terlalu lama membuat bosan dan stres.
Kemudian, fasilitas media pembelajaran daring ditengah Covid-19 yang diterima oleh pelajar di Jawa Timur, 66% pelajar mengalami sikap pembelajaran oleh Guru yang hanya memberi tugas lalu dikumpulkan secara online. Sebaliknya hanya 5 persen pelajar yang mengalami proses penjelasan materi oleh guru.
Tidak kaget apabila kebijakan pemerintah terkait proses keberlangsungan pendidikan, khususnya di Jember masih menuai gejolak pada pelaksanaannya, mulai dari pemberian tugas, kontroling siswa, dan evaluasi pembelajaran. Tentu, perlu adanya kerjasama dari pihak terkait dengan orangtua untuk turut memainkan perannya di tengah pandemi Covid-19.
Disadari atau tidak, masih kita miskoordinasi antara lembaga pendidikan terkait dengan orangtua di rumah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang menyalahgunakan belajar di rumah dengan bermain, anak yang dibiarkan belajar di rumah tanpa ada bimbingan guru, atau tutor bahkan orangtua. Terlebih selama ini, siswa kurang dikenalkan dengan proses Autonomous Learning, yakni belajar dengan sendiri.
Sebagian Sekolah Dasar (SD) hal tersebut harus menilai dan mempertimbangkan sistem pembelajaran daring yang dilaksanakan secara “mendadak” ini dikarenakan pasti menimbulkan banyak pertanyaan, terutama di kalangan pengajar sekolah dasar yang belum terbiasa dengan metode ini.
Sehingga muncul sebuah dilema pendidikan yaitu materi apa yang bisa diajarkan di rumah tanpa membebani orangtua yang seharusnya kewajiban guru mengajarkan di kelas? Lalu, pada pukul berapa mereka kemudian harus belajar sementara ada yang kedua orangtuanya bekerja? Atau juga bagaimana dengan kuota internet yang digunakan pada metode daring tersebut? Siapa yang menanggung?
Pelaksanaan instruksi untuk menghapus kegiatan tatap muka di wilayah lain juga masih terbilang gagap. Bagaimanakah dengan penerapan di Jember? Jika dirasa tak gagap mengeluarkan kebijakan maka seharusnya pemerintah Jember bisa melihat kapasitas beban yang akan diemban oleh setiap wali murid. Namun menilik seutas kejadian sejumlah siswa dan orang tua murid di Aceh menganggap langkah belajar melalui daring tidak efisien lantaran tidak adanya fasilitas yang memadai di tiap rumah.
Kendati menjadi polemik karena belum ada panduan dan arahan khusus menyoal sistem belajar di rumah yang berbasis daring ini. Sehingga, upaya belajar di rumah hanya dinilai sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 saja, tanpa ada nilai perbaikan pendidikan secara substansial di tengah pandemik ini. Karena sejatinya, substansi dari pendidikan itu sendiri merupakan suatu upaya pembelajaran yang mampu menunjang individu menuju kearah suatu perubahan pada ranah kognitif, afektif dan psikomotorik–haruslah terdapat grafik peningkatan.