Beralibi Tak di TKP Waktu Kejadian, Mas Bechi Bantah Lakukan Tindak Asusila
Berita Baru, Surabaya – Sidang kasus dugaan pencabulan dengan terdakwa Moch Subechi Azal Tsani (MSAT) alias Mas Bechi terus berlanjut di Pengadilan Negeri Surabaya. Terbaru, sidang digelar dengan agenda memberikan keterangan terdakwa pada Senin (3/10) malam.
Dalam persidangan tersebut, Mas Bechi menyampaikan alibi (alasan) dan membantah bahwa dirinya telah melakukan tindakan asusila terhadap korban santriwati. Sebab saat waktu kejadian seperti apa yang telah dituduhkan dalam dakwaan, dia mengaku tidak berada di lokasi (TKP).
Melalui kuasa hukumnya, Gede Pasek Suardika atau akrab disapa GPS, Mas Bechi menyebut ada suatu kejadian dalam dakwaan yang menurutnya tidak pernah terjadi. Dirinya pun mengklaim mampu membuktikan keberadaannya itu di muka persidangan.
“Peristiwa kedua itu ka muncul 2 waktu dari keterangan saksi. Ada yang bilang 18 Mei, ada yang bilang 20 Mei. Ternyata kedua-duanya itu, kita hadirkan bukti, bahwa Mas Bechi tidak ke TKP sama sekali,” ujarnya.
Dalam keterangan selanjutnya, Mas Bechi menyebut bahwa dirinya saat itu tengah melakukan persiapan kegiatan untuk jelajah desa. Keterangan ini, diperkuat dengan adanya bukti foto-foto kegiatan tersebut.
“Ada persiapan jelajah desa. Artinya secara alibi tidak mungkin ada peristiwa TKP, kalau orang yang dituduh pelaku tidak ada disana,” beber dia.
Keterangan Mas Bechi ini pun, dianggapnya sama dengan keterangan saksi sebelumnya, yang menyatakan bahwa tidak ada peristiwa seperti dalam dakwaan.
“Semua (saksi) menyatakan tidak pernah ada peristiwa itu. Ternyata tadi muncul alibi, dimana di waktu yang sama yang disebutkan salah satu saja, ini tidak dua-duanya. Dua waktu itu berada di tempat lain bukan di TKP. Ada bukti foto, kemudian dengan ada oang ngeshare kegiatan itu, beliau ada disitu memimpin rapat, peristiwanya jelajah desa kemudian ada lanjut persiapan berangkat. semua berangkat dari pondok bukan (dari) TKP,” ungkapnya.
GPS menambahkan, dalam dakwaan terdapat identitas dan kronologis kejadian atas dua peristiwa. Namun, dari dua peristiwa itu, kedua-duanya dianggap tidak mampu dihadirkan secara kualitatif oleh jaksa, bahwa peristiwa itu benar adanya.
Ia mencontohkan, soal kasus perkosaan yang didakwakan, terbantahkan dengan adanya chattingan mesra dari korban pada Mas Bechi. Ia menganalogikan, soal bagaimana mungkin ada peristiwa pemerkosaan jika kemudian korbannya justru mengirimkan chat mesra pada pelaku.
“Dari saksi, bukti, misalnya disebut (pasal) 285, perkosaan, kita hadirkan chat-nya. Kita konfirmasi, betul. Masa ada habis diperkosa besoknya nge chat sayang. Justru yang ada jawaban-jawaban terdakwa yang jengkel. Kita konfirmasi kenapa jengkel. Kalau 2017 diperkosa harusnya lapor. Jangan terus 2019 baru lapor karena gak jadi dikawinin,” tegasnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tengku Firdaus menyatakan, tidak mempermasalahkan soal bantahan terdakwa. Sebab, hal itu dianggap sebagai hak terdakwa dalam persidangan.
“Gak ada masalah dia membantah. Itu kan haknya sebagai terdakwa,” jelasnya.