Beritabaru.co Dapatkan aplikasi di Play Store

 Berita

 Network

 Partner

HISKI UNJ Bedah Karya 5 Puisi Terbaik dari 5 Penulis Buku Tarian Laut

HISKI UNJ Bedah Karya 5 Puisi Terbaik dari 5 Penulis Buku Tarian Laut



Berita Baru, Jakarta – Usai gelar gelar Tukar Tutur buku antologi puisi “Tarian Laut” pada Rabu, (22/2/2023) lalu. Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia Komisariat UNJ undang 5 penulis yang karya puisinya masuk dalam nominasi 5 terbaik pada Sabtu (25/2/2023) dan disiarkan langsung via YouTube oleh Tribun Network.

Lima penulis tersebut adalah Dr. Ari Ambarwati, M.Pd., Dr. Dina Dyah Kusumayanti, M.A., Dr. Sastri Sunarti, M.Hum., Dr. I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani, M.Hum., dan Sri Yono, M.Si.

Buku antologi puisi Tarian Laut ini berisi 222 puisi dengan tema dan topik kemaritiman, dieditori oleh Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum., Dr. M. Yoesoef, M.Hum., Dr. Ida Nurul Chasanah, M.Hum., dan Sudartomo Macaryus, M.Hum. 

Dalam sambutannya, Novi sebagai Koordinator Tim Editor buku Tarian Laut menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah bekerja sama dalam melahirkan buku “Tarian Laut” tersebut, mulai dari para penulis, editor, kurator, dan stakeholder terkait. 

“Tarian Laut ini sebagai salah satu proses ikutan dari kegiatan menulis bersama yang dilakukan oleh para kolega dari Aceh sampai Papua. Dan, melalui Trias Kritika Sastra, yaitu Sastra Pariwisata, Sastra Rempah, dan Sastra Maritim para kolega menampakkan kepiawaian dan pemahamannya mengenai berbagai fenomena sastra dan budaya di lingkungan masing-masing dan menyampaikannya secara ilmiah,” tutur Ketua Program Studi S2 Linguistik Terapan UNJ tersebut. 

Lebih lanjut, Novi mengaku banyak kejutan dan kesan ketika membaca puisi-puisi yang terkumpul dalam antologi puisi Tarian Laut.

“Bentang etnografi kematitiman tersaji melalui untaian kata indah, mulai yang melihat laut dari budaya darat, yaitu mengagumi panorama dan menggunakan laut sebagai latar. Namun ada yang bergerak sampai tepian laut, serta yang menceburkan ke dalam laut dan menyaksikan dan mengalami beragam peristiwa. Hal itu secara perlahan berpotensi memulihkan kejayaan bangsa Indonesia atas laut dan tidak lagi memunggungi laut yang menyatukan wilayah kepulauan Nusantara,” jelasnya. 

Novi menambahkan bahwa keberagaman yang ada dalam 5 puisi terbaik  “Anak Bajo di Buku Sekolah” oleh Ari Ambarwati, “Kelomang Bercangkang Plastik” oleh Dina Dyah Kusumayanti, “Pou Hari” oleh Sastri Sunarti, “Di Pantai Ini” oleh I Gusti Ayu Agung Mas Triadnyani, dan “Tetototame” oleh Sri Yono merepresentasikan bahwa bangsa Indonesia belum selesai dalam merumuskan dan menghidupi budaya kemaritiman. 

“Laut mulai dari pesisir, permukaan, dan keseluruhan isi di dalamnya berpotensi menyejahterakan umat manusia di muka bumi. Potensi tenaga, pikiran, dan batin berpotensi untuk membangkitkan potensi laut tersebut,” pungkasnya. 

Proses Kreatif

Puisi Ari Ambarwati terlahir dari kekagumannya terhadap kehidupan nelayan Madura dan anak Bajo yang bercanda dengan ombak di laut. Ia merindukan budaya maritim tersebut tertuang dalam buku sekolah.

“Cerita pengalaman perjalanan mengarungi laut yang disampaikan oleh teman-teman saya tidak saya temui di buku Sekolah Dasar, oleh karena itu ini harus saya suarakan,” jelas Ari bersemangat.

Kebesaran sebagai bangsa maritim perlu diperkenalkan melalui jalur pendidikan, termasuk dalam buku pelajaran di sekolah.

Puisi Dina D. Kusumayanti lahir dari pengalamannya masa kecil mengenai kelomang yang sering berganti cangkang dan amanah yang diemban saat ini sebagai koordinator kelompok riset khususnya mengenai children literature yang mengangkat issu mengenai laut atau ocean literature.

“Sastra kelautan menggali bagaimana kita orang daratan mampu memahami hubungan yang sangat erat antara laut dengan darat yang erat, tidak terpisahkan, saling mengisi, dan tidak memunggungi,” jelas Dina.

Kelomang yang mencari cangkang hanya menemukan tutup botol yang terbuat dari plastik. Cangkang plastik sebagai ajakan untuk menjaga laut agar terhindar dari sampah seperti yang terjadi saat ini. 

Puisi “Tetototame” karya Sri Yono mengangkat legenda di Morotai mengenai kesucian cinta Kapitan Sopi kepada Putri Boki Dehegila yang meminta mahar dengan memindahkan pulau-pulau dari utara ke selatan dalam waktu satu malam.

“Ketika menjelang pagi masih tertinggal dua pulau, kemudian Kapitan Sopi menyendiri di sebuah pulau dengan membawa mahar. Karena lama berada di pulau tersebut, mahar menjadi batu yang kemudian diberi nama Tetototame,” urai Sri Yono.

Kisah tersebut memiliki kemiripan dengan terjadinya Candi Prambanan. Triadnyani menulis puisi “Di Pantai Ini” terinspirasi oleh kecenderungan para nelayan yang beralih profesi dengan bekerja di darat. Cerita berawal dari kesulitan mendapatkan asisten rumah tangga.

“Ada kecenderungan remaja perempuan lebih senang bekerja di took, petani beralih profesi, dan semua ingin bekerja lebih enak yang hanya terdapat di darat,” jelas Triadnyani.

Bekerja di laut juga penuh perjuangan dan membutuhkan keberanian untuk mengatasi berbagai tantangan. Hal itulah yang menyebabkan para nelayan kembali beralih kerja di daratan.

Selanjutnya, 4 penulis yang hadir membacakan karya puisinya dan dengan penuh penghayatan. 

Mengakhiri Tukar Tutur ini Novi Anoegrajekti mengajak para penulis puisi yang juga berprofesi sebagai dosen dan peneliti untuk melakukan penelitian bersama mengenai budaya maritim yang ada di wilayah masing-masing, mulai dari Aceh sampai Papua.

Tayangan lengkap dapat diakses melalui: https://youtube.com/live/QzQLOW4pLKo?feature=share

HISKI UNJ Bedah Karya 5 Puisi Terbaik dari 5 Penulis Buku Tarian Laut

beras