Mahasiswa STIE Mandala Tolak Kebijakan Saving Living Cost bagi Penerima KIP Kuliah
Berita Baru Jatim, Jember – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Mandala, Kabupaten Jember bersama Forum Mahasiswa Bidikmisi (Formasi) menggelar Audiensi dengan pihak birokrasi kampus membahas kebijakan kampus tentang bantuan biaya hidup atau living cost, pada Senin (8/2/2021).
“Tugas kami, menampung aspirasi mahasiswa dan telah mendapatkan keluhan dari mahasiswa langsung tanggap dengan melayangkan surat kepada BEM untuk ikut serta mendampingi teman-teman angkatan 2020,” Jelas Fathor Rahman Ketua Umum Formasi.
Menteri Advokasi BEM STIE Mandala Galih Syahbatul Arkom menilai kebijakan itu selain tidak memiliki legalitas yang jelas dan tidak melibatkan mahasiswa sebelum menetapkan.
“Sebelumnya, BEM telah mendapat surat dari Formasi ada permasalahan terkait kebijakan saving living cost penerima KIP Kuliah angkatan 2020. Makanya kita adakan audiensi untuk mendengar poin-poin yang inti permasalahan,” ujarnya.
Setelah mendengar poin-poin permasalahannya, Galih menuturkan aturan lembaga tidak berhak mengelola kebijakan bantuan hidup tanpa mahasiswa penerima KIP Kuliah dengan anggaran permahasiswa masih kurang.
“Aturan apapun itu lembaga tidak mempunyai hak untuk mengelola kebijakan berkaitan dengan bantuan biaya hidup, sehingga tidak mempunyai dasar legalitas yang jelas. Apalagi tidak melibatkan mahasiswa dalam membuat kebijakan, banyak dari temen-teman mengeluhkan dengan pertimbangan merasa kurang dengan uang Rp 600.000 perbulan, sehingga kami sepakat untuk menolak,” ungkapnya.
Audiensi ini dihadiri ketua STIE Mandala Jember Dr Suwignyo Widagdo, SE,MM,MP, Wakil Ketua 3 Dr Lia Rachmawati SE,M.Ak, BEM, Formasi dan beberapa perwakilan dari mahasiswa.
Walaupun sempat terjadi perdebatan panjang, audiensi yang berjalan hampir dua jam itu menghasilkan kesepakatan bahwa lembaga bersedia untuk memenuhi tuntutan mahasiswa.
“Alhamdulillah meski sempat ada perdebatan, pihak lembaga menaggapi dengan baik suara-suara dari kita dan lembaga berjanji untuk mencabut kebijakan tersebut dan akan segera mengirimkan surat kepada pihak Bank Mandiri,” lanjutnya.
Dalam pernyataannya saat audiensi, Dr Suwignyo Widagdo mengatakan dasar dari dikeluarkannya kebijakan saving living cost ini adalah untuk memanajemen bantuan biaya hidup dan agar dikemudian hari mahasiswa dalam menempuh Kuliah Kerja Lapangan (KKL), Kuliah Kerja Nyata (KKN), Skripsi dan Wisuda tidak keteteran mengatur keuangan.
“Kami mengeluarkan kebijakan ini atas dasar kepedulian kami terhadap mahasiswa, terutama angkatan 2020, agar nanti ketika mereka menempuh KKL, KKN, Skripsi dan Wisuda, mereka mempunyai tabungan dan tidak keteteran untuk membiayai itu semua, sehingga tidak terjadi lagi penunggakan biaya seperti yang terjadi di angkatan-angkatan sebelumnya, hanya itu tujuan kami, tidak ada maksud kami mengambil uang itu.” Ujarnya.
Kendati maksud lembaga baik, Galih menilai selayaknya lembaga juga mengadakan diskusi dengan para mahasiswa penerima KIP Kuliah sebelum menetapkan kebijakan apapun sebagai aktualisasi nilai-nilai demokrasi di dunia kampus.
“Kami tahu maksud dari lembaga baik, untuk memanajemen uang mahasiswa, namun jika itu berkaitan dengan hak-hak mahasiswa, sudah selayaknya lembaga harus melibatkan mahasiswa penerima KIP Kuliah dalam membuat kebijakan, agar lembaga juga tahu positif negatifnya penerapan kebijakan itu seperti apa, bukan hanya kebijakan ini, namun juga kebijakan-kebijakan yang lain.” Tutupnya.
Dalam audiensi ini, mahasiswa membawa tiga tuntutan yakni:
- Pengembalian bantuan biaya hidup seperti semula, yakni Rp 700.000 perbulan;
- Pencabutan kebijakan saving living cost;
- Dilibatkannya pengurus Formasi dan mahasiswa dalam membuat setiap kebijakan.