Merekam Jerit Luka di Tengah Pandemi, Sebuah Puisi Akhmad Taufiq
DI MUSIM CORONA
Akhmad Taufiq:
: aku masih baik-baik sayang
di musim Corona,
hujan masih turun dan tak juga reda
aku di kamar sendirian
menelungkupkan tubuh dengan selembar sarung yang kupotong,
tepat di bagian jahitannya.
ada gigil merayap tubuh
gigi mulai ngilu. perut terasa keram dan kaku.
aku berselimut dari segala kesunyian
: dan, lagi-lagi aku masih sendiri di kamar
ruang yang sebatas 3X3 meter
terasa semakin menjadi sempit
menghimpit dalam segala sesak
: aku tak bisa ke mana-mana. aku diam.
ada jejak ratapmu yang masih kudengar dari kejauhan
dari sisa catatan demi catatan yang pernah kau kirimkan
sebelum musim Corona ini tiba
: aku masih baik-baik sayang,
begitu jawabku, dan selalu begitu jawabku
ketika kau selalu tanya dan berulang
di musim Corona,
tak ada kata lain yang dapat aku katakan
: aku masih baik-baik sayang
meski tubuhku tercekat. sendiri.
dalam kepengapan,–
Jember, 6 April 2020.
BERITA APAKAH INI GERANGAN?
Akhmad Taufiq
: berita apakah ini gerangan, Tuan?
ada mayat diusir dari kampung halaman.
ia tak boleh dimakamkan di tanah di mana ia pernah dilahirkan.
ada teriak dari petugas kesehatan.
“jangan lempari kami dengan batu, Tuan.
kami juga manusia. tak perlu Tuan menghinakan.”
di jalan setapak itu,
mayat dipanggul petugas dan di bawa berlari ke jalan besar.
mobil janazah, terasa mengerang diam. wajahnya menjadi begitu ngilu.
kelu dalam segala kesedihan.
beginikah, kau menghinakan?
tak tahukah siapa yang kau anggap meninggal?
ini saudaramu, Tuan!
jasad yang menjadi korban dari wabah yang telah diizinkan Tuhan.
Corona kata orang. makhluk yang diizinkan Tuhan untuk menguji nurani kita.
jangan kau kehilangan akal.
Tuan, tahukah kau?
tanah itu telah memanggil saudaramu untuk kembali.
ada tangis anaknya. ada sesak dada sanak-keluarganya.
ia meninggal dalam kekalutan.
Tuan, kita sama-sama merasakan
ada duka yang mendalam
duka di tanahmu, duka ditanahku
: lantas, janganlah kita kehilangan nurani dan akal
Tuan, tak lihatkah kau?
yang pergi adalah saudara kita
saudaraku, saudaramu jua
tak usahlah kau menghardik
dan menghinakan.
: ia pergi dengan segala ketentuan.
: ia pergi dengan syahid yang telah dijanjikan,–
Jember, 6 April 2020.
Karya Puisi ini sudah diterbitkan Cakradunia.co pada tanggal 8 April 2020.
Akhmad Taufiq, dosen dan penyair tinggal di Jember. Antologi puisinya berjudul Kupeluk Kau Di Ujung Ufuk terbit pada 2010 dan Mengulum Kisah dalam Tubuh yang Terjarah terbit pada 2016. Selain itu, Akhmad Taufiq menjadi kontributor pada antologi Puisi bersama, baik secara nasional maupun internasional di kawasan Asia Tenggara. Puisi-puisinya juga dimuat disejumlah antologi bersama.
Sejumlah penghargaan diperolehnya, antara lain; Penghargaan Puisi Dunia Numera Malaysia (2014), dan Anugerah Sutasoma, Anugerah Penghargaan Buku Esai/Kritik Sastra terbaik dari Balai Bahasa Jawa Timur (2018).