Tanda Tanya
Tanda Tanya
Degub gemuruh di jantungmu
Dan rindu yang masih hangat di keningmu adalah cinta yang tanggal di antara keinginan
Kenapa kita menghalalkan kepura²an sebagai satu²nya cara untuk lupa
Sedang bibir kita masih basah oleh doa?
Lihat setiap tanda tanya
Pada kata dan kalimat yang usai begitu saja
Tanpa jawaban
Sekalipun kita tidak bisa benar² membiarkan!
Malang, 3 Desember 2020
Nada 1 Desember 2020
Dalam ruang hening tanpa nada
Aku mainkan dawai, mencipta suara.
Denting melodi merangkai romansa
Pada geming yang senyap semuanya bermula
Aku cipta lagu pengiring
Dari kisah-kisah yang bersandar pada tanggal² musim
Musim bunga yang rekah dari bibirmu; semerbak wangian kembang menepikan bauan ronta kesepian
“Waktu memanjang di sepanjang semi”
Nadaku rerus berdenting
Dari desah nafasku
melodi menemukan temponya
yang ritmis.
Renung bersandar pada kursi tua yang arsistik
Dan nyala lampu klasik mennyipta siluetmu yang cantik
“Wajah kekasih merekat”
Nada di dalam kian berkecamuk
Reranting di luar tumbuh dan menjulang
Pada tubuh yang terbagi di antara jarak tinggal
Wajah kekasih kian dekat
Pada diriku sendiri ia menetap
Pada dirinya sendiri ia tetap
Ah, kutemui diriku yang bergeming
Meratap ruang kosong yang dingin!
TUBUH
Aku dan kamu
Terlena rebah
Berpeluk erat
Tubuhmu yang padat
Kurangkul dengan tubuh gelandanganku yang sekarat
Sepasang alismu melengkung
Di langit² keningmu
Merangkai angan di sepasang pandang mataku
Oh, kasih.
Tubuhmu padat
tertekan ronta tubuhku yang kelaparan.
Begitu kecilnya lengan tanganku
Melingkari pinggulmu yang berisi
Oh, tubuhku yang kerontang
Terimalah apa adanya
Kupandangi matamu
Sepasang tanda lahir di kelopak matamu aku dapatkan
“Ini tanda lahir?”
Kau hanya mengganguk
Dengannya langitpun tak bisa sembunyikanmu dariku
malam semakin menua
Bintang-bintang timbul tenggelam di kajuhan
Dingin ambruk menimpa atap
Angin menyibak tirai dari balik jendela
Dingin menyentuh pori tubuhmu
Dan juga tubuhku
Kain selimut tak cukup
Betismu telanjang tanpa penutup
Kau berujar “peluk tubuhku, hangati aku”
Suara itu tandas menghardik malam
Juga aku yang tersentak
Mana mungkin tubuh kurus ini
Menghangtimu?
Kau tarik lengan kecilku
“Peluk! Peluk aku, aku ingin merasakan hangat dari tubuhmu. Tubuh banyak menyerap panas hari akan menghatkanku”
Oh, tubuhku yang kurus
Tulang² rusuk yang mencolok
Tenggelam di tubuhmu yang padat berisi
Terimalah tubuh itu dengan lengan terbuka: agar kau tahu kehidupan ada padanya.
Ciumlah bau masam keringat darinya
Agar kau tahu betapa ia tangguh menghantam bebatuan di jalanan
Usaplah tulang belulang di bagian²nya: agar kau merasakan betapa kuatnya ia berkelahi dengan waktu
Malam telah tua
Kita adalah makhluk yang paling bahagia dengan apa adanya
Malang, 22 November 2018.
Tertulis menjelang tidur.
Aku dan Mereka
Dari jendela aku tengadah
Senja ambruk di antara rimbun beton kota
Satu persatu lampu nyala
Siluet yang sempurna
Terang cahaya kota meretas langit tak berwarna:
Di tempat ini, langit tak penah melahirkan purnama
Manusia yang membuatnya.
Tapi, Kota?
Bukan lah pijar purnama yang penuh makna
Rupa yang sempurna dalam tiap² putaran waktu di masing² bulan.
Kota menempa manusia menjadi hewan pembunuh paling dingin
Membunuh sesama di antaranya
Kota memberikan manusia senjata pembunuh paling ampuh daripada bom atom dan nuklir.
“Ketidak pedulian” adalah senjatanya.
Cukup dengan “tidak peduli” ratusan, ribuan, jutaan nyawa melayang: mati perlahan dengan derita yang tidak layak disandang manusia, bahkan hewan.
Kota!
Manusia dipaksa melawan laju mesin. yang menang ia akan berkuasa atas manusia lainnya
Yang kalah: ia akan terlantar, terbuang, dan terasing
Terlantar sebab dirinya sudah tiada yang peduli, bahkan dirinya sendiri pada kediriannya sebagai manusia.
Terbuang sebab mereka adalah petarung yang telah dilahirkan untuk kalah: tanpa mereka pemenang tak mendapatkan pembenaran
Terasing sebab mereka tidak tahu bahwa dirinya dilahirkan sebagai manusia. Mereka lupa atau bahkan sama sekali tidak mengerti tentang kediriannya sebagai manusia.
Kota?
Adalah kemalangan bagi Manusia!
27, November, 2018
Dalam perjalanan menuju Malang.
Batas waktu
Senja luruh di ujung waktu
Garis² langit terbentuk oleh awan disepanjang pebukitan
Pepohonan tampak mengabur dikejauhan. Hanya lekuk pebukitan yang tampak dengan perwujudan tidak beraturan.
Malam akan segera tandang
Menyudahi siang yang perlahan hilang
Dalam batas² waktu yang beraturan
Semua menjelma ketetapan
Bahwa yang berlalu adalah kemarin
Dan yang akan datang adalah esok.
Mari kita berhitung ada berapa kenang yang terekam dalam memoria hari ini?
Tentang sajak² cinta dan nyanyian putus asa
Pablo Neruda atau kesunyian dalam sajak² chairil anwar
Ingatan tak pernah selalu persis untuk mengulang sebaris kalimat dalam sepotong sajak yang hilang
Di bawah laju dan batas² waktu
ingatan ibarat petualang yang lupa jalan pulang
Malang, 08 Januari, 2021.