Gandeng UNICEF, LPKIPI Gelar Pelatihan INSPIRE
Berita Baru, Surabaya – Kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak merupakan ancaman terbesar bagi kesejahteraan perempuan dan anak perempuan. Kondisi ini bak fenomena gunung es. Tak sedikit kasus-kasus tersebut menguap tanpa penyelesaian.
Keadaan tersebut membuat Lembaga Pelatihan dan Konsultan Inovasi Pendidikan Indonesia (LPKIPI) menggelar pelatihan Implementation and Enforcement of Laws; Norms and Value; Safe Environtments; Parent and Caregiver Support; Income and Economic Strengthening; Response and Support Services; Education and Life Skills (INSPIRE).
Pelatihan tersebut bertajuk “Mitigasi Resiko Kekerasan Berbasis Gender dan Perlindungan dari Eksploitasi dan Perlakuan Salah Seksual.” Kegiatan yang berlangsung selama tiga hari di Hotel Santika Premiere Surabaya, 25 – 27 April 2022 ini diikuti oleh fasilitator dan pemangku Kepentingan di Provinsi Jawa Timur. LPKIPI juga menggandeng Forum Anak Jawa Timur serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (P3AK) Provinsi Jawa Timur.
Luthfi Firdausi, Direktur LPKIPI mengatakan, tujuan dari kegiatan tersebut untuk membekali peserta pengetahuan dan pemahaman tentang langkah strategi INSPIRE dalam perlindungan anak, mitigasi resiko kekerasan berbasis gender dan perlindungan dari eksploitasi dan perlakuan salah seksual.
Peserta juga memperoleh keterampilan untuk melakukan mitigasi resiko kekerasan berbasis gender, perlindungan dari eksploitasi dan perlakuan salah seksual. Di samping itu, kata Lutfi, peserta dapat menindaklanjuti dengan mendukung ketersediaan pedoman dan mekanisme pencegahan dan penanganan layanan terpadu kekerasan berbasis gender, perlindungan dari eksploitasi dan perlakuan salah seksual.
“Peserta juga dapat menyusun rencana aksi daerah untuk penghapusan kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak,” katanya kepada Beritabaru.co, Rabu (27/4/2022).
Luthfi menjelaskan bahwa ancaman kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak masih terus terjadi ditengah masyarakat. Upaya-upaya pencegahan dan penanganan kasus tersebut juga terus dilakukan baik di tingkat pusat maupun di daerah.
“Namun demikian bila merujuk pada data yang dilansir oleh berbagai Lembaga kasus kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak masih banyak terjadi,” ujarnya.
Ia berharap, peserta dapat memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang langkah strategi INSPIRE dalam perlindungan anak, mitigasi risiko kekerasan berbasis gender, perlindungan dari eksploitasi dan perlakuan salah seksual.
Peserta dari penyedia layanan berkomitmen dalam menerapkan pedoman dan mekanisme pencegahan dan penanganan terpadu kekerasan berbasis gender, perlindungan dari eksploitasi dan perlakuan salah seksual.
“Jadi harapannya ini nanti, peserta mampu menyusun rencana aksi untuk penghapusan kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak. Peserta juga memiliki kemampuan melatih staf penyedia layanan tentang INSPIRE, mitigasi risiko kekerasan berbasis gender, perlindungan dari eksploitasi dan perlakuan salah seksual di madrasah dan pondok pesantren serta di masyarakat,” pungkasnya.
Kepala Dinas P3AK Restu Novi Widiani mengapresiasi pelatihan INSPIRE yang digelar LPKIPI. Menurutnya, strategi INSPIRE ini merupakan langkah objektif untuk mengurangi kasus kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak di Indonesia, khususnya di Jawa Timur.
Ia menjelaskan, upaya pencegahan kekerasan seksual harus terus ditingkatkan melalui forum-forum sosialisasi dan edukasi tentang ancaman kekerasan seksual dan perkawinan anak. Tak hanya itu, peran dari masyarakat, terutama tokoh masyarakat dan orang tua juga sangat penting untuk mengurangi angka kekerasan seksual dan perkawinan anak.
“Peran orang tua sangatlah penting dalam menjaga anak-anaknya dari hal-hal yang dapat menjerumuskannya pada kekerasan seksual,” katanya.
Menurutnya, pengaruh media sosial juga membuat sangat rentan terjadinya kekerasan seksual kepada anak. Itu sebabnya, kata Novi, peran tokoh agama seperti kyai, ustadz dan tokoh masyarakat juga sangat penting untuk memberikan edukasi kepada anak-anak tentang bahaya kekerasan seksual.
“Kita juga menggandeng lembaga-lembaga yang terkait dengan agama supaya dia juga ikut mensosialisasikan.” Ia juga menerangkan bahwa pemerintah tak bisa bergerak sendirian. Menurutnya bergandengan tangan dengan elemen masyarakat juga penting.
“Seperti lembaga yang dekat dengan masyarakat. Ada Muslimat, Fatayat, Aisyiah. Itu juga dirangkul untuk menurunkan angka kasus kekerasan berbasis gender dan perkawinan anak,” jelasnya.