Hiski Angkat Topik Politika Sastra di Putaran Kelima Sekolah Sastra
Berita Baru, Jakarta — Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia (HISKI) Pusat kembali gelar Sekolah Sastra dengan mengangkat tema Politika Sastra. Acara digelar via Zoom Meeting serta disiarkan secara langsung di kanal Youtube Hiski dan juga Tribun Network pada Sabtu (04/05).
Acara dibuka langsung oleh sambutan Ketua Umum Hiski Pusat, Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. Sebelum menyampaikan sambutannya, Novi mengajak para audience untuk berbelasungkawa kepada salah satu anggota dan kolega Hiski yang pada hari ini meninggal dunia, Prof. Dr. Ida Bagus Putera Manuaba.
Novi melanjutkan sambutan dengan menceritakan perjalanan Sekolah Sastra dari pertemuan pertama sampai kelima. Ia menjelaskan bahwa Sekolah Sastra disambut dengan sangat baik para anggota Hiski di seluruh nusantara, juga para khalayak umum.
“4 tema sudah kita lalui bersama, mulai etnopuitika, sastra pariwisata, stilistika, ekokritik sastra hingga hari ini kita membahas politika sastra. Mulai dari 250 hingga 450 peserta. Semua paparan para narasumber sudah berhasil menjadi inspirasi dan memberi ruang bagi kita semua untuk mengeksplorasi kekayaan sastra Indonesia dalam ragam perspektif dan teori,” ujarnya.
Novi melanjutkan bahwa sudah banyak tokoh-tokoh sastra Indonesia yang merepresentasikan kerja-kerja politika; sastra. Nama-nama seperti Cak Durasim, W.S Rendra, Taufiq Ismail, Seno Gumira Ajidarma disebut Novi sebagai contoh orang-orang yang mewarnai dinamika politik sastra di Indonesia.
“Politika sastra membenarkan, bahwa kata lebih tajam daripada sebilah pedang,” tuturnya.
Dimoderatori oleh Dr. Ari Ambarwati M.Pd, acara ini menghadirkan narasumber pakar di bidangnya, yakni Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M.A. (Universitas Negeri Surabaya).
Di awal, Yuwana menjelaskan bagaimana keterkaitan politik dan kesusasteraan. Ia berkata, bahwa untuk memahami lebih dalam ilmu sastra, perlu ilmu-ilmu bantu agar dapat mengelaborasikannya lebih dalam.
“Ilmu politik mempelajari perilaku kelompok dalam interaksinya dengan lembaga-lembaga pemerintah. Di pihak lain, sastra dapat dipandang sebagai lembaga politik yang sarat dengan ekspresi, representasi dan manifestasi ideologi,” terang Yuwana.
Yuwana menambahkan ada banyak teori yang dapat dipakai dalam politika sastra, di antaranya teori ideologi, perlawanan, kekuasaan, komunikasi politik, konflik, dan kekerasan.
“Teori-teori khas dalam politika sastra. Seperti, teori kekuasaan Michel Foucault, teori ideologi Terry Eagleton, teori marxis Raymond William, teori politik estetika Jacques Ranciere, teori kekerasan simbolik Pierre Bourdieu dan teori hegemoni Antonio Gramsci,” bebernya.
Acara dilanjutkan dengan diskusi interaktif antara narasumber dan audiens. Sampai akhir acara, Sekolah Sastra kali ini diikuti sekitar 406 peserta di Zoom Meeting dan telah ditonton sebanyak 400 kali di kanal Youtube.
Sebagai informasi, Sekolah Sastra merupakan salah satu program kegiatan Hiski Pusat yang diketuai oleh Prof. Dr. Novi Anoegrajekti, M.Hum. Pada putaran kelima ini, tema yang diangkat adalah Politika Sastra, dan akan kembali digelar pada 11 Mei 2024.
Selain itu, sekolah sastra rutin digelar setiap bulan di minggu pertama dan kedua, sementara untuk minggu ketiga digelar agenda Tukar Tutur Sastra.