Berkaca Pada Mahbub Karya Alif Raung Firdaus
Berkaca pada Mahbub
Berkaca pada mahbub; cermin retak dari kerak sejarah
wajahku seperti remasan kertas yg kusam, tubuhku menjelma bayang-bayang iblis
dari miniatur megaphone, lambaian bendera, dan pamplet yg terbuang
tiba-tiba aku ingin telanjang di tengah kota, lalu kencing berlari
karena tak kuat menahan malu seorang diri
berkaca pada mahbub; tubuh yg terkubur dalam kolom koran pagi dari abad yg lusuh
mataku seperti tai kambing yg terkapar di tanah lapang, telingaku berasap dari hektaran hutan yg terbakar, tapi mahbub dari balik cermin, tertawa sambil jungkir balik dari atap istana
barangkali ia bergumam; kau tak setangguh yg kukira
tiba-tiba aku ingin menghantam cermin, meretakkannya berkeping-keping, lalu menimbunnya dalam tempurung kepala
aku ingin merobek poster-poster bergambar mahbub, membakarnya lalu menelan abunya
aku ingin menelan mimbar, mengunyah cangkir-cangkir kopi, melumat habis kolom-kolom koran pagi, lalu memuntahkannya sambil berteriak; untuk apa aku berdiri di sini?
malu aku pada mahbub djunaidi
Jember, 2017
Berkabar pada Mahbub
hari ini indonesia sedang sehat bugar, ia lincah berlarian di tengah ibu kota, membawa surban, pamplet-pamplet terbakar, dan menghampar baliho bertuliskan takbir, ribuan meter panjangnya. Hari ini Indonesia sedang bahagia, ia merayakan kematian dgn ngeloco di depan layar tancap yg tengah memutar film sampah bercorak sephia, sementara anak-anak kecil menusuk pantatnya dgn pisau mainan berwarna loreng-loreng seperti baju tentara
Hari ini Indonesia sedang berpesta, ia berteriak di dalam masjid, membawa parang dan menusuk kemaluannya sembari berharap mati dengan gembira
Mahbub, demikianlah Indonesia
Jember, 2017